SELAMAT DATANG DI BLOG KEPERAWATAN SEMOGA ILMU YANG SAYA BAGIKAN DAPAT BEERMANFAAT BAGI ANDA SEMUA

Jumat, 09 Januari 2015

MAKALAH FARMAKOLOGI SISTEM INTEGUMEN

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Obat topikal adalah obat yang diberikan melalui kulit dan membran mukosa pada prinsipnya menimbulkan efek lokal. Pemberian topical dilakukan dengan mengoleskannya di suatu daerah kulit, memasang balutan lembab, merendam bagian tubuh dengan larutan, atau menyediakan air mandi yang dicampur obat.
Selain dikemas dalam bentuk untuk diminum atau diinjeksikan, berbagai jenis obat dikemas dalam bentuk obat luar seperti lotion, liniment, pasta dan bubuk yang biasanya dipakai untuk pengobatan ganggaun dermatologis misalnya gatal-gatal , kulit kering, infeksi dan lain-lain. Obat topical juga dikemas dalam bentuk obat tetes (instilasi) yang dipakai untuk tetes mata, telinga, atau hidung serta dalam bentuk untuk irigasi baik mata, telinga, hidung, vagina, maupun rectum.
Dalam memberikan pengobatan kita sebagai perawat harus mengingat dan memahami prinsip enam benar agar kita dapat terhindar dari kesalahan dalam memberikan obat, namun ada baiknya kita mengetahui peran masing-masing profesi yang terkait dengan upaya pengobatan.

B.     Tujuan
1. Untuk mengetahui macam macam farmakologi pada system integumen
2. Untuk mengetahui sediaan obat topical serta indikasi dan kontra-indikasi obat topical pada system integumen
3. Untuk mengetahui farmakokinetik obat topical system Integumen









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Eksim
Eksim merupakan salah satu penyakit kulit yang banyak terjadi di Indonesia. Eksim yang sering dijumpai di masyarakat antara lain eksim atopik (eksim bawaan), iritan, dan alergi. Eksim atopik ini merupakan kondisi bawaan, biasanya berhubungan dengan asma, alergi, dan demam. Eksim iritan disebabkan oleh bahan-bahan yang mampu mengelupas lemak alami di kulit, seperti sabun, deterjen, dan disinfektan. Sedangkan eksim karena alergi disebabkan oleh reaksi imun terhadap bahan yang mengenai kulit dan baru muncul pada pemaparan kedua dan berikutnya. Pada eksim, kulit menjadi sangat kering dan keras/berkerak karena ketidakmampuan kulit menahan air di dalam sel-sel kulit, maka dapat dikatakan juga kemampuan kulit sebagai barier kimia, fisik, dan biologik menurun karena keabnormalan dinding sel di epidermis.
Tahap-tahap eksim dimulai dari kemerahan kulit yang bisa dipicu oleh iritan atau alergen atau faktor-faktor lainnya. Saat kemerahan, mediator inflamasi dilepaskan di kulit sehingga menyebabkan inflamasi/peradangan, sangat gatal, terasa perih, kering dan terkadang hingga melepuh lalu pecah. Berikut adalah ciri-ciri pada eksim akut: kemerahan dan membengkak, timbul papula berupa sebuah gelembung yang melepuh, eksudasi, lapisan kulit menjadi keras permukaannya (kerak), dan bersisik. Sedangkan pada eksim kronis, permukaan kulit lebih keras dan berkerak, lebih berpigmen/gelap, lebih tebal (karena digosok dan digaruk terus menerus), eksudat sudah berkurang tetapi justru berkembang hingga ke jaringan dalam kulit (lapisan dermis).
Bagi sebagian pasien, dengan menggaruk dapat menghilangkan rasa gatal padahal itu adalah gejala yang paling buruk. Dengan menggaruk justru turut meningkatkan pelepasan mediator inflamasi di kulit dan memperparah rasa gatal dan juga akan semakin membengkak. Ini juga membuat kulit semakin mudah dimasuki iritan ataupun alergen sehingga membuat kulit kering, semakin meradang, dan juga gatal. Begitulah siklus yang terjadi sehingga beberapa pengobatan dimaksudkan untuk memecah siklus ini.

B.     Pengobatan Eksim
Pengobatan eksim dapat dilakukan dengan beberapa cara. Sasaran terapi eksim adalah bagian kulit yang terkena eksim. Menurut Clark (2002), ada tiga tujuan utama terapi eksim, yaitu: mengobati kulit dan menjaganya tetap sehat, mencegah ’flare-up’, dan mengobati gejala yang muncul sesegera mungkin. Strategi terapi dapat digunakan melalui strategi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non-farmakologis dapat dilakukan melalui pemakaian emollient (krim, losion, salep, minyak) yang dapat melembabkan kulit, menghindari faktor pemicu (iritan/alergen, stress, makanan), dan juga menghilangkan kebiasaan menggaruk. Pada tahun 1999, sebuah studi menunjukkan bahwa pemakaian emollient mampu menurunkan keparahan eksim atopik pada 89% anak-anak (Chambers and Roberts, 2003). Sedangkan terapi farmakologis yang banyak digunakan adalah pemakaian steroid topikal tetapi terkadang digunakan juga antihistamin, oral streroid, antibiotik, pimecrolimus, dan tacrolimus.
C.    Steroid Topikal
Topikal berarti dioleskan pada kulit, bisa berupa krim, salep, atau losion. Steroid topikal digunakan untuk mengatasi inflamasi/peradangan yang terjadi dan efektif untuk mengontrol ’flare-up’ yang membuat rasa gatal dan kering. Steroid bekerja dengan mencegah pelepasan fosfolipid dari membran sel kemudian mencegah perubahannya menjadi prostaglandin dan mediator inflamasi lainnya.
Steroid topikal ini sebaiknya digunakan saat gejala muncul pertama kali karena luka selanjutnya akan lebih sulit untuk diobati. Berikut adalah beberapa kunci pemakaian steroid topikal pada eksim:
1. Mulailah pengobatan pada saat gejala muncul pertama kali.
2. Pilih jenis steroid dengan potensi cocok.
3. Pakai produk dengan hemat (tidak terlalu banyak dan terlalu sering).
4. Untuk mendapat efek yang diinginkan cukup gunakan dalam jangka waktu singkat; jangka waktu yang lama digunakan untuk eksim akut sedangkan untuk eksim kronis membutuhkan pengawasan dari dokter.
5. gunakan emollient (pelembab) pada waktu yang berbeda dengan penggunaan steroid.
Steroid sebaiknya digunakan 30 menit setelah topikal emollient atau setelah mandi dengan bath oil atau pengganti sabun untuk menghilangkan sel-sel mati yang dapat mengganggu absorpsi. Steroid topikal mampu menembus kulit sehingga beberapa dapat ditemukan di dalam darah. Apabila sejumlah besar ditemukan di dalam darah, efek samping akan muncul, antara lain penipisan kulit. Hal ini bisa disebabkan pemakaian yang tidak tepat maka pemakaian steroid topikal jangan sampai ke kulit normal. Dengan pemakaian yang tepat, steroid topikal aman dan efektif untuk eksim.
D.    Jenis Steroid Topikal
Steroid topikal tersedia pada banyak kekuatan, sebaiknya dipilih yang kekuatannya paling lemah dahulu. Para lansia dan anak-anak mempunyai kulit yang lebih tipis sehingga steroid yang lebih lemah kekuatannya yang digunakan. Steroid topikal mempunyai 4 macam kekuatan, yaitu lemah, sedikit kuat, kuat, dan sangat kuat. Berikut adalah beberapa obat pilihannya:
1.      Hidrokortison (potensi: lemah)
Nama Generik : hydrocortisone krim 1% dan 2,5%
Nama Dagang : Steroderm (Medikon) krim 1%;
Cortaid (Upjohn Indonesia) salep 0,5%;
Hufacort (Gratia Husada) krim 1% dan 2,5%.
Indikasi : radang kulit ringan seperti eksim, ruam popok
Kontra-indikasi : luka kulit akibat bakteri, jamur atau viral yang tak diobati; jerawat rosacea perioral dermatitis; akne vulgaris.
Bentuk sediaan : krim dan salep.
Dosis dan aturan pakai : dioleskan tipis 1-2 kali sehari (kulit harus bersih dan kering)
Efek samping : jarang menimbulkan efek samping,
Resiko khusus/peringatan : penggunaan jangka panjang pada bayi dan anak-anak (maksimal seminggu), penggunaan jangka panjang pada wajah, bayi di bawah 1 tahun.

2.      Ester betametason (potensi: kuat)
Nama Generik : bethametasone
Nama Dagang : Betason (Kimia Farma) krim 0,1%;
Corsaderm (Corsa) krim 0,1%;
Diprosone-Ov (Schering Plough Indonesia) salep dan krim 0,05%.
Indikasi : kelainan radang kulit yang berat seperti eksim tidak menunjukkan respons pada kortikosteroid yang kurang kuat; psoriasis.
Kontra-indikasi : luka kulit akibat bakteri, jamur atau viral yang tak diobati; jerawat rosacea perioral dermatitis; akne vulgaris.
Bentuk sediaan : krim dan salep.
Dosis dan aturan pakai : dioleskan tipis 1-2 kali sehari, untuk lebih dari 13 tahun: gunakan jumlah paling minim dalam jangka waktu yang pendek (tidak lebih dari 2 minggu).
Efek samping : penekanan pituitary-adrenalaxis, sindrom Cushing, dan efek samping lokal (penipisan kulit, dermatitis kontak, dermatitis perioral, depigmentasi ringan). Pemberian lebih dari 100 g/minggu dari sediaan 0,1% menimbulkan penekanan adrenal.
Resiko khusus/peringatan : penggunaan jangka panjang pada bayi dan anak-anak (maksimal seminggu), bayi di bawah 1 tahun, anak-anak di bawah 12 tahun, penggunaan pada wajah dan kunci paha.

Dermatitis merupakan masalah kulit yang kerap dijumpai dalam kehidupan sehari – hari. Salah satu dermatitis yang sering mendapat perhatian khusus adalah dermatitis atopi, mengingat angka kejadiannya yang cenderung terus meningkat dan dampaknya yang berakibat pada kualitas hidup pasien maupun keluarganya. Seperti ditulis Barnetson RSC dan Rogers M dalam British Medical Journal, kejadian dermatitis atopi pada anak di negara maju adalah satu berbanding sepuluh dan angka ini terus meningkat. Peningkatan disebabkan diantaranya oleh tingginya tingkat polusi udara, maraknya binatang peliharaan, usia tua saat hamil, dan banyaknya jenis makanan yang beredar. Disamping itu dermatitis atopi juga sangat jelas faktor herediternya.
Lima puluh persen kasus penderita dermatitis atopi pada anak dapat menghilang saat remaja, namun dapat juga menetap atau bahkan baru terjadi pada usia dewasa. Kehadiran dermatitis atopi terkadang juga menyebabkan masalah psikologis yang cukup besar. Bahkan apabila gejala yang muncul cukup parah dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Gejala umum dermatitis atopi yang sering dijumpai adalah rasa gatal yang hebat. Padahal dengan menggaruk justru akan menambah gambaran klinis bahkan dapat memperparah keadaan dengan kemungkinan timbulnya infeksi sekunder. Selain itu juga kulit menjadi kering dan menebal (likenifikasi), disertai inflamasi dan eksudasi yang dapat kambuh sewaktu – waktu.
Berbagai faktor dapat memicu dematitis atopi, antara lain alergen makanan, alergen hirup, berbagai bahan iritan, dan stress, akan tetapi seberapa besar peran alergen makanan dan alergen hirup ini masih kontroversial. Meski pada pasien dermatitis atopi kerap dijumpai peningkatan IgE spesifik terhadap kedua jenis alergen ini, tetapi tidak selalu dijumpai korelasi dengan kondisi klinisnya. Hasil tes positif terhadap suatu alergen, tidak selalu menyatakan alergen tersebut sebagai pemicu dermatitis atopi, tetapi lebih menggambarkan bahwa pasien telah tersensitasi terhadapnya. Secara umum, alergen makanan lebih berperan pada dermatitis atopi usia dini. Patogenesis dermatitis atopi sampai saat ini belum diketahui secara pasti sehingga belum ada pengobatan yang dapat memberikan kesembuhan total pada penderita. Saat ini penatalaksanaan dermatitis atopi memerlukan pendekatan secara sistemik dan multidimensional. Yang menjadi sasaran terapi pada penderita ini adalah inflamasi kulit (lesi dermatitis atopi) beserta tanda dan gejala penyakit yang muncul. Sedangkan penatalaksanaan terapi ini ditujukan untuk mengurangi dan mengatasi inflamasi beserta tanda dan gejala penyakit yang menyertainya seperti kekeringan kulit, gatal – gatal. Disamping itu juga untuk mencegah/mengurangi kekambuhan, dan yang tak kalah penting yaitu mengidentifikasi sekaligus mengeliminasi faktor pencetus.
Keberhasilan pengobatan dermatitis atopi memerlukan pendekatan sistematik dan menyeluruh. Walaupun berbagai cara pengobatan dasar telah digunakan masih banyak kasus tertentu yang memerlukan pengobatan khusus. Strategi terapi untuk penatalaksanaan penyakit ini meliputi terapi non farmakologi dan terapi secara farmakologi. Terapi non farmakologi dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi dan eliminasi faktor pencetus seperti menggunting kuku, menghindari zat iritatif (deterjen, kosmetik, keringat, dsb.), sinar matahari dan beberapa alergen spesifik (makanan, debu, stres, infeksi dsb). Untuk terapi farmakologi dapat dilakukan dengan memberikan obat seperti kortikosteroid topikal, anti gatal, antibiotik, dan krim hidrasi kulit.
Diantara obat – obat tersebut kortikosteroid topikal menjadi pilihan utama untuk dermatitis atopi karena merupakan imunosupressan yang kuat dan sebagai anti inflamasi. Penggunaan steroid topikal yang bersifat anti-inflamasi merupakan dasar terapi untuk pengobatan lesi – lesi dermatitis atopi dan bila digunakan sesuai anjuran, kortikosteroid topikal cukup aman. Kekuatan kortikosteroid yang dipilih harus memperhatikan pada keparahan gejala dan lokasi lesi. Sebagai contoh pemakaian kortikosteroid topikal dengan potensi kuat harus dihindarkan dari daerah wajah, genitalia, dan daerah lipatan tubuh. Untuk daerah – daerah tersebut obat yang secara umum direkomendasikan merupakan obat dengan potensi ringan. Tujuanya untuk menghidari adanya potensi efek samping yang dimungkinkan muncul. Semakin tinggi potensinya, semakin besar pula kemungkinan terjadi efek samping. Penggunaan steroid topikal ini juga hanya ditekankan pada daerah lesi dermatitis atopi saja sedangkan pada kulit yang tidak terlibat, cukup dengan emolient untuk menghindari kulit kering dan proses inflamasi.
Terdapat 7 golongan kortikosteroid berdasarkan potensinya yang tentunya juga mempunyai potensi efek samping yang berbeda pada penggunaannya, terutama jika digunakan dalam jangka panjang. Untuk potensi obat yang sangat kuat maka hanya untuk digunakan dalam waktu yang sangat singkat dan hanya pada lokasi yang mengalami penebalan (likenifikasi) berat, tidak untuk wajah dan daerah lipatan. Steroid potensi sedang dapat digunakan untuk periode yang lebih lama dan ditujukan penggunaannya untuk lesi di badan dan ekstremitas.




POTENSI KORTIKOSTEROID TOPIKAL
Nama
Konsentrasi dan Bentuk Sediaan
Dosis
Potensi Sangat Tinggi
Clobetasol Propionate
0,05% krim, salep, aplikasi kulit kepala
1 – 2 x/hari
Halcinonide
0,1% krim, solution
2 – 3 x/hari
Potensi Tinggi
Amcinonide
0,1% krim
2 -3 x/hari
Beclometasone dipropionate
0,025% krim
2 x/hari
Betamethasone dipropionate
0,05% krim, salep, cair 0,064% krim, salep, solution
1 – 3 x/hari
Betamethasone valerate
0,025% krim
2 – 3 x/hari
Betamethasone valerate
0,1% krim, gel, lotion, salep, solution
1 – 3 x/hari
Desoximetasone
0,05% gel, 0,025% krim, salep
1 – 3 x/hari
Difluocortolone valerate
0,3% salep berlemak
2x/ hari
Difluocortolone valerate
0,1% krim, salep berlemak, salep
1 – 3 x/hari
Fluclorolone acetonide
0,025% krim
2 x/hari
Fluocinolone acetonide
0,025% krim, gel, salep 0,03% salep
1 – 3 x/hari
Fluocinolone acetonide
0,2% krim
2 – 3 x/hari
Fluocinolone acetonide
0,005% krim 0,01% krim, salep 0,0125% krim
1 – 3 x/hari
Fluocinonide
0,05% krim, salep
2 – 3 x/hari
Fluocortolone/ fluocortolone caproate
0,25%/0,25% krim
1 – 3 x/hari
Fluocortolone pivalate/ fluocortolone caproate
0,25%/0.25% salep
1 – 3 x/hari
Fluticasone propionate
0,05% krim, 0,005% salep
1 – 2 x/hari
Hydrocortisone aceponate
0,127% krim
1 – 2 x/hari
Methylprednisolone aceponate
0,1% krim, salep berlemak, salep
1 – 2 x/hari
Mometasone furoate
0,1% krim, salep, lotion
1 x/hari
Prednicarbate
0,25% krim
1 – 2 x/hari
Potensi Sedang
Alclometasone dipropionate
0, 05% krim, salep
2 – 3 x/hari
Clobetasone butyrate
0,05% krim, salep
Sampai 4 x/hari
Desonide
0,05% krim, salep, lotion
2 x/hari
Fluprednidene acetate
0,1% krim, solution
2 x/hari
Triamcinolone acetonide
0,1% krim, salep, lotion 0,2% krim, 0,02% krim
2 – 3x/hari
Potensi Rendah
Hydrocortisone
0,5% krim, 1% lotion, gel, krim 2,5% krim
2 – 3 x/hari
Hydrocortisone acetate
1% krim, salep 2,5% krim
2 – 3 x/hari
Dalam aplikasinya sebagian besar obat sebaiknya diberikan 1 – 2 x/hari. Untuk daerah telapak tangan dan kaki dapat diberikan lebih sering. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi sangat tinggi hanya direkomendasikan selama 1 – 2 minggu (paling lama 3 minggu) kemudian beralih ke potensi yang lebih ringan seiring dengan perbaikan kondisi dan emolient untuk mencapai hidrasi kulit. Sebaiknya obat dengan potensi sangat tinggi tidak digunakan untuk anak di bawah 1 tahun.
Efek Samping yang mungkin terjadi selama pemakaian kortikosteroid dan senantiasa harus dikendalikan adalah efek lokal, meliputi penipisan kulit yang dapat membaik dengan penghentian obat, perburukan kondisi infeksi, dermatitis kontak, jerawat pada tempat pemberian, dan hipopigmentasi reversibel. Sedangkan efek sistemiknya dapat berupa penyerapan melalui kulit yang dapat menyebabkan supresi sumbu pituitari – adrenal, gangguan pertumbuhan dan Sindroma Cushing. Dalam prakteknya kortikosteroid topikal dengan potensi rendah jarang menimbulkan efek samping begitu pula dengan potensi sedang dan tinggi juga jarang menimbulkan masalah jika digunakan kurang dari 3 bulan.
Sebuah studi yang dimuat dalam Journal of the American Academy of Dermatology, Maret 2002 menyoroti kekhawatiran tentang potensi membahayakan efek samping steroid lokal yang digunakan untuk mengatasi masalah kulit anak. Dalam studi Fase IV, Friedlander dkk menggunakan fluticasone topikal untuk mengatasi dermatitis pada anak. sebanyak 51 anak berusia antara 3 bulan hingga 6 tahun menerima terapi dengan krim fluticasone propionate, 0.05% dua kali sehari selama 3 hingga 4 minggu. Semua anak mengalami dermatitis atopi dari tingkat moderat hingga berat dan menimpa 35% atau lebih kulit tubuh mereka. Rata-rata kulit tubuh luar yang diterapi mencapai 64% tidak ada efek samping signifikan yang dilaporkan. Fluticasone propionate krim 0.05% terbukti aman untuk berbagai masalah kulit meski dipakai dalam jangka waktu lebih dari 4 minggu pada anak usia mulai 3 bulan. Selain obat-obatan topikal, dapat pula dipertimbangkan obat-obatan oral. Dermatitis atopi berat merupakan kondisi yang serius yang dapat menurunkan kualitas hidup anak. Karenanya anak-anak ini harus diobati dengan adekuat. Steroid oral digunakan sebagai pilihan terakhir dan sebisa mungkin dihindari karena efek rebound yang parah saat penghentian obat, yaitu, dermatitisnya menjadi tidak stabil, serta efek samping jangka panjang yang cukup besar.

Scabies disebabkan oleh mite (tungau), Sarcoptes scabiei. Scabies mites tertarik pada bau dan kehangatan dari manusia. Tungau ini ukurannya cukup besar sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang dan sering menular diantara orang-orang yang tidur besama. Kadang tungau ditularkan melalui pakaian, seprei dan benda-benda lainnya yang digunakan secara bersama-sama; masa hidupnya hanya sebentar dan pencucian biasa bisa menghancurkan tungau ini. Tungau betina membuat terowongan di bawah lapisan kulit paling atas dan menyimpan telurnya dalam lubang. Beberapa hari kemudian akan menetas tungau muda (larva). Infeksi menyebabkan gatal-gatal hebat, kemungkinan merupakan suatu reaksi alergi terhadap tungau.
Ciri khas dari scabies adalah gatal-gatal hebat, yang biasanya semakin memburuk pada malam hari. Lubang tungau tampak sebagai garis bergelombang dengan panjang sampai 2,5 cm, kadang pada ujungnya terdapat beruntusan kecil. Lubang/terowongan tungau dan gatal-gatal paling sering ditemukan dan dirasakan di sela-sela jari tangan, pada pergelangan tangan, sikut, ketiak, di sekitar puting payudara wanita, alat kelamin pria (penis dan kantung zakar), di sepanjang garis ikat pinggang dan bokong bagian bawah. Infeksi jarang mengenai wajah, kecuali pada anak-anak dimana lesinya muncul sebagai lepuhan berisi air. Lama-lama terowongan ini sulit untuk dilihat karena tertutup oleh peradangan yang terjadi akibat penggarukan.
Ada banyak infeksi tungau (mite) yang bukan merupakan scabies. Maka dari itu harus dilakukan biopsy untuk memastikan infeksi disebabkan oleh apa. Tungau scabies pada manusia (Human scabies mites) bukan merupakan sarcopic mange mites yang mengenai hewan. Sarcopic mange mites bisa terbawa pada manusia tetapi tidak bisa menggali kulit manusia. Jika hewan terinfeksi tungau mange, maka meraka harus diobati secara terpisah.
Pengobatan ditujukan untuk membunuh tungau scabies dan mengkontrol dermatitis, yang akan bertahan untuk beberapa bulan setelah pemberantasan tungau. Selimut dan baju harus dicuci atau dibersihkan atau disingkirkan selama 14 hari dalam kantong plastic. Apabila pyoderma lanjutan ada, maka harus diobati dengan sistemik antibiotic. Kecuali kalau pengobatan ditujukan kepada semua anggota keluarga yang terkena maka infestasi kembali akan terjadi.
Permethrin 5% cream efektif dan aman digunakan dalam terapi manajemen scabies. Pengobatan terdirei dari aplikasi tunggal selama 8-12 jam. Kemudian bisa diulangi dalam kurun 1 minggu.
Pasien yang hamil harus diobati hanya bila mereka punya riwayat penyakit scabies. Permethrin 5% cream bisa diaplikasikan sekali untuk 12 jam atau sulfur 5% – 6% dalam petrolatum diaplikasikan setiap malam selama 3 malam dari tulang selangkang kebawah bisa digunakan. Pasien akan terus mengalami gatal-gatal selama beberapa minggu setelah pengobatan. Bisa digunakan triamcolone 0,1% cream untuk mengobati dermatitis nya.
Kebanyakan gagalnya pengobatan scabies berhubungan dengan salah pengunaan obat atau pengobatan yang tidak tuntas. Dalam kasus ini, ulangi pengobatan dengan permethrin sekali setiap minggu untuk 2 minggu, dengan disertai edukasi mengenai metode dan luas permukaan yang diaplikasikan. Pada orang-orang immunocompetent, pengobatan menggunakan ivermectin pada dosis 200 mcg/kg efektif pada sekitar 75% kasus dengan dosis tunggal dan 95% dari kasus dengan dua kali dosis setiap 2 minggu sekali. Pada immunosuppressed host dan mereka dengan crusted (hyperkeratotic) scabies, kelipatan dosis dari ivermectin ( setiap 2 minggu untuk 2-3 dosis) ditambah terapi topikal dengan permethrin sekali setiap minggu bisa efektif ketika pengobatan secara topikal dan oral terapi gagal dilakukan. Pruritic papules yang berkepanjangan bisa diobat dengan kortikosteroid berkekuatan sedang-tinggi atau dengan intralesional triamcolone acetonide (2,5-5 mg/mL).
Obat pilihan yang disarankan untuk terapi Scabies adalah Scabimite cream dengan bahan aktif nya permethrin 5%.
a. Nama dagang di Indonesia
Scabimite cream 5% dari Galenium Pharmacia.
b. Bentuk sediaan
Cream 5% x 10 g, 30 g.
c. Farmakologi
Permethrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel syaraf parasit yaitu melalui ikatan dengan Natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Permethrin dimetabolisir dengan cepat di kulit, hasil metabolisme yang bersifat tidak aktif akan segera diekskresi melalui urine. Permethrin juga diabsorbsi setelah pengaplikasian secara topikal, tetapi kulit juga merupakan sebuah tempat metabolisme dan konjugasi metabolit.
Pengaplikasian 5% permethrin cream biasanya cukup untuk mebuat hilang ektoparasit dan pengurangan dari simptom (biasanya pruritus). Pengaplikasian berusalng dibutuhkan untuk mengobati penyakit scabies diantara komunitas orang.
d. Indikasi
Permethrin cream 5% digunakan untuk terapi investasi Sarcoptes scabiei.
e. Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap Permethrin, Pirethroid sintetis atau Pirethrin.
f. Cara pemakaian
Permethrin cream digunakan untuk sekali pemakaian. Oleskan Permethrin cream merata pada seluruh permukaan kulit mulai dari kepala sampai ke jari-jari kaki, terutama daerah belakang telinga, lipatan bokong dan sela-sela jari kaki. Lama pemakaian selama 8-12 jam. Dianjurkan pengolesan pada malam hari kemudian dicuci pada keesokan harinya.



g. Efek samping
Dapat timbul rasa panas seperti terbakar yang ringan, pedih, gatal, eritema, hipestesi serta ruam kulit. Efek samping ini bersifat sementara dan akan menghilang sendiri.
h. Peringatan
Infestasi Scabies kadang diikuti dengan adanya pruritus, edema dan erythema. Pengobatan dengan Scabimite bisa secara sementara memperburuk kondisi ini.
·         Keamanan dan keefektifan pada anak-anak berumur kurang dari 2 bulan belum diumumkan.
·         Penggunaan selama kehamilan dan menyusui harus berdasarkan rekomendasi dokter.
i. Keuntungan
·         Aman dan efektif untuk digunakan dalam beberapa tingkat scabies.
·         Diaplikasikan secara tunggal (sekali pemakaian)
·         Non-neurotoxic scabicide.
j. Resiko khusus
·         Neonates
Tidak ada penelitian yang secara spesifik dilakukan untuk pengujian keamanan permethrin pada neonates, tetapi Wellcome mengadakan penelitian spesifik tentang penggunaan perm,ethrin pada anak-anak berumur dibawah 12 tahun.
·         Ibu menyusui
Perhatian ditujukan pada ibu yang sedang menyusui apabila menggunakan permethrin cream 5%, level dari permethrin dalam air susu setelah diaplikasikan secara topikal diketahui sangat rendah.
·         Anak-anak
Permethrin telah diketahui aman dan efektif bila digunakan pada anak-anak.
·         Wanita hamil
Walaupun tidak menunjukkan adanya toksisitas reproduksi pada hewan, permethrin diketahui dapat mencapai janin pada tikus. Karena tidak adanya penelitian tentang penggunaan permethrin pada wanita hamil maka penggunaannya pada saat kehamilan hanya diperbolehkan menurut saran dokter. Akan tetapi efek teratogenik tidak akan diantisipasi.
·         Orang tua
Tidak ada precaution spesial yang diindikasikan

Impetigo merupakan suatu infeksi kulit superfisial (kulit bagian atas) yang disebabkan oleh bakteri streptokokus atau bakteri stafilokokus. Penyakit impetigo ditandai dengan adanya  bula  yaitu benjolan pada kulit dengan diameter >0,5 cm dan berisi cairan yang merupakan pustula(penumpukkan nanah dalam kulit). Gambaran klinis dari penyakit ini yaitu bula yang berdinding tipis sehingga mudah pecah akan menimbulkan krusta (koreng) pada kulit.
Pengobatan infeksi ini dapat digunakan antibiotik secara topikal dan oral. Tujuan terapinya yaitu mengobati infeksi, mencegah penularan, menghilangkan rasa tidak nyaman, dan mencegah terjadinya kekambuhan. Sasaran terapinya yaitu infeksi bakteri streptokokus atau stafilokokus. Terapi non farmakologis untuk pengobatan impetigo yaitu menghilangkan krusta dengan cara mandi selama 20-30 menit  disertai mengelupaskan krusta dengan handuk basah dan bila perlu olesi dengan zat antibakteri, mencegah menggaruk daerah lecet atau dapat dilakukan dengan menutup daerah yang lecet dengan perban tahan air dan memotong kuku, lanjutkan pengobatan sampai semua luka lecet sembuh.Terapi farmakologis yang digunakan yaitu menggunakan antibiotik topikal atau antibiotik per-oral. Penggunaan antibiotik per-oral diberikan jika pasien sensitif terhadap antibiotik topikal dan kondisi penyakit atau lesi yang ditimbulkan sudah parah (lesi lebih luas). Antibiotik topikal yang dapat digunakan yaitu mupirocin dan asam fusidat.
Antibiotik per-oral yang dapat digunakan yaitu eritromisin dan flukloksasilin.

Pilihan obat
·         Antibiotik topikal
1.      Mupirocin
Nama Generik              : Mupirocin
Nama paten                  : BACTROBAN (GlaxoSmithKline)
Brand name                : Bactoderm (Ikapharmindo)
Indikasi                       : infeksi kulit primer akut, misalnya impetigo, folikulitis, furunkulosis
Kontraindikasi             : hipersensitif terhadap mupirocin
Bentuk sediaan            : salep dan krim
Dosis                            : salep→oleskan 3x/hr selama 10 hari, krim→oleskan 3x/hr, jika perlu daerah yang diobati ditutup dengan kasa, lakukan evaluasi jika tidak ada respon klinis dalam 3-5 hari
Efek samping              :  rasa terbakar, gatal, rasa tersengat, kemerahan
Peringatan          : hindari kontak dengan mata. Hati-hati penggunaan pada gangguan ginjal sedang sampai berat, hamil, lakatasi. Hentikan penggunaan jika terjadi reaksi sensitivitas atau reaksi kimia. Tidak untuk digunakan pada permukaan mukosa. Penggunaan jangka panjang menyebabkan  pertumbuhan berlebihan dari mikroorganisme yang tidak diinginkan.
2.      Asam Fusidat
Nama Generik    : Asam Fusidat
Brand name        : Afucid (Ferron), Fusycom (Combiphar), Fuladic (Guardian),  Futaderm (Interbat)
Indikasi               : Impetigo kontagiosum, folikulitis superfisdial, furunkulosis, sikosis barbae, hidradenitis akselaris, abses, paronikia, eritrasma
Kontraindikasi   : hipersensitif terhadap asam fusidat.
Bentuk sediaan  : salep(Na fusidat) dan krim (asam fusidat)
Dosis                  : tanpa pembalut/kasa steril : gunakan 3-4x/hari dengan pembalut/kasa steril : gunakan lebih sering lama terapi kurang lebih 7 hari.
Efek samping     : reaksi sensitifitas misalnya ruam kulit, urtikaria, iritasi
Peringatan          : hindari penggunaan pada bagian mata. Penggunaan jangka dapat  meningkatkan resiko sensitisasi kulit dan resistensi bakteri.  Hamil trimester pertama. Bayi baru lahir.



·         Antibiotik per-oral
1.      Eritromisin
Nama Generik   : Eritromisin
Nama paten       : ERYTHROCIN (Abbott)
Brand name      : Corsatrocin (Corsa).
Indikasi             : infeksi saluran nafas bagian atas dan bawah tonsilitas, abses peritonsiler, faringitis, laringitis, sinusitis, infeksi sekunder pada demam dan flu, trakeitis, bronkitis akut dan kronis, pneunomia, bronkiektaksis. Infeksi telinga: otitis media dan eksternal, mastoiditis. Infeksi oral : gingivitis, angina vincenti. Infeksi mata: blefaritis.  Infeksi kulit dan jaringan lunak: furunkel dan karbunkel, paronikia,  abses, akne pustularis, impetigo, selulitis, erisipelas.
Kontraindikasi   : hipersensitif terhadap eritromisin, penyakit hati.
Bentuk sediaan  : tablet atau kapsul
Dosis                : dewasa 1-2g/hr tiap 6, 8 atau 12 jam.  Infeksi berat 4g/hr dalam dosis terbagi. Anak 30-50 mg/kgBB/hr tiap 6, 8 atau 12 jam. Bayi-2tahun 125mg 4x/hr,  2-8tahun 250 mg 4x/hr atau 500 mg tiap12jam Sebelum atau pada waktu makan.
Efek samping    : jarang: hepatotoksik, ototoksik.
                           Gangguan GI : mual, muntah, nyeri perut,diare.
                           Urtikaria, ruam dan reaksi alergi lainya.
Peringatan        : gangguan ginjal, gangguan fungsi hati, porfiria, kehamilan (tidak diketahui efek buruknya)  menyusui (sejumlah kecil masuk ke ASI)

2.      Flukloksasilin
Nama Generik   : flukloksasilin Na monohidrat
Brand name       : FLOXAPEN (GlaxoSmithKline)
Indikasi             : infeksi bakteri gram(+) termasuk yang resisten penisilin.
                            Infeksi karena stapilokokus terutama pada kulit (impetigo, selulitis)
Kontraindikasi   : hipersensitif terhadap penisilin,  bayi yang lahir dari ibu yang hipersensitif penisilin.
Bentuk sediaan  : kapsul (250 mg, 500mg)
Dosis                  : dewasa 250-500 mg tiap 8 jam (3x/hr).
                             Anak <2tahun 62,5mg 3x/hr (tiap 8 jam),  2-10tahun 125 mg 3x/hr (tiap 8 jam)
Efek samping     : mual, muntah, nyeri perut, diare.Urtikaria, ruam kulit, kadang terjadi reaksi anafilaktik.
Peringatan          : hipersensitif penisilin, gangguan ginjal, leukimia limfatik

Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, kira-kira sebesar 17% dari berat tubuh manusia. Ketebalan kulit berkisar antara 3-5mm. Fungsi utama dari kulit adalah untuk melindungi struktur dibawahnya dari trauma, perbedaan suhu, masuknya benda-benda yang berbahaya ke dalam kulit, kelembaban, radiasi, dan invasi mikroorganisme. Lapisan kulit ada tiga, yaitu epidermis yang mempunyai fungsi utama sebagai barrier tubuh, dermis yang mempunyai fungsi utama untuk menjaga tubuh dari luka mekanis dan mendukung dermal appendage dan epidermis, dan jaringan subkutan yang mempunyai fungsi utama mendukung dermis dan epidermis, dan sebagai tempat penimbunan lemak.

Dermatitis atopik (DA) merupakan penyakit yang kronik, kambuhan, gatal dan radang yang juga dikenal dengan nama atopic eczema. Dermatitis atopik sering disebut eksim ringan. Umumnya DA menyebar pada permukaan bagian utama tubuh. Wajah, kulit kepala dan leher. Dermatitis atopik sering disertai xerosis atau kekeringan, terbakar, dan daerah yang tidak radang meluas ke seluruh tubuh. Dermatitis tidak hanya menyebabkan gatal, namun perlindungan lapisan kulit menjadi tidak normal. Mudah teririasi karena alergi. Penyebab DA adalah komplikasi genetik, lingkungan, dan mekanisme imunologi yang secara lengkap tidak dapat diketahui. Komponen turunan tertentu dari etiologi DA sangat kuat. Enam puluh persen anak-anak dengan salah satu orangtua yang menderita DA juga mengalami DA. Delapan puluh persen anak-anak dengan kedua orangtua mengalami DA juga akan mengalami DA. Jika ayah terkena DA dan asma, merupakan resiko yang sangat kuat dibandingkan dengan sejarah ibu. Hampir semua pasien dengan DA ditemukan mengalami peningkatan eosinofil dan IgE yang umumnya ditemukan pada pasien dengan rhinitis alergi atau asma, dan 80% anak-anak dengan DA secepatnya akan mengalami perkembangan dari salah satu penyakit imunologi atau alergi. Anak-anak dengan DA lebih sering mengalami asma kambuhan daripada anak-anak asma tanpa DA. Karakteristik dari penyakit DA yaitu peningkatan pengurangan air pada transepidermal dan penurunan fungsi barrier lapisan kulit bagian bawah.
Gatal yang terus menerus dan reaktivitas kulit adalah tanda dari penyakit DA. Luka ruam yang akut mengalami gatal yang intens. Luka gatal ini jika digaruk akan mengeluarkan eksudat. Luka subakut lebih tebal, lebih pucat, bersisik dan kemerahan. Luka kronik memiliki karakteristik penebalan, noda-noda tonjolan, dan tonjolan jaringan fibrosa.
Gejala-gejala dapat menjadi indikasi adanya AD. Peningkat IgE dan eosinofilia ditemukan pada hampir semua pasien dengan DA. Dalam hal ini tidak dapat dilakukan tes laboratorium tunggal. Untuk mendiagnosis DA, karena beberapa pasien tidak menunjukkan adanya abnormalitas. Tes skin prick atau tes enzyme-linked immunosorbent assay dapat digunakan untuk mengidentifikasi DA. Bias dilakukan tes alergi tapi tidak cukup spesifik atau sensitif untuk mendiagnosis DA.
Pemicu imunologi dapat berpengaruh pada perkembangan DA, yaitu allergen makanan dan aeroallergen. Macam-macam allergen menyebabkan 85% pasien DA hasil tes serum IgE antibodinya positif. Dermatitis atopik juga biasa disebabkan karena aeroallergen (sampah, pollen, dll). Tes alergi hewan peliharaan juga dapat dilakukan. Alergi makanan juga dapat menjadi faktor DA. Telur, susu, kacang dan gandum tercatat hampir 90% menjadi allergen makanan pada anak dengan DA. Walaupun allergen makanan sudah dihindari namun kondisi akan tetap sampai 1-3 tahun kemudian.
Air susu ibu merupakan hipolergenik terbesar sebagai nutrisi bayi, kecuali jika ibu menyusui berdiet khusus selama menyusui. Situasi stres karena pasien frustasi akibat gatal sering terjadi. Namun stres sendiri tidak menyebabkan DA. Mengetahui irritan juga diperlukan, contohnya sabun, detergen, baju, rokok, temperatur, kelemababan dapat menjadi faktor walau sinar UV menguntungkan untuk beberapa pasien, tapi sunscreen tetap diperlukan untuk menghindari sunburn atau terbakar sinar matahari. Namun bahan kimia sunscreen seringkali dapat menyebabkan dermatitis.
Saat ini DA tidak dapat disembuhkan. Kondisi ini membutuhkan rencana manajemen termasuk mengidentifikasi dan menghindari pemicu luar, memelihara kulit dan menggunakan beberapa pilihan terapetik untuk mengurangi gejala. Tetapi harus secara individual dan pendekatan secara multipronged harus dilakukan. Tujuan dari terapi DA adalah untuk mengurangi gejala, mencegah flares-ups dan meningkatkan kualtas hidup tanpa penyakit atau tanpa komplikasi pengobatan. Sedangkan sasaran terapi DA adalah menghilangkan gejala DA.
Strategi terapi DA dapat dilakukan baik secara non farmakologis maupun farmakologis. Rekomendasi terapi nonfarmakologi bisa termasuk menghindari kontak dengan parfum, sabun berwarna dan detergen. Menggunakan cara 2 kali bilas untuk cucian, menghindari fluktuasi temperatur yang ekstrim, dan lain sebagainya. Tabir surya harus digunakan pada pasien dengan DA, tapi penggunaan agen nonkimia seperti tabir surya, titanium atau zinc oxide mungkin bisa menyebabkan iritasi lebih lanjut atau kontak dermatitis. Terapi farmakologis DA dapat dilakukan dengan menggunakan kortikosteroid topikal, antihistamin, imunomodulator topikal, dan sediaan tar.
Pada terapi, sangat penting untuk memilih bentuk sediaan obat. Jika lukanya basah maka harus dikeringkan, jika lukanya kering maka harus dibasahkan. Sediaan basah sangat berguna pada luka akut yang kering, luka radang sedangkan basis salep sangat berguna untuk luka kronik, penebalan. Pemilihan pembawa untuk luka kronik berdasarkan kecocokan pasien. Seringkali pasien dengan penyakit kulit kronis menggunakan berbagai tipe pembawa contohnya basis krim yang kering pada pagi hari dan basis salep pada malam hari walaupun berminyak namun merupakan emollient yang lebih baik. Formulasi obat dermatologik yang tersedia adalah larutan, suspensi, lotion kocok, serbuk, lotion, emulsi, gel, krim, salep dan aerosol.
Kortikosteroid topikal merupakan obat yang biasa digunakan dalam menangani inflamasi dan pruritus yang disebabkan oleh DA. Kortikosteroid topikal digunakan untuk pengobatan reaktif dalam jangka pendek untuk flare-ups akut. Penggunaan kortikosteroid topikal harus ditambah dengan emollients. Adapun obat-obat yang termasuk golongan kortikosteroid yaitu hidrokortison, prednisolon, derivat 9-α-fluor (triamcinolon, deksametason, betametason), derivat 6-α-fluor, derivat difluor (flutikason, flumitason), derivat klor (beklometason, mometason), derivat klor-fluor (klobetasol, fluklorolon).
Triamcinolon merupakan kortikosteroid sintetik poten yang digunakan untuk mengobati sejumlah autoimun dan kondisi alergi. Triamcinolon acetonide merupakan kortikosteroid terhalogenasi pertama yang digunakan secara topikal dengan luas dan ketika dikenalkan pertama kali ditemukan secara dramatis lebih efektif daripada beberapa dermatitis topikal sebelumnya. Triamcinolon merupakan kortikosteroid topikal pertama yang mempunyai efek terapeutik pada psoriasis.
I.       Penggunaan Triamcinolon Topikal
§  Indikasi: inflamasi dermatitis yang responsif terhadap steroid.
§  Kontraindikasi: hipersensitif terhadap triamcinolon atau bahan lain dalam formulasi, infeksi jamur sistemik, infeksi serius (kecuali septic shock dan tuberculous meningitis), terapi utama pada keadaan asmatikus, infeksi jamur, virus atau bakteri pada mulut dan tenggorokan.
§  Peringatan: jangan digunakan pada kulit terbuka atau luka.
§  Efek samping: gatal-gatal, alergi dermatitis kontak, kekeringan, folikulitis, infeksi kulit (kedua), hipertrikosis, erupsi menyerupai bentuk jerawat, hipopigmentasi, maserasi kulit, atrofi kulit, striae, miliaria, dermatitis perioral, atrofi mukosa oral.
§  Farmakologi: triamcinolon merupakan kortikosteroid terfluorinasi sintesis yang aktivitas glukokortikoid-nya meningkat hebat dan aktivitas mineralkortikoid-nya banyak berkurang dibanding kortisol. Aksi antiinflamasi triamcinolon adalah mensupresi atau mencegah tanda-tanda inflamasi seperti panas lokal, kemerahan, lembek, bengkak, tanpa menghiraukan penyebabnya. Mikroskopik utama awal (dilatasi kapiler, oedema, migrasi leukosit dan fagosit) dan tanda-tanda berikutnya (proliferasi kapiler dan fibroblas, deposisi kolagen) terhambat. Beberapa hal utama ini muncul karena terbentuknya inhibitor fosfolipase, lipokortin yang menurunkan suplai asam arakidonat untuk sintesis prostaglandin dan leukotrien.
§  Mekanisme aksi: menurunkan inflamasi dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan menurunkan permeabilitas kapiler, menekan sistem imun dengan menurunkan aktivitas dan volum sistem limfatik, menekan fungsi adrenal (pada dosis tinggi).
§  Dosis: cream dan ionment à aplikasikan lapisan tipis pada daerah dikehendaki 2 – 4 kali sehari; spray à aplikasikan pada daerah yang dikehendaki 3 – 4 kali sehari.
§  Nama dagang triamcinolon di Indonesia yaitu: Kenacort A®, Kenalog in orabase®, Ketricin

Dermatitis atopik merupakan penyakit kulit sangat gatal berupa bercak kemerahan bersisik, terdapat pada wajah dan daerah-daerah lipatan yang bisa menjadi basah dan mengering seperti koreng. Garukan dan gesekan akan menyebabkan infeksi, penebalan kulit dan likenifikasi.
Dermatitis atopik dibagi menjadi tiga fase yaitu:
1. Dermatitis atopik fase infantil (bayi usia 0-2 tahun)
2. Dermatitis atopik fase anak (anak usia 2-12 tahun)
3.Dermatitis atopik fase dewasa (usia 12-18 tahun)

Faktor pencetus
1. Penggunaan sabun atau detergen, bahan kimia yang dapat memicu rasa gatal pada kulit
2. Pakaian dari bahan wol atau berserat kasar
3. Keringat berlebihan, disebabkan lingkungan yang bersuhu panas/dingin dan kelembaban tinggi atau rendah, sinar matahari.
4. Akibat tungau debu rumah, bulu binatang, serbuk sari, karpet, dll.

Dermatitis atopik merupakan kondisi kambuhan yang dimulai pada masa anak-anak dan kadang terus berlanjut sampai manula. Dermatitis atopik tidak menular. Penyakit ini tidak dapat disembuhkan, namun penanganan yang tepat akan mencegah dampak negatif penyakit ini terhadap anak yang mengalami dermatitis atopik dan keluarganya.
Kecenderungan penderita dermatitis atopik yaitu sebagai berikut:
1. 5% dari anak-anak berusia kurang dari 5 tahun
2. 25% punya riwayat keluarga dengan asma, hay fever, konjungtivitis atau dermatitis dengan diastesi atopik.
3. kadar IgE serum meningkat

Sasaran
Terapi untuk penyakit dermatitis atopik ini lebih untuk mengatasi kekeringan kulit yang timbul, menghilangkan inflamasi, mengurangi rasa gatal, mengidentifikasi dan menghilangkan faktor pencetus.

Tujuan
Perawatan dan pengobatan dermatitis atopik harus dilakukan mengingat penyakit ini kronis dan sangat mengganggu. Banyak faktor yang menyebabkan kambuh antara lain alergen, infeksi kulit, iritasi, berkeringat, kedinginan, stress. Oleh karena itu pengobatan pada dasarnya dengan menghindari hal-hal tersebut. Tujuan dari terapi dermatitis atopik yaitu untuk (1) melembutkan kulit dengan emolien, (2) mengurangi rasa gatal dengan antihistamin oral, (3) mengurangi inflamasi dengan steroid topikal atau dengan tacrolimus topikal.

Strategi Terapi
Dermatitis atopik merupakan reaksi hipersensitivitas dan dapat kambuh hingga usia dewasa sehingga mungkin sulit untuk diatasi. Namun terapi tetap dapat dilakukan dengan pinsip melembabkan kulit dengan menggunakan emolien dan mengurangi rasa gatal dengan antihistamin oral ditambah dengan penggunaan NSAID untuk mengurangi inflamasinya. Pada terapi kali ini akan dijelaskan tentang penggunaan tacrolimus topikal untuk pengobatan dermatitis atopik.


Terapi Farmakologis Tacrolimus
Tacrolimus merupakan hasil fermentasi dari Streptomyces tsukubaensis dan diisolasi pertama kali pada tahun 1984. Tacrolimus bekerja dengan menghambat transkripsi gen pembentuk sitokin pada limfosit T. Tacrolimus memiliki aktivitas immunosupresif seperti cyclosporine, namun dengan volume yang sama tacrolimus memiliki daya yang lebih kuat. Tacrolimus dapat digunakan pada preparat topikal untuk terapi dermatitis atopik berat.
·         Indikasi:
Untuk terapi jangka panjang dan pendek dermatitis atopik
·         Kontra indikasi: hipersensitif terhadap makrolid
Bentuk sediaan :
Salep 0.03% x 10 g
Salep 0.1% x 10 g
Dosis:
a. Dewasa : oleskan tipis (kandungan salep 0.03% – 0.1%) pada daerah kulit yang terkena, lanjutkan sampai satu minggu hingga gejala dan tanda dari dermatitis atopik hilang.
b. Anak (usia kurang dari 2 tahun) : oleskan tipis (kandungan salep 0.03%) pada daerah kulit yang terkena, lanjutkan sampai satu minggu hingga gejala dan tanda dari dermatitis atopik hilang.

Efek samping:
– Rasa panas terbakar, tersengat atau gatal biasanya bersifat ringan sampai sedang dan cenderung membaik dalam waktu 1 minggu terapi.
– Penglihatan kabur
– Masalah liver & ginjal (Nefrotoksik)
– Tremor, hipertensi, hipomagnesemia, kram, neuropathy
– Meningkatnya terjadinya infeksi jamur, virus
– Diare, muntah
– Kurangnya nafsu makan
– Insomia

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Obat topical adalah obat yang diberikan dengan  cara mengoleskan dan  memberikan efek local missal pada kulit yang bertujuan untuk memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut, pada mata yang yang biasa berbentuk tetes mata yang bertujuan untuk mengobati gangguan pada mata, untuk mendilatasi pupil pada pemeriksaan ‘struktur internal mata, untuk melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata,untuk mencegah kekeringan pada mata dan juga pemberian obat topical pada telinga yang bertujuan untuk memberikan effek terapi lokal (mengurangi peradangan, membunuh organisme penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal), menghilangkan nyeri.
B.     Saran
Diharapkan kepada pembaca setelah selesai membaca makalah ini supaya dapat memahai pengertian obat topical dan cara pemberian obat topical










DAFTAR PUSTAKA
1.      Davey, P., 2003, At a Glance MEDICINE, Erlangga, Jakarta.
2.      Tatro, D. S., 2004, A to Z Drugs Facts, 5th Edition, Wolters Kluwer Health, Inc., USA
3.      Amiruddin M D, 2005, Penatalaksanaan Dermatitis Atopik. Jurnal Med Nus Vol. 26 No. 1 Januari-Maret 2005.
4.      Corwin, Elizabeth, J, 2000, Buku Saku Patofisiologi, 606-607, EGC, Jakarta.
5.      Tan, H. T., dan Rahardja, K., 2003, Obat-obat Penting, 688 – 690, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar