SELAMAT DATANG DI BLOG KEPERAWATAN SEMOGA ILMU YANG SAYA BAGIKAN DAPAT BEERMANFAAT BAGI ANDA SEMUA

Jumat, 26 Juni 2015

MAKALAH FARMAKOLOGI PD SISTEM PERKEMIHAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Cairan sangat diperlukan oleh tubuh. Sebagian besar penyusun tubuh adalah cairan. Cairan ini digunakan untuk proses metabolisme sel. Proses metabolisme inilah yang nantinya akan menghasilkan energy dan kemudian digunakan untuk melangsungkan proses kehidupan. Anjuran untuk mengkonsumsi air minum sebanyak 8 gelas air atau sebanding dengan 2 liter setiap harinya, tentu menjadikan tanda tanya dalam pikiran kita. Apa yang terjadi dalam tubuh kita dengan air sebanyak itu. Dari sekian banyak air yang kita minum tentunya tidak semua air tersebut diserap dan digunakan oleh tubuh.
Segala bentuk cairan yang masuk dalam tubuh akan diserap di usus halus yang kemudian masuk ke pembuluh darah dan akan disebarkan ke seluruh tubuh.  Sebelum diedarkan ke seluruh tubuh tentunya cairan ini akan melalui tahap filtrasi terlebih dahulu di ginjal tepatnya di glomerolus. Setiap  menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung plasma mengalir melalui semua glomurolus dan sekitar 10 persen dari jumlah plasma tersebut disaring keluar. Plasma yang berisi semua garam, glukosa dan benda halus lainnya disaring. Sel dan protein plasma terlalu besar untuk dapat menembusi pori saringan dan tetap tinggal pada aliran darah. Zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh ini kemudian disebar ke seluruh tubuh. Dan zat-zat yang tidak diperlukan tubuh ini dilanjutkan perjalanannya ke tubulus dan akan dikeluarkan oleh tubuh melalui sistem perkemihan.
Bisa kita bayangkan apa yang terjadi apabila zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh yang bersifat toksik ini tidak dikeluarkan oleh tubuh. Maka pasti akan terjadi gangguan atau kelainan pada sistem perkemihan kita.
Sebagai perawat tentunya akan sering kita temui orang-orang yang mengalami gangguan pada sistem perkemihan. Makalah ini disusun penulis agar penulis dan pembaca memperoleh pengetahuan tentang gangguan serta pengobatan sistem perkemihan.

B.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Adapun penulis menyusun makalah ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang implikasi proses keperawatan dalam pemberian obat sistem perkemihan.
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui berbagai jenis obat yang digunakan dalam sistem perkemihan;
b.      Mengetahui jenis klasifikasi obat-obat sistem perkemihan;
c.       Mengetahui dosis yang benar dalam pemberian obat sistem perkemihan;
d.      Mengetahui efek samping pemberian obat sistem perkemihan;
e.       Mengetahui implementasi keperawatan dalam penggunaan obat pada sistem perkemihan.




BAB II
KONSEP OBAT FARMAKOLOGI DALAM SISTEM PERKEMIHAN

A.    Antiseptik Saluran Kemih
Antiseptik saluran kemih terbatas hanya untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Obat bekerja pada tubulus ginjal dan kandung kemih, sehingga efektif dalam mengurangi pertumbuhan bakteri. Urinalis dan pembiakan serta tes sensitifitas biasanya dilakukan sebelum dimulainya terapi obat. Kelompok antiseptik saluran kemih adalah nitrofurantoin, metenamin, quinolon, dan trimetoprim.

1.      Nitrofurantoin
Nitrofurantoin (Furadantin, Macrodantin) pertama kali diresepkan untuk ISK pada tahun 1953. Nitrofurantoin merupakan bakteriostatik atau bakterisidal, tergantung dari dosis obat, dan efektif untuk melawan banyak organisme gram positif dan gram negatif, terutama terhadap E. coli. Obat ini dipakai untuk pengobatan ISK akut dan kronik. Pada fungsi ginjal yang normal, obat akan cepat dieliminasi karena waktu paruhnya yang singkat yaitu 20 menit; tetapi obat ini dapat menumpuk pada serum jika terjadi gangguan saluran kemih. Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap nitrofurantoin, tetapi pada populasi mutan resisten yang peka terhadap nitrofurantoin jarang ada. Resistensi klinis muncul secara lambat. Tidak ada restisten silang di antara nitrofurantoin dan obat antimikroba lain.
Mekanisme kerja nitrofurantoin tidak diketahui, diduga obat ini mengahmabat sistem enzim bakteria termasuk siklus asam trikarboksilat. Aktivitas nitrofurantoin sangat diperkuat pada pH 5,5 atau kurang.
·         Farmakokinetik
Nitrofurantoin diabsorbsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat dimetabolisme dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri sistemik. Di dalam ginjal, obat ini di ekskresikan ke dalam urin baik dengan filtrasi glomerulus maupun dengan sekresi tubulus. Dengan dosis harian rata-rata, konsentrasi g/mL dicapai di dalam urin. Pada gagal ginjal, kadar di dalam urin tidak cukup untuk kerja antibakteri, tetapi kadar dalam darah yang tinggi dapat menyebabkan keracunan. Nitrofurantoin memberikan warna coklat pada urin.
·         Indikasi Klinik
Obat ini adalah salah satu alternatif untuk pengobatan infeksi saluran kemih bawah tanpa komplikasi dan pencegahan rekurens infeksi saluran kemih bawah.
·         Penggunaan Klinik
Dosis harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa ialah 100 mg per oral 4 kali sehari yang dimakan bersama makanan atau susu. Nitrofurantoin tidak boleh diberikan kepada pasien infusiensi ginjal yang berat. Nitrofurantoin dapat diberikan berbulan-bulan untuk menekan infeksi kronis saluran kemih. Lebih disukai untuk mempertahankan pH urin di bawah 5,5. Dosis tunggal harian nitrofurantoin, 100 mg, dapat mencegah kekambuhan infeksi saluran kemih pada wanita.
Nitrofuran lain, furazolidon 400 mg/hari per oral (5-8 mg/kg/hari pada anak-anak dapat mengurangi diare karena kolera dan mungkin memperpendek ekskresi vibrio. Obat ini biasanya tidak berhasil untuk shigelosis.

·         Efek Samping
a.       Toksisitas Langsung : Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping utama (dan sering) nitrofurantoin. Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Nitrofurantoin mengantagonis efek asam nalidiksat.
b.      Reaksi Alergi : Berbagai rash pada kulit, infiltrasi ke paru-paru, dan reaksi hipersensitif lain.
·         Interaksi Obat
Nitrofurantoin berinteraksi pada antasida terutama yang mengandung Mg trisilikat dapat menurunkan absorbsi obat ini. Obat ini mengantagonis asam nalidiksat dan oksolinat. Kadar serum fenitoin menurun bila diberikan bersamaan dengan obat ini.
·         Sediaan dan Dosis
Nitrofurantoin tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul 50 mg, 100 mg, serta suspensi.
Dosis dewasa : 3-4x sehari 50 mg/hari.
Anak-anak : 5-7 mg/kg/BB/hari dibagi 4 dosis.

2.      Metenamin
Metenamin (Mandelamine, Hiprex) menimbulkan efek bakterisidal jika pH urin kurang d 5,5. Obat ini tersedia dalam bentuk garam mandelat (masa kerja singkat) dan sebagai garam hipurant. Metenamin efektif dalam melawan organisme gram positif dan gram negatif, terutama E Coli dan Pseudomonas aeruginosa. Obat ini dipakai untuk infeksi saluran kemih kronik. Obat ini cepat diabsorpsi melalui saluran gastrointestinal, dan sekitar 90% dari obat ini diekskresi tanpa mengalami perubahan. Metenamin membentuk amonia dan formaldehida dalam urin yang asam; oleh karena itu, urin perlu diasamkan untuk menghasilkan efek bakterisidal. Sari buah cranberry (beberapa gelas ukuran delapan ounce perhari), asam askorbat, dan amonium klorida dapat diapakai untuk menurunkan pH urin.
·         Farmakokinetik
Metenamin dan garamnya diabsorbsi secara tepat disaluran cerna setelah pemberian secara oral, dan 10-30% dari dosis yang diberikan dihidrolisis oleh asam lambung sehingga obat ini sebaiknya diberikan dalam bentuk salut enterik.
Meskipun obat ini didistribusikan ke seluruh cairan tubuh termasuk sel darah merah, cairan serebrospinalis dan sinovial, serta pleura, tetapi obat ini tidak menunjukkan aktivitas antibakteri karena formaldehid tidak terbentuk pada pH fisiologis. Lebih dari 90% obat ini diekskresikan kedalam urin dan lebih dari 20% nya dihirdolisis menjadi formaldehid bebas.
·         Indikasi
Obat ini digunakan untuk profilaksis infeksi saluran kemih rekurens. Obat ini sangat bermanfaat pada prostatitis dan neurogenik bladder, dan terbentuk residu urine karena waktunya cukup untuk membentuk formaldehid.
·         Efek Samping
Metenamin dan garamnya cukup aman serta relatif ditoleransi dengan baik. Efek samping yang biasanya terjadi adalah gangguan saluran cerna yang meliputi mual, muntah, dan diare terutama bila dosis obat diberikan lebih dari 4x500 mg/hari, meskipun diberikan dalam bentuk salut enterik. Dengan dosis besar juga, mungkin dapat menimbulkan iritasi saluran kemih yang ditandai dengan disuria dan hematuria. Bila keluaran urin menurun, metenamin dapat menimbulkan kristaluria. Selain itu juga terdapat beberapa reaksi alergi terhadap zat warna pada Hiprex.
·         Interaksi Obat
Obat-obat yang meningkatkan pH urin (seperti asetazolamid dan natrium bikarbonat) mencegah hidrolisis metamin menjadi formaldehid. Metenamin tidak boleh diberikan bersamaan dengan golongan sulfa karena akan meningkatkan terjadinya kristaluria.
·         Sediaan dan Dosis
Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 500 mg dan 1 g serta suspensi.
Metenamin Mandelat
Metenamin Hipurat
Dewasa : 4x1 gr/hari setelah makan

Anak 6-12 tahun : 4x500 mg/hari
Anak < 6 tahun : 18,3 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis
Dewasa dan anak > 12 tahun : 2x1 gr/hari
Anak 6-12 tahun : 2x500 mg/hari atau 25-50mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis

3.      Quinolon
Quinolon merupakan salah satu dan kelompok antiseptik saluran kemih terbaru dan efektif dalam melawan ISK bagian bawah. Asam nalidiksat (NegGram) dikembangkan pada tahun 1964, dan sinoksasin (Cinobac), norfloksasin (Noroxin), dan siprofloksasin hidroklorida (Cipro) dipasarkan pada tahun 1980an. Quinolon terbaru (sinoksasin, norfioksasin, dan siprofloksasin) efektif dalam melawan banyak macam ISK. Dosis obat harus diturunkan jika terdapat disfungsi ginjal. Waktu paruh dari obat-obat iniadalah 2-4 jam tetapi menjadi lebih lama jika terdapat disfungsi ginjal.
·         Farmakokinetik
Sinoksasin diabsorpsi dengan baik dan saluran gastrointestinal, dan 35% dari norfloksasin diabsorpsi dari saluran gastrointestinal. Sinoksasin tinggi berikatan dengan protein, tetapi norfloksasin hanya 10-15% yang berikatan dengan protein. Waktu paruh dari ke dua obat ini adalah singkat; obat-obat ini biasanya diberikan dua kali sehari.  Baik sinoksasin maupun norfloksasin diekskresi sebagai metabolit tanpa mengalami perubahan ke dalam urin. Selain itu sebagian dari metabolit norfloksasin diekskresikan ke dalam feses.
·         Farmakodinamik
Sinoksasin dan norfloksasin menghambat sintesis DNA bakteri. Norfloksasin merupakan obat antibakterial saluran kemih yang kuat dan efektif untuk melawan mikroorganisme gram positif dan gram negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa. Sinoksasin juga efektif dalam melawan banyak organisme yang sama.
Mula kerja dari kedua obat ini tidah diketahui. Waktu untuk mencapai konsentrasi puncak dari kedua obat ini adalah sama, 1-2 jam. Lama kerja sinoksasin adalah 10-12 jam tetapi untuk norfloksasin tidak diketahui. Antasid mengurangi absorpsi obat- obat ini. Probenesid memperpanjang kerja sinoksasin dan norfloksasin. Obat-Obat ini mempengaruhi hasil dari beberapa pemeriksaan Iaboratorium, mungkin menyebabkan peningkatan BUN, kreatinin serum, alkali fosfatase serum, SGOT dan SGPT serum.
·         Efek Samping
Pemakaian asam nalidiksat dapat menimbulkan efek samping berikut: sakit kepala, pusing, sinkope (pingsan), neuritis penifer, gangguan penglihatan, dan ruam kulit. Mual, muntah, diare, sakit kepala, dan gangguan penglihatan dapat terjadi pada pemakaian sinoksasin dan norfloksasin.


EFEK SAMPING
(S&N) Mual, muntah, kram, pusing, sakit kepala, fotofobia, ruam kulit
(S) Pruritus, diare
(N) Konstipasi
NORFLOKSASIN (N)
(Noroxin)
SINOKSASIN (S)
(Cinobac)
KONTRADIKSI
(S&N) Penyakit hati dan ginjal yang berat, riwayat serangan kejang
INTERAKSI
(S&N) Probenesid, antasid
(N) Teofilin
Pemeriksaan laboratorium :
(S&N) Peningkatan BUN, kreatinin, ALP, SGOT, SGPT serum



REAKSI YANG MERUGIKAN
(S) Serangan kejang
(N) Kristaluria
EFEK TERAPEUTIK
(S) Mengobati ISK dan mencegah kekambuhan ISK
(N) Mengobati ISK yang berat akibat organisme gram negatif
FARMAKOKINETIK
Absorbsi : PO;
(S) Diabsorbsi dengan buruk
(N) 35% diabsorbsi
Distribusi : PP;
(S) 60-80%
(N) 10-15%
Metabolisme : t½;
(S) 1,5-2 jam
(N) 3-4 jam
Eliminasi: (S&N)
Dieksresi ke dalam urin tanpa mengalami perubahan
(N) Beberapa diekskresi di feses
FARMAKODINAMIK
(S) PO: Mula : TD
  P: 1-2 jam
  L: 10-12 jam
(N) PO: Mula: TD
  P:1-2 jam
  L: TD
Skema 1 membandingkan persamaan dan perbedaan antara kedua obat quinolon, sinoksasin dan norfloksasin.



KET :
PO: per oral, PP: pengikatan pada protein, t½: waktu paruh
P: waktu mencapai kadar puncak L: lama kerja
TD: tidak diketahui.


 


4.      Trimetoprim
Trimetoprim (Proloprim, Trimpex) dapat dipakai tersendiri untuk pengobatan ISK atau dalam kombinasi dengan sulfonamid, sulfametoksazol (preparat kombinasi mi secara generik dikenal sebagai ko-trimoksazol), untuk mencegah terjadinya organisme yang resisten terhadap trimetoprim. Obat ini menghasilkan efek bakterisidal dengan masa kerja lambat untuk melawan hampir semua organisme gram positif dan gram negatif. Trimetoprim dipakai untuk pengobatan dan pencegahan ISK akut dan kronik. Jumlah trimetropim dalam cairan prostat adalah kira-kira dua sampai tiga kali lebih besar dari jumlahnya dalam cairan vaskular. Dalam keadaan normal waktu paruh dari trimetoprim adalah 9-11 jam; waktu paruhrya akan lebih panjang jika terdapat disfungsi ginjal.
·         Farmakokinetik
Absorbsi melalui saluran cerna cepat dan lengkap, kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 2 jam dan waktu paruh 11 jam. Distribusi cepat ke seluruh jaringan termasuk SSP, saliva dan empedu yang kadarnya cukup tinggi.
·         Efek Samping
Efek sampingnya terutama gejala-gejala gastrointestinal, yaitu mual dan muntah; dan masalah kulit, seperti ruam kulit dan pruritus. Untuk menghindari resistensi lebih lanjut yang semakin sering terjadi, sebaiknya jangan digunakan sebagai obat pencegah. Resistensi dari kuman uropatogen terhadap trimetoprim sudah meningkat.
·         Dosis
Dosis, setiap malam 300 mg selama 3-7 hari atau 2 dd 200 mg. Untuk anak-anak 5-12 tahun: 2 dd 3 mg/kg BB.

OBAT
DOSIS
PEMAKAIAN DAN PERTIMBANGAN
Nitrofurantoin (Furadantin, Macrodantin)
D: PO: 50-100 mg. q.i.d., p.c.
Untuk ISK akut dan kronik. Klirens kreatinin yang normal menjamin efektifitas obat. Neuropati perifer merupakan efek yang merugikan. Dapat menimbulkan iritasi gastrointestinal. Dipakai bersama makanan dapat mengurangi rasa tidak enak pada gastrointestinal.
Metenamin (Mandelamine)
D: PO: 1 g, setiap 12 jam untuk garam hipurat, atau q.i.d. untuk garam mandelat.
Untuk ISK kronik. pH urin harus asam (< 5,5). Tidak boleh dipakai bersama sulfonamid. Dapat menyebabkan kristaluria, sehingga perlu banyak minum. Dapat menimbulkan iritasi gastrointestinal, sehingga obat perlu dipakai bersama makanan.
Trimetropim (Protoprim,Trimpex)
D: PO: 100 mg, setiap 12 jam.
Untuk pencegahan dan pengobatan ISK akut dan kronik baik pada pria maupun pada wanita. Dosis tinggi dapat menimbulkan rasa tidak enak pada gastrointestinal. Obat dapat dikombinasi dengan sulfametoksazol (Bactrim).
Quinolon
Asam nalidiksat (NegGram)

D: PO: 1 g, q.i.d., selama 1-2 minggu, 1 g, b.i.d., untuk pemakaian jangka panjang.
A: PO: 55 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 4 selama 1-2 minggu; 33 mg/kg/hari untuk pemakaian jangka panjang.

Untuk ISK akut dan kronik. Resistensi obat dapat terjadi. Tinggi berikatan dengan protein. Tidak didistribusikan ke dalam cairan prostat.
Sinoksasin (Cinobac)
D: PO: 1 g/hari, dalam dosis terbagi 2-4 selama 1-2 minggu.
Untuk ISK akut dan kronik. Lebih efektif daripada asam nalidiksat. Diabsorbsi ke dalam jaringan prostat.
Norfloksasin (Noroxin)
D: PO: 400 mg, b.i.d., selama 1-2 minggu.
Untuk ISK akut dan kronik. Merupakan obat yang paling kuat dari kelompok quinolon. Makanan dapat menghambat absorbsi obat.
Siprodoksasin (Cipro)
D: PO: 250-500 mg, setiap 12 jam, infeksi berat; 500-750 mg, setiap 12 jam.
Mempunyai efek antibakterial spektrum luas. Untuk ISK, infeksi kulit dan jaringan lunak, serta infeksi tulang dan sendi. Antasid menghambat absorbsi obat.
Tabel 1 memuat daftar antiseptik saluran kemih, dosis, pemakaian, dan pertimbangan pemakaiannya.

KET : D: dewasa, A: anak-anak, PO: per-oral.



5.      Interaksi Obat-Obat
Interaksi obat-obat berikut ini dapat terjadi :
1.      Asam nalidiksat meningkatkan efek warfarin (Coumadin).
2.      Antasid mengurangi absorbsi nitrofurantoin.
3.      Kebanyakan dari antiseptiksaluran kemih menyebabkan hasil positif palsu pada pemeriksaan Clinitest.
4.      Natrium bikarbonat menghambat kerja metenamin.
5.      Metenamin yang dipakai bersama sulfonamida meningkatkan risiko terbentuknya kristaluria.

B.     Analgesik Saluran Kemih
Fenazopiridin hidroklorida (Pyridium), suatu analgesik zat warna azo, merupakan suatu analgesik saluran kemih yang telah dipakai sejak 40 tahun yang lalu. Obat ini dipakai untuk meredakan nveri, rasa terbakar, dan sering berkemih serta rasa dorongan berkemih yang merupakan gejala dan ISK bagian bawah. Obat ini dapat menimbulkan gangguan gastrointestinal, anemia hemolitik, nefrotoksisitas, dan hepatotoksisitas. Urin akan berubah warna menjadi jingga kemerahan akibat zat warna, tetapi hal ini tidak membahayakan. Fenazopiridin dapat mengubah pemeriksaan glukosa urin (Clinitest), sehingga pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk memantau kadar gula.
·         Farmakokinetik
Fenazopiridin diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Persentase pengikatan pada protein dan waktu paruhnya tidak diketahui. Fenazopiridin dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan ke dalam urin, yang berwarna jingga kemerahan akibat zat warna dalam obat yang tidak berbahaya.
·         Farmakodinamik
Fenazopiridin telah tersedia sejak beberapa dasawarsa yang lalu untuk mengurangi nyeri dan rasa tidak enak sewaktu berkemih. Obat ini mempunyai efek anestetik pada selaput lendir saluran kemih; tetapi cara kerja pastinya tidak diketahui. Waktu untuk mencapai konsentrasi dalam serum untuk obat ini adalah 5 jam, dan lama kerjanya adalah 6-8 jam. Fenazopiridin biasanya diberikan beberapa kali dalam sehari. Pada penyakit hati atau ginjal yang berat, hepatotoksisitas atau nefrotoksisitas, berturut-turut, dapat terjadi.
·         Indikasi
Obat ini digunakan untuk mengurangi nyeri, rasa terbakar, urigensi dan frekuensi kencing yang berlebihan yang erat kaitannya dengan iritasi saluran kemih. Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh infeksi (sistitis), trauma, pembedahan, endoskpi serta kateterisasi. Obat ini sebaiknya dihentikan apabila nyeri sudah terkontrol atau tidak boleh dilanjutkan setelah 48 jam pemakaian karena tidak ada bukti bahwa kombinasi obat ini dengan antibiotika lebih bermanfaat dibandingkan dengan pemberian obat ini secara tunggal.
·         Efek Samping
Efek samping yang paling sering adalah gangguan saluran cerna dan pusing. Obat ini membentuk warna urin menjadi oranye atau merah. Dan ada pada beberapa kasus anemia hemoitik, gangguan ginjal dan hati yang timbul, terutama pada pemberian dosis takar lajak.




Skema 2 menjelaskan perilaku farmakologik dari fenazopiridin.
FENAZOPIRIDIN
(Pyridim)
KONTRADIKSI
Penyakit hati dan ginjal yang berat
INTERAKSI
Tidak diketahui



FARMAKOKINETIK
Absorbsi : PO; diabsorbsi dengan baik
Distribusi : PP; TD
(Metabolisme : t½; TD
Eliminasi: ke dalam urin
FARMAKODINAMIK
PO: Mula : TD
  P: 5 jam
  L: 6-8 jam
EFEK TERAPEUTIK
Meredakan iritasi saluran kemih akibat infeksi
EFEK SAMPING
Anoreksia, mual, muntah, diare, sakit ulu hati, ruam kulit, urin berwarna jingga-merah
REAKSI YANG MERUGIKAN
Hepatotoksisitas, nefrotoksisitas, trombositopenia, agranulositopenia, lekopenia, anemia hemolitik
 






















KET : PO: per oral, PP: pengikatan pada protein, t½: waktu paruh, P: waktu mencapai kadar puncak, L: lama kerja, TD: tidak diketahui.




C.    Perangsang Saluran Kemih
Jika fungsi kandung kemih menurun atau hilang akibat kandung kemih neurogenik (suatu disfungsi akibat lesi pada sistem saraf) akibat cedera medula spinalis (paraplegia, hemiplegia) atau cedera kepala yang berat, maka dapat dipakai parasimpatomimetik untuk merangsang miksi (berkemih). Obat pilihannya, yaitu betanekol klorida (Urecholine), merupakan suatu perangsang saluran kemih, juga dikenal sebagai parasimpatomimetik yang bekerja langsung (kolinomimetik), dan obat ini bekerja dengan meningkatkan tonus kandung kemih.

D.    Antispasmodik Saluran Kemih
Spasme saluran kemih akibat infeksi atau cedera dapat diredakan dengan antispasmodik yang bekerja langsung pada otot polos dari saluran kemih. Kelompok obat-obat ini (dimetil sulfoksida juga dikenal dengan DMSOI, oksibutinin, dan flavoksat) merupakan kontraindikasi jika terdapat obstruksi saluran kemih atau gastrointestinal, atau jika orang tersebut menderita glaukoma. Antispasmodik mempunyai efek yang sama dengan antimuskarinik, parasimpatolitik, dan antikolinergik. Efek sampingnya meliputi mulut kering, peningkatan denyut jantung, pusing, distensi usus halus, dan konstipasi.




Tabel 2 memuat obat-obat yang tergolong dalam analgesik, perangsang, dan antispasmodik saluran kemih.
OBAT
DOSIS
PEMAKAIAN DAN PERTIMBANGAN
Analgesik Saluran Kemih
Fenazopiridin (Pyridium)


D: PO: 100-200 mg, t.i.d., p.c.
A: PO: 12 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3


Untuk sistisis kronik untuk meredakan nyeri dan rasa terbakar sewaktu berkemih. Urin akan berwarna jingga kemerahan. Dapat dipakai bersama-sama dengan antibiotik.
Perangsang Saluran Kemih
Betanekol (Urecholine)


D: PO: 10-50 mg, b.i.d., t.i.d., q.i.d.


Untuk kandung kemih yang hipotonik atau atonik. Tidak boleh dipakai jika terdapat tukak peptik, dapat menimbulkan rasa tidak enak pada ulu hati, kram abdomen, mual, muntah, diare, dan kembung.
Antispasmodik Saluran Kemih
Flavoksat (Urispas)




Oksibutinin (Ditropan)




Dimetil sulfoksida (Demasorb)


D: PO: 100-200 mg, t.i.d., atau q.i.d.


D: PO: 5 mg, b.i.d., atau t.i.d.
A (< 5 tahun): PO: 5 mg, b.i.d.

Diteteskan pada kandung kemih: 50 mL


Untuk spasme saluran kemih. Harus dihindari oleh penderita glaukoma. Hati-hati pemakaiannya pada orang lanjut usia.

Untuk spasme saluran kemih. Merupakan kontraindikasi pada orang yang mengalami masalah pada jantung, ginjal, hati, dan prostat.

Untuk sistitis. Dimasukkan ke dalam kandung  kemih untuk didiamkan selama 15 menit. Efek tambahannya adalah peradangan, anastetik, dan bakteriostatik.
KET : D: dewasa, A: anak-anak, PO: sesudah makan, >: lebih dari

E.     Diuretik
Diuretika adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan natrium klorida. Secara normal, rearbsorbsi garam dan air dikendalikan masing-masing oleh aldosteron dan vasopresin (hormon antidiuretik, ADH). Sebagian besar diuretik bekerja dengan menurunkan rearbsobsi oleh tubulus (atas). Ekskresi elektrolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Diuretik digunakan untuk mengurangi edema pada gagal jantung kongestif, beberapa penyakit ginjal, dan sirosis hepatis. Beberapa diuretik, terutama tizaid secara luas digunakan pada terapi hipertensi, namun kerja hipotensif jangka panjangnya tidak hanya berhubungan dengan sifat diuretiknya.
Tizaid dan senyawa yang berkaitan bersifat aman, aktif secara oral, namun merupakan diuretik yang relatif lemah. Obat yang lebih efektif adalah high celling atau diuretik loop. Obat ini mempunyai awitan yang sangat cepat dan durasi kerja yang cukup pendek. Obat ini sangat kuat dan bisa menyebabkan ketidakseimbanangan elektrolit serta dehidrasi yang seruis. Metolazon merupakan obat yang berkaitan dengan tizaid dan aktivitasnya berada diantara diuretik loop dan tizaid. Metolazon mempunyai efek sinergis yang kuat dengan furosemid dan kombinasi tersebut bisa efektif pada edema yang resisten dan pada pasien dengan gagal ginjal yang seruis. Tizaid dan diuretik loop meningkatkan ekskresi kalium, dan mungkin dibutuhkan suplemen kalium untuk mecegah hipokalemia.
Beberapa diuretik bersifat ‘hemat kalium’. Duiretik ini lemah bila digunakan tersendiri, namum menyebabkan retensi kalium dan sering diberikan bersama tizaid atau diuretik loop untuk mencegah hipokalemia.

1.      Tizaid
Tizaid terbentuk dari inhibitor karbonat anhidrase. Akan tetapi aktivitas diuretik obat ini tidak berhubungan dengan efeknya pada obat tersebut. Tizaid digunakan secara luas pada terapi gagal jantung ringan dan hipertensi, dimana telah terbukti bahwa obat tersebut menurukan insidensi stroke. Terdapar banyak macam tizaid, namun satu-satunya perbedaan utama adalah durasi kerjanya. Yang paling banyak digunakan adalah bendroflumetiazid.
·         Mekanisme Kerja
Tizaid bekerja terutama pada segmen awal tubulus distal, dimana tizaid menghambat rearbsorbsi NaCl dengan terikat pada sinporter yang berperan untuk kontraspor Na+/Cl- elektronetral. Terjadi peningkatan eksresi Cl-, Na+ dan disertai H2O. Beban Na yang meningkat dalam tubulus distal menstimulasi pertukaran Na+ dengan K+ dan H+, meningkatkan sekresinya dan hipokalemia dan alkalosis metabolik.
·         Efek Simpang
Efek simpang termasuk kelemahan, impotensi dan kadang-kadang ruam kulit. Reaksi alergi yang serius (misalnya trombositopenia) jarang terjadi. Yang lebih sering terjadi adalah efek metabolik seperti berikut :
-          Hipokalemia bisa mempresitipasi aritmia jantung, terutama pada pasien yang mendapat digitalis. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian suplemen kalium bila dibutuhkan, atau terapi kombinasi dengan diuretik hemat kalium.
-          Hiperurisemia. Kadar asam urat dalam darah sering kali meningkat karena tizaid disekresi oleh sistem sekresi  asam organik dalam tubulus dan berkompetisi untuk sekresi asam urat. Keadaan in dapar mempresitipasi gout.
-          Toleransi glukosa bisa terhanggu dan tizaid adalah kontraindikasi pada pasien diabetes tidak tergantung insulin.
-          Lipid. Tizaid meningkatkan kadar kolesterol plasma paling tidak selama 6 bulan pertama pemberian obat, tetapi signifikansinya tidak jelas.

2.      Diuretik Loop
Diuretik loop (biasanya furosemid) diberikan secara oral dan digunakan untuk mengurangi edema perifer dan edema paru pada gagal jantung sedang sampai berat. Obat ini diberikan secara intravena pada pasien dengan edema paru akibat gagal ventrikel akut. Tidak seperti tizaid, diuretik loop efektif pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.
·         Mekanisme Kerja
Obat yang bekerja di loop menghambat rearbsorbsi NaCl dalam ansa Henle asendens segmen tebal. Segmen ini mempunyai kapasitas yang besar untuk merearbsorsi NaCl sehingga obat yang bekerja pada tempat ini menyebabkan diuresis yang lebih hebat daripada duiretik lain. Diuretik loop bekerja pada membran lumen dengan cara menghambat kontraspor Na+/K+/2Cl-. (Na+ secara aktif ditranspor keluar sel ke dalam intertisium oleh pompa yang tergantung pada Na+/K+ -ATPase di membran basolateral). Spesifisitas diuretik loop disebabkan oleh konsentrasi lokalnya yang tinggi dalam tubulus ginjal. Akan tetapi, pada dosis tinggi obat ini bisa menginduksi perubahan komposisi elektrolik dalam endolimfe dan menyebabkan ketulian.
·         Efek Simpang
Obat ini bekerja di loop dan dapat menyebabkan hiponatremia, hipotensi, hipovolemia, dan hipokalemia. Kehilangan kaliun seperti dengan pemberian tizaid, secara klinis seringkali tidak penting kecuali bila terdapat faktor resiko tambahan untuk aritmia (misalnya terapi dengan digoksin). Ekskresi kalium dan magnesium meningkat dan dapat terjadi hipomagnesemia. Penggunaan diuretik loop yang berlebihan (dosis tinggi, pemberian secara intravena) bisa menyebabkan ketulian yang tidak dapat pulih kembali.



3.      Diuretik Hemat Kalium
Diuterik ini bekerja pada segmen yang berespon terhadap aldosteron pada nefron distal, dimana homeostatis K+ dikendalikan. Aldosteron menstimulasi rearbsorbsi Na+ dengan mengantagonis aldosteron (spironolakton) atau memblok kanal Na+ (amilorid, triamteren). Hal ini menyebabkan potensial listrik epitel tubulus menurun, sehingga gaya untuk sekresi K+ berkurang. Obat ini dapat menyebabkan hiperkalemia berat, terutama pada pasien dengan gangguan ginjal. Hiperkalemia juga mungkin terjadi bila pasien mengkonsumsi inhibitor ACE (misalnya kaptopril), karena obat ini menurunkan sekresi aldosteron (dan selanjutnya ekskresi K+).
Sprinolakton secara kompetitif memblok ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma sehingga meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan menurunkan sekresi K+ yang ‘diperkuat oleh listrik’. Sprinolakton merupakan diuretik lemah, karena hanya 2% dari rearbsorbsi Na+ total yang berada dibawah kendali aldosteron. Sprinolakton digunakan terutama pada penyakit hati dengan asites, sindrom Conn, (hiperaldosteronisme primer) dan gagal jantung berat.
Amilorid dan triamteren menurunkan preamibilitas membran lumen terhadap Na+ pada distal nefron dengan mengisi kanal Na+ dan menghambatnya dengan perbandingan 1:1. Hal ini meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan menurunkan ekskresi K+.
BAB III
IMPLIKASI PEMBERIAN OBAT PADA SISTEM PERKEMIHAN DALAM PROSES KEPERAWATAN

A.    Implikasi Keperawatan : Antiseptik Saluran Kemih
Pengkajian
·         Kaji pasien untuk adanya tanda dan gejala infeksi saluran kemih (frekuensi, urgensi, nyeri dan rasa terbakar saat berurinasi; demam; urin keruh atau berbau busuk) sebelum dan secara periodik selama terapi.
·         Dapatkan spesimen untuk kultur dan sensitivitas sebelum dan selama pemberian obat.
·         Pantau perbandingan asupan dan haluaran. Beritahu dokter adanya selisih total yang signifikan.
·         Pertimbangan Tes Lab: HSD harus dipantau secara rutin pada pasien yang menjalani terapi jangka panjang.
·         Dapat menyebabkan peningkatan glukosa serum, alkaline fosfatase, BUN dan kreatinin.
·         Dapat menyebabkan hasil positif palsu pada tes glukosa urin dengan tembaga sulfat (Clinitest ). Gunakan metode tes enzimatik glukosa (Ketodiastix atau Tes-tape) untuk memeriksa glukosa urin.

Diagnosa Keperawatan Potensial
·         Resiko tinggi infeksi (indikasi).
·         Nyeri (indikasi).
·         Kurang pengetahuan sehubungan dengan program  pengobatan (penyuluhan pasien/keluarga).

Perencanaan
·         Tanda-Tanda dan gejala-gejala infeksi saluran kemih pada klien akan hilang dalam 10 hari.

Implementasi
·         PO: Berikan bersama makanan atau susu untuk meminimalkan iritasi GI, untuk memperlambat dan meningkatkan absorbsi, untuk meningkatkan konsentrasi puncak,  dan untuk memperpanjang durasi  konsentrasi terapeutik dalam urin.
·         Jangan menggerus tablet  atau membuka kapsul.
·         Berikan preparat cair denga alat ukur yang sudah dikalibrasi. Kocok dengan baik sebelum diberikan. Suspensi oral dapat dibantu dengan air, susu, jus buah atau formula bayi. Kumur dengan air setelah pemberian suspensi oral untuk mencegah perubahan warna gigi.

Penyuluhan Kepada Klien/Keluarga
Nitrofurantoin :
·         Instruksikan pasien untuk mengkonsumsi obat dalam 24 jam sesuai anjuran. Jika ada satu dosis yang terlewat, segera konsumsi dan buat jarak sekitar 2-4 jam dengan dosis berikutnya.  Jangan melewati atau menggandakan dosis yang terlupa.
·         Dapat menyebabkan pusing atau mengantuk. Peringatkan pasien untuk tidak mengendarai kendaraan atau melakukan aktifitas lain yang memerlukan kewaspadaan sampai respons terhadap obat diketahui.
·         Beritahu pasien bahwa obat ini dapat menyebabkan urin berwarna kuning-karat sampai cokelat, yang tidak berarti apa-apa.
·         Anjurkan pasien untuk memberitahu dokter jika terjadi demam, menggigil, nyeri dada, dispnea, ruam kulit, kebas atau kesemutan pada jari tangan dan kaki, atau ketidaknyamanan GI yang tidak dapat ditoleransi. Laporkan juga tanda-tanda superinfeksi (urin keruh  atau berbau busuk; iritasi perineum; disuria).
·         Instruksikan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter jika tidak ada perbaikan yang terlihat dalam beberapa hari setelah terapi dimulai.
Metenamin :
·           Nasehatkan klien untuk meminum sari buah cranberry atau meminum vitamin C atas persetujuan dokter untuk menjaga agar urin tetap asam. Makanan yang bersifat basa, seperti susu dan beberapa macam sayur-sayuran, dapat rneningkatkan pH urin. pH urin harus kurang dan 5,5 agar antiseptik dapat efektif.
Quinolon :
·           Nasehatkan klien untuk menghindari menjalankan mesin yang berbahaya atau mengemudikan mobil sewaktu memakai obat, terutama jika timbul rasa pusing.
·           Nasehatkan klien bahwa fotosensitivitas merupakan efek samping dan hampir Semua obat dalam kelompok ini. Klien harus menggunakan sunblock dan baju pelindun jika terkena sinar matahari.
·           Beritahu klien untuk minum sedikitnya enam sampai delapan gelas (gelas ukuran 8 ounce) cairan setiap harinya untuk mencegah pembentukan kristaluria.
Fenazopiridin :
·           Nasehatkan klien bahwa urin akan berubah warna menjadi jingga kemerahan yang tidak berbahaya.
Betanekol :
·           Beritahu klien untuk melaporkan jika mengalami rasa tidak enak pada abdomen, diare, mual, muntah, bertambahnya air liur, rasa dorongan berkemih, kulit wajah kemerahan, atau berkeringat.

Evaluasi
Efektifitas terapi ditunjukkan dengan:
·         Hilangnya tanda dan gejala infeksi. Terapi harus dilanjutkan selama minimal 7 hari dan selama sedikitnya 3 hari setelah urin menjadi steril.
·         Berkurangnya frekuensi infeksi pada terapi supersif kronik.

B.     Implikasi Keperawatan : Diuretik
Pengkajian
·         Informasi umum: Kaji status cairan selama terapi. Pantau berat badan harian, perbandingan asupan dan haluaran,  jumlah dan lokasi edema, bunyi paru, turgor kulit dan membran mukosa.
·         Kaji pasien untuk adanya anoreksia, kelemahan otot, kebas, kesemutan, parestesia, konfusi dan rasa haus yang berlebihan. Segera beritahu dokter bila terjadi tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit.
·         Peningkatan tekanan intracranial: Pantau status neurologik dan tekanan intracranial pada pasien-pasien yang menerima diuretic osmotik untuk menurunkan edema serebri.
·         Peningkatan tekanan intraokuler: Pantau nyeri mata yang menetap atau bertambah atau penurunan tajam penglihatan.
·         Pertimbangan tes lab: Pantau elektrolit (khususnya kalium) glukosa, darah, BUN dan kadar asam urat serum sebelum dan secara periodik selama terapi.
·         Diuretik tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol, lipoprotein densitas-rendah (LDL) dan trigliserida serum.

Diagnosis Keperawatan Potensial
·         Kelebihan volume cairan (indikasi)
·         Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan (penyuluhan pasien/keluarga)

Implementasi
·         Berikan diuretic oral di pagi hari untuk menghindari terganggunya siklus tidur.
·         Banyak diuretic tersedia dalam kombinasi dengan antihipertensi atau diuretic hemat kalium.

Penyuluhan Pasien/Keluarga
·         Informasi umum: Peringatkan pasien untuk melakukan perubahan posisi secara perlahan guna meminimalkan hipotensi ortostatik. Peringatkan pasien bahwa penggunaan alcohol , latihan dalam cuaca panas, atau berdiri untuk waktu lama selama terapi dapat memperkuat hipotensi ortostatik.
·         Instruksikan pasien untuk berkonsultasi dengan dokter mengenai pedoman kalium diet.
·         Instruksikan pasien untuk memantau berat badan setiap minggu dan memberi tahu dokter bila terdapat perubahan yang bermakna. Intruksikan pasien yang menderita hipertensi mengenai teknik yang benar memantau tekanan darah setiap minggu. 
·         Peringatkan pasien untuk menggunakan tabir surya dan pakaian pelindung guna mencegah reaksi fotosensitivitas.
·         Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dahulu dengan dokter atau apoteker sebelum menggunakan obat bebas bersama obat ini.
·         Instruksikan pasien untuk memberi tahu dokter atau dokter gigi mengenai program pengobatan ini sebelum dilakukan tindakan atau pembedahan.
·         Anjurkan pasien untuk segera menghubungi dokter bila terjadi kelemahan otot, kram, mual, pusing, kebas atau kesemutan pada ekstremitas.
·         Tekankan pentingnya pemeriksaan tindak lanjut yang rutin.
·         Hipertensi: Tekankan pentingnya melanjutkan terapi tambahan untuk hipertensi (pengurangan berat badan, latihan teratur, pembatasan asupan natrium, pengurangan stress, pengurangan konsumsi alcohol, dan berhenti merokok)

Evaluasi
Efektivitas terapi ditunjukkan dengan:
·         Menurunnya tekanan darah
·         Meningkatnya haluaran urin
·         Berkurangnya edema
·         penurunan tekanan intracranial
·         tidak terjadinya hipokalemia pada pasien-pasien yang mendapat diuretic
·         pengobatan hiperaldosteronemia
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Penggunaan obat tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus ada serangkaian pemeriksaan sebelum memutuskan memberikan obat kepada pasien. Juga harus ada pengecekan berulang kali sebelum memberikan obat kepada pasien sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terburuk yang akan terjadi apabila ceroboh dalam pemberian obat.
Kepatuhan dalam pemberian obat terjadi apabila aturan pakai obat diresepkan serta pemberiannya di rumah sakit diikuti dengan benar. Sehingga sangat bijaksana jika perawat mau mengecek obat yang akan diberikan demi kesembuhan pasien.
Cara pemberian obat pada klien yang menderita gangguan pada sistem perkemihan pun harus diperhatikan para perawat sebagaimana kita ketahui bahwa peran dari saluran perkemihan sangat penting dalam proses pengeluaran zat-at yang tidak digunakan oleh tubuh dan zat-zat yang mengandung toxic.

B.     Saran
Adapun saran dalam makalah yang telah kami susun ini ialah :
1.      Sebaiknya tidak sembarangan atau mengira-ngira dalam memberikan dosis obat kepada pasien.
  1. Kaji penyakit pasien sebelum memberikan obat, dan berikan obat sesuai dengan tujuan pemberian.
  2. Jangan memberikan obat yang efek samping yang tinggi yang tidak sesuai dengan kemampuan tubuh pasien dalam mencerna, hal itu dapat menimbulkan terjadinya hal yang fatal bagi pasien.


DAFTAR PUSTAKA
Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. In: Suyono HS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 3rd edition. Jakarta, FKUI. 2001.
Purnomo BB: Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition . Jakarta, Sagung Seto. 2003
Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A, Stamm WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract Infection in Young Women. N Engl J Med 1996; 335: 468-474.
Burke JP. Infection Control- A Problem for Patient Safety. N Engl J Med2008; 348: 651-656.
Kennedy ES. Pregnancy,Urinary Tract infections. http://www.eMedicine.com. last updated 8 August 2007. accesed 22 February 2008.
Stamm WE. An Epidemic of Urinary Tract Infections? N Engl J Med 2001; 345: 1055-1057.
Jawetz E. Sulfonamid dan trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta, EGC.2002.
Hanno PM et al. Clinical manual of Urology 3rd edition. New york, Mcgraw-hill.2001.
Trevor AJ, Katzung BG, Mastri SB. Katzung and Trevor’s Pharmacology Examination and Board Review 7th Edition. Newyork, Mcgrtaw-hill.2005.
Katzung BG (Ed). Lange Medical Book. Basic and Clinical Pharmacology 9thEdition, Newyork, Mcgraw-hill.2001.
Carruthers SG et al. Melmon and Morrelli’s Clinical Pharmacology 4th edition, Newyork, Mcgraw-hill.2000.
Urinary Tract Infection. http://www.wikipedia.com. last updated on February 19 2008. accesed on February 22 2008.
Fihn SD. Acute Uncomplicated Urinary Tract Infection in Women. N Engl J Med 2003; 349: 259-26

Winotopradjoko M et al. Antifektikum kombinasi in: ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat Indonesia Vol.40Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2005 ;01.06