SELAMAT DATANG DI BLOG KEPERAWATAN SEMOGA ILMU YANG SAYA BAGIKAN DAPAT BEERMANFAAT BAGI ANDA SEMUA

Jumat, 09 Januari 2015

MAKALAH TRANSGENDER MENURUT PANDANGAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya.” (QS. At Tin: 4)

1.1  Latar Belakang
Tuhan telah menciptakan manusia dalam dua bentuk yaitu pria dan wanita, dengan Adam dan Hawa sebagai cikal bakalnya. Fenomena transeksual yang diikuti dengan tindakan operasi merubah kelamin, sebenarnya mempunyai implikasi yang akan menyentuh banyak aspek, masalah ini merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun dengan ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya.
Selain faktor bawaan sejak lahir, fenomena ini juga bisa disebabkan oleh faktor lingkungan. Seperti pendidikan yang salah sewaktu kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dengan tingkah laku perempuan, trauma pergaulan seks dengan pacar, dan sebagainya. Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai operasi penggantian kelamin. Ironisnya, di media pertelevisian Indonesia seakan menyemarakkan dan menyosialisasikan perilaku ketransseksualan dalam berbagai acara yang memberikan porsi kepada para waria dan semacamnya sebagai pengisi acara atau pembawa acara, yang secara tidak langsung membiasakan masyarakat dengan fenomena semacam itu. Dewasa ini masyarakat sudah tidak risih dengan keberadaan para guy atau waria yang mungkin juga disebabkan oleh kebiasaan mereka menonton idola mereka di televisi yang notabene adalah seorang waria atau guy. Dan seakan artis seperti Dorce Gamalama yang telah melakukan operasi alat kelamin di Singapore merupakan figur yang berani dan patut dicontoh karena telah mengikuti apa kata nuraninya.
Namun fenomena transeksual atau biasa disebut juga transgender tidak selalu diikuti oleh kecendrungan untuk operasi perubahan kelamin. Keinginan melakukan operasi tersebut umumnya di pengaruhi oleh tingkat pemahaman dan keyakinan penderita terhadap agama yang dianut. Pemikiran tersebut nampak pada pandangan mereka terhadap eksistensi diri, baik di hadapan masyarakat maupun di hadapan Tuhan.
1.2    Rumusan Masalah
Dalam hukum Indonesia sendiri belum ada ketentuan yang jelas mengatur mengenai kedudukan masalah transseksual maupun kedudukan para waria. Padahal dengan semakin meningkatnya globalisasi di dunia, masalah-masalah seperti ini semakin sering muncul.  Para waria dengan mudah dapat ditemui di berbagai sudut kota. Bahkan di Thailand, secara rutin dalam setahun diadakan kontes kecantikan untuk para waria yang belakangan rupanya juga telah ada di Indonesia.
Dengan pemaparan diatas, berikut beberapa rumusan masalah yang kami bahas, yaitu :
1.      Bagaimana pandangan Islam tentang kelamin?
2.      Bagaimana pandangan medis tentang kelamin?
3.      Apa pengertian operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin?
4.      Apa saja faktor penyebab operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin?
5.      Apa saja jenis operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin dan    bagaimana hukumnya?
6.      Bagaimana fatwa MUI tentang operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin?
7.      Bagaimana kedudukan hukum perubahan dan penyempurnaan kelamin?
8.      Apa saja akibat dari operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin?
9.      Bagaimana pencegahan dari operasi perubahan dan penyempurnaan kelamin?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pandangan Islam tentang Kelamin
Pada dasarnya Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari 2 macam jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan.[1] Sebagaimana telah dituturkan dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al Hujurat: 13).
Jika berbicara kelamin berarti ini berkaitan dengan gender beserta alat reproduksinya. Perspektif gender dalam Al Qur’an tidak sekedar mengatur keserasian relasi gender, hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tetapi lebih dari itu Al Qur’an juga mengatur keserasian pola relasi antara mikrokosmos (manusia), makrokosmos (alam), dan Tuhan.
Secara umum Al Qur’an mengakui adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tetapi perbedaan tersebut bukanlah diskriminasi yang menguntungkan satu pihak dan yang lain dirugikan. Perbedaaan tersebut dimaksudkan untuk mendukung obsesi Al Qur’an, yaitu terciptanya hubungan harmonis yang didasari rasa kasih sayang di lingkungan keluarga. Sebagaimana telah dituturkan dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum: 21)

2.2  Pandangan Medis tentang Kelamin
Jenis kelamin merujuk pada sekse anatomis seseorang dengan kata lain tipe genital apa yang dimilki. Sekse atau jenis kelamin mewakili penampakan internal genitalia, dan terdapat gonad (ovarium dan testis) yang menentukan fungsi reproduktif sekaligus hormon yang membentuknya.[2]
Gender lebih sulit dan lebih kompleks untuk dipersepsikan atau digambarkan. Gender yakni pengenalan atau kesadaran pada diri seseorang, yang juga diharapkan berbeda dengan orang lain, seperti yang sesuai dengan kategori sosial: anak laki-laki atau anak perempuan. Mayoritas populasi memilki gender yang sesuai dengan jenis kelamin anatomis. Gender terbagi menjadi dua aspek:
*        Identitas gender, yakni persepsi internal pengalaman seseorang tentang gender mereka, menggambarkan identifikasi psikologis di dalam otak seseorang sebagai laki-laki atau perempuan.
*        Peran gender, merupakan sebuah cara seseorang hidup dalam masyarakat dan berinteraksi dengan orang lain berdasarkan identitas gender mereka.





2.3  Operasi Perubahan dan Penyempurnaan Kelamin
Operasi kelamin adalah tindakan perbaikan atau penyempurnaan kelamin seseorang karena terjadinya kelainan sejak lahir atau karena penggantian jenis kelamin.[3]
Operasi ganti kelamin (taghyir al-jins) adalah operasi pembedahan untuk mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Pengubahan jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan dilakukan dengan memotong penis dan testis, kemudian membentuk kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara, menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki (penis). Operasi ini juga disertai pula dengan terapi psikologis dan terapi hormonal. (M. Mukhtar Syinqithi, Ahkam Al-Jirahah Al-Thibbiyah, hal. 199).[4]

2.4  Faktor Penyebab Operasi dan Penyuburan Kelamin
1.      Psikososial
Seseorang yang mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme.
Adapun dari perilaku tersebut didapat dari perlakuan orang tua yang menginginkan anak laki-laki tetapi diberikan anak perempuan sehingga orang tua memberikan perhatian anak tersebut seperti anak perempuan mulai dari pakaian hingga perilaku.
Pada kasus transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang.
2.      Genetik
Adanya ketidakseimbangan hormonal yang terjadi pada seseorang yang mengalami kelainan pada bentuk, jenis dan hormone yang pada masa pubertas tidak mengalami perubahan yang tidak seharusnya.[5]

2.5  Jenis dan Hukum Operasi Perubahan danPenyempurnaan Kelamin[6]
Dalam dunia kedokteran dikenal tiga bentuk operasi kelamin, masing-masing mempunyai hukum tersendiri dalam fikih :
1.   Operasi penggantian jenis kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal.
Operasi ganti kelamin dalam keadaan seperti ini, belum pernah dikenal oleh orang-orang terdahulu. Tetapi para dokter mengatakan bahwa hal itu merupakan bentuk dari penyakit transeksual/transgender yaitu individu dengan gangguan psikologis laki-laki yang seperti wanita atau wanita seperti laki-laki dengan tanpa disertai kelainan fisik/ alat kelamin (genital). Atau dengan istilah lain, bahwa sang penderita atau pasien merasakan bahwa dirinya adalah jenis lain yang bukan pada dirinya. Seakan ia merasakan bahwa jiwanya adalah perempuan padahal fisiknya adalah laki-laki, atau ia merasakan bahwa jiwanya adalah laki-laki padahal bentuk fisiknya adalah perempuan. Antara jiwa dan fisik tidak dapat saling menyatu. Orang yang mempunyai penyakit transeksual ini mempunyai dua keadaan :
a.  Penyakit yang muncul akibat faktor psikologis dan kejiwaan.
Hal ini terjadi karena salah dalam pola asuh sejak kecil, atau karena pergaulan yang salah. Untuk jenis yang pertama ini, penanganannya bukan dengan cara operasi kelamin, tetapi kejiwaannyalah yang harus diobati dan disembuhkan. Penyimpangan psikologis ini kadang muncul sejak kecil, hanya saja sering dianggap remeh, sehingga lama kelamaan menjadi semakin besar dan akhirnya susah untuk dirubah, dan ujung-ujungnya menganggap ini sebagai taqdir, padahal itu hanya karena kebiasaan yang sudah mendarah daging sejak kecil dan lama, serta tidak terkait dengan fisiknya.
Islam sejak dini telah mengajarkan kepada kita untuk memisahkan tempat tidur laki-laki dan perempuan ketika sudah berumur 10 tahun, salah satu tujuannya agar mereka tidak berkepribadian ganda dikemudian hari. Kesimpulannya, bahwa operasi merubah kelamin dari orang yang mempunyai kelamin normal dalam bentuk yang pertama seperti ini hukumnya haram, karena tidak ditemukan hubungan antara ketidak normalan fisik atau organ tubuh seseorang. (Dr. Muh. Mukhtar as-Syenkiti, Ahkam al-Jirahiyah at-Tibbiyah, Jeddah, Maktabah as-Shohabah,hlm. 200- 202). Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut :
Pada dasarnya, Allah swt telah menciptakan manusia ini dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sebagaimana firman Allah swt: Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya; (Qs At Tin : 4).
Penciptaan manusia dalam bentuk yang baik tersebut merupakan penghormatan kepada manusia, sebagaimana firman Allah swt: Sesungguhnya telah Kami muliakan keturunan Adam dan Kami bawa mereka di daratan dan di lautan (Qs Al Isra: 70). Oleh karenanya, kita sebagai hamba Allah dilarang untuk merubah ciptaan-Nya yang sudah sempurna. Larangan ini tersebut di dalam firman Allah swt dalam QS. An-Nisa’: 119 ketika menceritakan perkataan syetan (Syetan berkata) berikut:  
“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan menyuruh mereka (memotong-motong telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya. Barang siapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (Qs An Nisa: 119).
Dari ayat di atas, kita mengetahui bahwa awal tindakan merubah ciptaan Allah swt berasal dari bisikan syetan. Rasulullah saw sendiri bersabda : Rasulullah telah melaknat orang-orang laki-laki yang meniru-niru (menyerupai) perempuan dan perempuan yang meniru-niru (menyerupai) laki-laki ( HR Bukhari )
b. Waria yang disebabkan adanya perbedaan keadaan psikis dan fisik
Hal ini dapat digambarkan seperti ketidaknormalan sistem tubuh atau terjadi percampuran hormon laki-laki dan perempuan, yang berakibat munculnya perasaan dalam dirinya yang berbeda dengan fisik tubuhnya. Maka dalam hal ini para ulama berbeda pendapat: Pendapat Pertama: bahwa operasi ganti kelamin untuk orang yang keadaannya seperti ini tetap tidak boleh. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Dasarnya adalah ayat-ayat al Quran  dan hadist-hadits yang telah disebutkan di atas.Pendapat Kedua: bahwa operasi ganti kelamin untuk orang yang keadaanya seperti ini, dibolehkan. Ini adalah pendapat sebagian kecil ulama kontemporer. Diantara dalil dari pendapat ini adalah sebagai berikut :
Menurut kesaksian mayoritas dokter bahwa memang benar adanya orang yang mempunyai penyakit seperti ini, mereka menyebutnya dengan transeksual, yaitu terpisahnya antara bentuk fisik dengan psikis, yaitu bentuk fisiknya adalah laki-laki umpamanya, tetapi perasaannya bahwa dia bukanlah laki-laki. Penyakit ini menyebabkan orang tersiksa dalam hidupnya, sehingga kadang-kadang diakhiri dengan bunuh diri. Pengobatan secara kejiwaan sudah dilakukan berkali-kali oleh para dokter, tetapi tetap saja gagal. Maka tidak ada jalan lain kecuali operasi ganti kelamin. Keadaan seperti ini bisa dikatagorikan darurat. Karena tanpa operasi tersebut seseorang tidak akan bisa hidup tenang dan wajar sebagaimana yang lain, hidupnya akan dirundung kegelisahan demi kegelisahan, dan tidak sedikit yang diakhiri dengan tindakan bunuh diri. Kalau kita perhatikan bahwa yang menyebabkan diharamkannya operasi ganti kelamin secara umum atau dalam keadaan normal adalah karena dua alasan :
1)   Hal tersebut termasuk merubah ciptaan Allah swt, sebagaimana yang tersebut dalam Qs An Nisa 119, sudah disebut di atas. Ketika menafsirkan ayat di atas, Ibnu Abbas, Anas, Ikrimah, dan Abu Sholeh bahwa yang dimaksud merubah ciptaan Allah adalah mengebiri, mencongkel mata, serta memotong telinga. Sedangkan Imam Qurtubi di dalam tafsirnya dengan menukil perkataan Qhadhi bahwa seseorang yang mempunyai jari-jari tangan lebih dari lima atau daging tambahan di dalam tubuhnya, maka tidak boleh dipotongnya, karena termasuk dalam katagori merubah ciptaan Allah, kecuali kalau jari-jari tangan atau daging tambahan tersebut terasa sakit, nyeri dan menyebabkannya menjadi menderita, maka dalam keadaan seperti ini, diperbolehkan untuk memotongnya. (Tafsir Qurtubi : 5 / 252)
Perkataan Qadhi yang dinukil oleh Imam Qurtubi di atas menjelaskan dengan gamblang bahwa sesuatu tambahan dalam tubuh yang berupa daging atau yang lain dan menyebabkan sakit si penderita, maka diperbolehkan untuk menghilangkannya, dan hal ini dimasukkan dalam katagori berobat, yang kadang harus merubah ciptaan Allah swt. Karena sebenarnya yang dilarang dalam masalah ini adalah merubah ciptaan Allah tanpa ada alasan syara atau hanya karena ingin memperindah anggota tubuh saja. Tetapi jika bertujuan untuk mengobati, maka dibolehkan. Atas dasar keterangan di atas, maka operasi ganti kelamin yang dilakukan oleh orang yang mengidap penyakit transeksual pada jenis kedua ini, bisa dikatakan bahwa organ tubuhnya secara fisik yang ada sekarang adalah organ tambahan, karena tidak sesuai dengan kejiwaan dan perasaannya, sehingga jika dirubah menjadi organ yang sama dengan kejiwaan dan perasaannya, maka termasuk dalam proses pengobatan dari rasa sakit yang dialaminya, dan memang tidak ditemukan obat selain operasi ganti kelamin.
2)   Operasi ganti kelamin termasuk dalam katagori menyerupai jenis lain yang dilarang oleh Rasulullah saw. Tetapi para ulama telah menjelaskan bahwa yang dilarang dalam masalah ini adalah menyerupai jenis di dalam berpakaian, berhias, bertutur kata dan cara berjalan. Hal ini disimpulkan dari dalil nash dan dalil lain. Oleh karenanya, Imam Nawawi menyatakan bahwa waria yang ada semenjak lahir tidak termasuk dalam katagori yang dilarang oleh Rasulullah saw, karena mereka tidak bisa meninggalkan gaya-gaya tersebut yang dibawanya dari lahir,walaupun sudah diobati berkali-kali, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari.
Demikianlah beberapa dalil yang diungkapkan oleh kelompok kedua yang membolehkan bagi seseorang yang terkena penyakit transeksual jenis kedua dan tidak bisa diobati lagi secara psikis, maka dibolehkan untuk melakukan operasiganti kelamin, dan ini termasuk keadaan darurat.
2.      Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti penis atau vagina yang tidak berlubang.
Operasi seperti ini dibolehkan, karena termasuk dalam katagori pengobatan. Karena pada dasarnya manusia itu ciptaannya sempurna, maka jika didapati beberapa bagian anggota tubuhnya tidak normal atau tidak berfungsi, sepertivagina yang tidak berlubang, atau penis yang tidak berlubang sehingga tidak bisa buang air kecil, maka dibolehkan baginya untuk melakukan operasi perbaikan kelamin, dengan tujuan agar salah satu organ tubuhnya tersebut berfungsi sebagaimana yang lain. Rasulullah saw bersabda : Wahai hamba-hamba Allah berobatlah, karena Allah menjadikan setiap penyakit itu ada obatnya. Jadi operasi kelamin yang cacat sejak kecil atau karena suatu kecelakaan termasuk dalam katagori berobat dan bukan dalam katagori merubah ciptaan Allah swt.
3.      Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki 2 (dua) jenis kelamin yaitu penis dan vagina
Orang yang mempunyai kelamin ganda dalam dunia medis disebut ambiguous genitalia yang artinya alat kelamin meragukan. Orang tersebut tidak menderita penyakit transeksual tetapi lebih cenderung kepada interseksual yaitu suatu kelainan, dimana penderita memiliki ciri-ciri genetik, anatomik atau fisiologik meragukan antara pria dan wanita. Gejalanya sangat bervariasi, mungkin saja tampilan luarnya adalah laki-laki normal atau wanita normal, tetapi alat kelaminnya yang masih meragukan apakah dia laki-laki atau perempuan. Penderita seperti ini memang benar-benar sakit secara fisik, yang kemudian mempengaruhi kondisi psikologisnya. Maka, Operasi pada orang yang mempunyai kelamin ganda seperti ini dibolehkan, tentunya setelah ada kejelasaan statusnya, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara-cara yang telah diterangkan di atas dan dikuatkan dengan pernyataan para dokter ahli dan amanah. Biasanya operasi dilakukan ketika anak tersebut masih bayi dan belum beranjak dewasa, jika sudah dewasa tentunya akan lebih susah lagi, karena mungkin itu akibat salah pola asuh dan polainteraksi dari lingkungan sekitar. Karena kalau seseorang dibiarkan dalam status yang tidak jelas, maka sungguh kasihan hidupnya, dan masyarakatpunkesulitan untuk berinteraksi dengannya karena statusnya yang belum jelas, apakah dia itu laki-laki atau perempuan. Oleh karenanya operasi untuk membuang salah satu dari dua jenis kelamin dibolehkan, karena akan membawa kemaslahatan bagi yang bersangkutan dan kemaslahatan bagi masyarakat yang ia hidup di dalamnya.
Kaidah hukum menjelaskan bahwa boleh tidaknya sesuatu hal tergantung juga pada besar kecilnya nafsadah atau maslahah yang ada. Bila operasi kelamin (contoh) ternyata lebih besar membawa kebaikan (manfaat) dari pada madharatnya (keburukan) seperti tentang kejiwaannya, agamanya, sosial kemasyarakatannya, jati dirinya dan kehormatan dirinya, maka dalam hal ini operasi kelamin boleh hukumnya, dan demikian sebaliknya, bila ternyata operasi kelamin akan membawa dampak negative yang besar dari pada keadaannya sekarang, maka operasi kelamin dilarang hukumnya.
Menanggapi masalah operasi kelamin diatas pendapat pakar hukum Islam sebagai berikut : Hasanain Muhammad Makhluf (ahli Fiqih Mesir), operasi kelamin yang bersifat tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) diperbolehkan secara hukum bahkan dianjurkan jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk pembuangan air seni, baik penis maupun vagina, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya menjadi kelamin yang normal hukumnya boleh dilakukan karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati Menurut Prof Drs.Masyfuk Zuhdi (ahli Fiqih Indonesia) orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan fsihis dan sosial, sehingga biasanya tersisih dari kehidupan masyarakat normal serta mencari jalan sendiri, seperti melacurkan diri, menjadi wanita atau melakukan homo seksual, padahal perbuatan tersebut sangat dikutuk oleh Islam. Untuk menghindari hal ini, operasiperbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan karena kaidah Fiqih. Artinya ; Menolak bahaya harus didahulukan daripada mengupayakan manfaat. Maksudnya, upaya untuk menghindari bahaya yang akan diakibatkan oleh kelainan kelamin tersebut lebih baik dari pada mengusahakan suatu kemaslahatan,karena menghindari atau menolak bahaya termasuk suatu kemaslahatan juga.
Operasi kelamin yang dilakukan harus sejalan dengan keadaan bagian dalam kelamin dan tidak boleh yang berlawanan dengan bagian dalam kelamin. Sebab operasi kelamin yang berbeda dengan bagian dalam kelamin bukanlah Tahsin (perbaikan), tapi termasuk Taghyir atau Tabdil yakni mengubah ciptaan Allah, dan ini dilarang karena bertentangan dengan Firman Allah ayat 30 surah al Rahman:
         
“Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan?”
(QS. Al Rahman: 30)

2.6 Fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram bagi siapa saja yang  secara sengaja dan tidak memiliki alasan ilmiah merubah jenis kelamin. Dengan demikian, Pemerintah dan DPR RI diminta membuat aturan hukum terkait dengan praktek operasi ganti kelamin dan penyempurnaan kelamin. Berdasarkan hasil Musyawarah Nasional (Munas) VIII MUI juga diputuskan tidak boleh menetapkan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi perubahan alat kelamin, sehingga tidak memiliki implikasi hukum syar`i terkait perubahan tersebut.
Karena tidak boleh ditetapkan keabsahannya, kata dia, kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi sama dengan jenis kelamin semula seperti sebelum operasi meski sudah mendapat penetapan pengadilan. Sedangkan menyempurnakan kelamin bagi seorang Khuntsa (banci) yang kelaki-lakiannya lebih jelas guna menyempurnakan kelaki-lakiannya hukumnya boleh. Demikian juga sebaliknya bagi perempuan.
Atas dasar fatwa tersebut, MUI merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan untuk menjadikan fatwa itu sebagai pedoman untuk memberikan aturan pelaksanaan operasi kelamin dengan melarang operasi ganti kelamin dan mengatur pelaksanaan operasi penyempurnaan. Juga, bagi organisasi profesi kedokteran untuk membuat kode etik kedokteran terkait larangan operasi ganti kelamin dan pengaturan bagi praktek operasi penyempurnaan kelamin.[7]

2.7 Kedudukan Hukum dari Operasi Perubahan dan Penyempurnaan Kelamin
Pertama: Masalah seseorang yang ingin mengubah jenis kelaminnya sedangkan ia lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya dan bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium, maka pada umumnya tidak dibolehkan atau banyak ditentang dan bahkan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.
Kedua: Jika operasi kelamin yang dilakukan bersifat perbaikan atau penyempurnaan dan bukan penggantian jenis kelamin, maka pada umumnya itu masih bisa dilakukan atau dibolehkan. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan/atau sperma, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Ketiga: Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya.
Tidak adanya aturan hukum yang jelas yang mengatur mengenai kedudukan pergantian kelamin ini menyebabkan banyak kesalahan persepsi yang terjadi di kalangan masyarakat mengenai boleh atau tidaknya melakukan operasi kelamin. Banyak yang berpendapat bahwa melakukan operasi pergantian kelamin itu sah-sah saja karena itu merupakan hak asasi tiap orang. Namun, jika perubahan kelamin itu hanya untuk menuruti hasrat atau kemauan dari subjek itu sendiri, maka berarti dia telah menyalahi dan berusaha untuk mengubah apa yang telah dikodratkan Tuhan kepadanya.
2.8  Akibat Operasi Perubahan dan Penyempurnaan Kelamin
Tidak hanya menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, operasi penggantian jenis kelamin juga dapat menimbulkan masalah hukum bagi subjek yang melakukan operasi itu sendiri. Masalah hukum yang paling umum timbul atau dipermasalahkan adalah mengenai hukum waris. Dengan adanya pergantian kelamin yang dilakukan oleh seseorang, maka secara langsung akan mempengaruhi kedudukannya dalam pembagian harta warisan, terutama jika orang yang bersangkutan adalah seorang muslim. Dengan bergantinya jenis kelamin seseorang dari pria menjadi wanita ataupun sebaliknya maka kedudukan dan haknya sebagai penerima waris juga akan berganti.
Dalam hal ini, kejelasan mengenai jenis kelamin seseorang sangat diperlukan. Jika terjadi kasus seperti yang telah disebutkan di atas (seseorang yang memiliki alat kelamin ganda), maka akan sulit ditentukan apakah ia memperoleh bagian warisan seperti layaknya bagian pria atau wanita. Maka agar tidak terjadi kekeliruan, operasi penggantian kelamin sebaiknya dilakukan.

2.9  Pencegahan terhadap Operasi Kelamin
Menurut standar care The Herry Benjamin International Gender Dyspheria Assocition, yaitu:
1)      Subjek ditangani oleh psikolog atau psikiater yang berpengalaman dalam maslah gender. Pada tahap ini diberikan segala informasi yang harus diketahui dan dibutuhkan oleh subjek, termasuk apa yang mungkin dicapai, prosedur, apa yang tidak mungkin dicapai, dan konsekuensi penyesuaian gender atau operasi yang akan dilakukan.
2)      “Two years real life diagnostic test”, disini individu diharuskan untuk menjalanikehidupan total dengan peran gender yang diinginkan selama paling tidak dua tahun. Pada masa ini dilakukan terapi hormon dan menjalani konsultasi psikolog. Setiap 3 bulan dan hidup dalam peran gender baru, setiap kasus dididskusikan oleh sebuah tim sebelum operasi diijinkan. Hanya subjek yang mengalami kepuasan atau merasakan terbebaskan dari masalh gendernya, yang diijuinkan menjalani operasi. Jika masih ada keraguan, operasi diundur sampai kondisi yang diinginkan terpenuhi.
3)      Jika semua kriteria diatas terpenuhi, transeksual diijinkan menjalani serangkaian operasi yang dibutuhkan.[8]

DAFTAR PUSTAKA
http://ahmadzain.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=235, diakses pada tanggal 7 Oktober 2010 pukul 12.17 WIB.
http://eprints.undip.ac.id/14977/1/2005B4B003121.pdf, diakses pada tanggal 7 Oktober 2010 pukul 12.45 WIB.
http://zulpiero.wordpress.com/2010/06/11/77/, diakses pada tanggal 15 November 2010 jam 22.16







[1] http://eprints.undip.ac.id/14977/1/2005B4B003121.pdf, diakses pada tanggal 7 Oktober 2010 pukul 12.45 WIB.


[2] Ibid
[3] http://ahmadzain.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=235, diakses pada tanggal 7 Oktober 2010 pukul 12.17 WIB.
[4]    http://istikuma.wordpress.com/2010/03/19/hukum-operasi-ganti-kelamin-dalam-islam/ diakses pada Kamis, 15 Desember 2010, 13.41 WIB
[5] http://zulpiero.wordpress.com/2010/06/11/77/, diakses pada tanggal 15 November 2010 jam 22.16
[8] http://eprints.undip.ac.id/14977/1/2005B4B003121.pdf, diakses pada tanggal 7 Oktober 2010 pukul 12.45 WIB.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DISPEPSIA


A. Pengertian
Dispepsia adalah rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian ulu hati Pendapat lain menyebutkan bahwa dispepsia adalah kelainan di dalam tubuh akibat reaksi tubuh terhadap keadaan sekeliling yang menimbulkan gangguan ketidakseimbangan metabolisme yakni makanan di dalam saluran pencernaan, terutama menyerang usia produktif 30 - 50 tahun Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan, (1999:488) dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Ahli lain berpendapat bahwa dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual, yang kadang¬kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi, 1995:153).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dispepsia merupakan kumpulan keluhan yang meliputi rasa nyeri pada ulu hati, perih, mual, rasa panas di dada , anoreksia, lekas kenyang, kembung, dan regurgitasi akibat gangguan sistem pencernaan.
B. Penyebab
Menurut Hadi (1995), penyebab dispepsia dibedakan menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional.
1. Dispepsia organik (dispepsia yang penyebabnya sudah pasti)
Jarang ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Penyebabnya antara lain sebagai berikut.
a. Dispepsia tukak (ulcus like dyspepsia)
Gejala yang ditemukan biasanya nyeri ulu hati pada waktu tidak makan (night pain)
b. Dispepsia tidak tukak.
Gejalanya sama dengan dispepsia tukak, bisa pada klien gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda tukak.
c. Refluks gastroesofagus
Gejala berupa rasa panas di dada dan regurgitasi terutama setelah makan.
d. Penyakit saluran empedu
Keluhan berupa nyeri mulai dari perut kanan atas atau ulu hati yang menjalar ke bahu kanan dan punggung.
e. Karsinoma
1) Kanker esofagus
Keluhan berupa disfagia, tidak bisa makan, perasaan penuh di perut, penurunan berat badan, anoreksia, adenopati servikal, dan cegukan setelah makan.
2) Kanker lambung
Yang paling umum adalah adenokarsinoma yaitu tumor epitel. Keluhan berupa rasa tidak nyaman pada epigastrik, tidak bisa makan„ dan perasaan kembung setelah makan.
3) Kanker pankreas
Gejala yang paling umum antara lain penurunan berat badan, ikterik, dan nyeri daerah punggung atau epigastrik.
4) Kanker hepar
Gejala berupa nyeri hebat pada abdomen dan mungkin menyebar ke skapula kanan, penurunan berat badan, epigastrik terasa penuh, dan anoreksia.
f. Obat-obatan
Golongan Non Steroid Inflammatory Drugs (NSID) dengan keluhan berupa rasa. sakit atau tidak enak di daerah ulu hati, disertai mual dan muntah.
g. Pankreatitis
Keluhan berupa mendadak yang menjalar ke punggung, perut terasa makin tegang dan kencang.
h. Sindrom malabsorpsi
Keluhan berupa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus dan perut kembung.
i. Gangguan metabolism.
Sebagai contoh diabetes dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga menimbulkan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroid menimbulkan rasa nyeri di perut, vomitus, nausea, dan anoreksia.
2. Dispepsia fungsional (dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran cerna)
Penyebabnya antara lain
a. Faktor asam lambung klien
Klien biasanya sensitif terhadap kenaikan produksi asam lambung dan hal tersebut menimbulkan nyeri.
b. Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan
Stres dan faktor lingkungan diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna, menimbulkan gangguan sirkulasi, motilitas, clan vaskularisasi.
c. Gangguan motilitas
Mekanisme timbulnya gejala dispepsia mungkin dipengaruhi oleh susunan saraf pusat, gangguan motilitas di antaranya : pengosongan lambung lambat, abnormalitas kontraktif, refluks gastroduodenal.
Penyebab lain dispepsia antara lain sebagai berikut :
1. Menurut Corwin, E.J. (2000).
a. Adanya kuman H. pylori.
b. Gangguan motilitas atau gerak mukosa lambung
c. Makanan yang berlemak
d. Kopi, alkohol, rokok
2. Perubahan pola makan dan pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu lama
C. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
Peningkatan asam lambung tersebut akan mencerna sistem barier mukosa epitel (autodigesti) sehingga menyebabkan tukak lambung lalu timbul gejala dyspepsia


D. Manifestasi klinis
1. Adanya gas di perut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol, cepat kenyang, mual, tidak nafsu makan, dan perut terasa panas
2. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung setelah makan, mual, muntah, sering bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati dan dada atau regurgitasi asam lambung ke mulut
3. Keluhan,dirasakan terutama berhubungan dengan adanya stress.
4. Berlangsung lama dan sering kambuh
5. Sering di,sertai ansietas dan depresi
E. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada dispepsia, diambil dari ulkus peptikum, yaitu perdarahan gastrointestinal, stenosis pilorus, dan perforasi
F. Pemeriksaan K1inis
Untuk mengetahui adanya kuman H. pylori dapat dilakukan pemeriksaan melalui beberapa cara.
1. Pemeriksaan non invasif
Pemeriksaan ini dilakukan melalui pemeriksaan serologi (pemeriksaan serum darah; positif atau tidak). Hasil positif menunjukkan adanya infeksi oleh H. Pylori.
2. Pemeriksaan invasif
Berupa pemeriksaan histologi atau patologi anatomi serta pemeriksaan CLO (Campylobacter Like Organism). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pencampuran hasil biopsi jaringan pencernaan dengan zat khusus. Selang 24 jam campuran tersebut akan menunjukkan hasil negatif dalam warna kuning dan hasil positif jika berwarna merah. Hasil positif menunjukan adanya kuman H. pylori.
3. Pemeriksaan dengan sistem PCR (Polymerase Chain Reaction) Dilakukan dengan cara penyedotan cairan perut melalui selang yang dimasukkan lewat lubang hidung. Kemudian cairan tersebut diperiksa menggunakan mikroskop. Jika penderita terinfeksi H. pylori maka pada mikroskop akan tampak kuman tersebut.
4. Entero test
Menggunakan kapsul bertali nilon yang ditelan dengan bantuan air, tepi ujung tali tetap ditahan di luar mulut. Tali nilon tersebut akan menyerap cairan dari perut. Setengah jam kemudian pasien dapat menarik tali nilon secara perlahan keluar dari mulut. Cairan yang menempel pada tali dites di laboratorium. Hasil positif terinfeksi akan ditunjukkan oleh adanya kumpulan kuman H. pylori pada sampel cairan perut.
5. Endoskopi
Untuk mengetahui ada tidaknya luka di orofaring,warna mukosa menentukan ada tidaknya refluks esofagitis.
6. USG (Ultra Sonografi)
Bila diduga ada kelainan di pankreas, kelainan tiroid, dan tumor.
G. Terapi atau Pengobatan
Menurut Manan (2001) pengobatan yang diberikan pada penderita dispepsia adalah
1. Suportif
Ditujukan terhadap perubahan pola kebiasaan terutama mengenai jenis makanan yang berpengaruh.
2. Medikamentosa
Pemakaian antasid dalam jangka pendek dapat mengurangi keluhan pasien. Obat-obat golongan anti asam yang bekerja sebagai penghambat pompa proton dengan dosis optimal pada saat awal terapi dan dilanjutkan setengah dosis pada tahap berikutnya. Metode pengobatan terbaru menurut Genval (1999 : 18) yang dituliskan oleh Manan (2001) dalam artikelnya yang berjudul penyakit Refluks Gastroesofageal - Esofagitis Refluks Pengobatan Masa Kini yaitu pengobatan satu obat dengan cara step down, yang dianjurkan adalah pemakaian PPI (proton pump inhibitor), dengan cara dosis awal dua kali, dilanjutkan dengan empat minggu setengah dosis awal. PPI generasi pertama yaitu golongan omeprarol, hansoprazol, dan pantopra-r.ol, sedangkan PPI generasi kedua yaitu esomeprazol.
H. Pencegahan
1. Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, tidak mengkonsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabe, alkohol., dan pantang rokok, gunakan obat: secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung
2. Hindari makan bakmi berlebihan, khususnya dalam keadaan perut kosong karena air abu yang menguningkan bakmi sangat tajam bagi lambung
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian meliputi wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1. Wawancara
Meliputi :
a. Penyakit atau kondisi yang menyertai
1) Karsinoma
2) Penyakit kardiovaskuler (hipertensi)
3) Alkoholisme
4) Gangguan endokrin
5) Luka bakar berat
6) Masalah psikologis
7) Penyalahgunaan obat
8) Kondisi neurologis
9) Epistaksis
b. Penyakit atau pembedahan sebelumnya
1) Penyakit inflamasi usus
2) Karsinoma
3) Pembedahan gastrointestinal
4) Hepatitis
5) Sirosis
6) Pankreatitis
7) Diabetes melitus
c. Riwayat k:eluarga
1) Karsinoma
2) Penyakit yang berhubungan dengan gastrointestinal
3) Diabetes melitus
d. Riwayat Sosial
1) Alkollolik, penggunaan tembakau
2) Kebiasaan makan, menggunakan makanan adat
3) Tipe kepribadian : ketegangan, stress
4) Pandangan terhadap tugas kehidupan
e. Riwayat Pengobatan
1) Antasida
2) Laksatif, katartif
3) Antikolinergik
4) Steroid
5) Antidiare
6) Antiemetik
7) Tranquilizer
8) Sedatif
9) Antihipertensif
10) Barbiturat
11) Antibiotik
12) Asarn asetil salisilat
13) Antagonis reseptor hydrogen
2. Observasi
Hal-hal yang perlu diobservasi meliputi
a. Nyeri midsternal atau substernal, dapat menyebar ke pungung, leher, dan lengan
b. Ketidaknyamanan setelah makan
c. Sakit tenggorokan
d. Regurgitasi
e. Penurunan berat badan
f. Disfagia
g. Hematemesis
h. Mual
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : didapatkan kesadaran composmentis
b. Palpasi :adanya nyeri tekan epigastrik
c. Perkusi :perut kembung
d. Auskultasi :bising usus tidak normal
1) Meningkat : jika terdapat diare karena adanya peningkatan peristaltik usus
2) Menurun : jika. terdapat konstipasi
4. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendeteksi adanya kuman H. pylori
a. Pemeriksaan non invasive
Dilakukan melalui pemeriksaan serologi. Hasil positif menunjukkan adanya infeksi H. pylori.
b. Pemeriksaan invasif
Dilakukan melalui pemeriksaan histologi atau patologi anatomi serta pemeriksaan CLO (Compylobacter Like Organism). Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara pencampuran hasil biopsi jaringan pencernaan dengan zat khusus. Hasil positif ditunjukkan dalam warna merah yang menandakan adanya infeksi H. pylori.
c. Pemeriksaan dengan sistem PCR (Polymerase Chain Reaction) Dilakukan dengan cara penyedotan cairan perut melalui selang yang dimasukkan lewat lubang hidung. Cairan tersebut diperiksa di laboratorium, jika mengandung kuman H..pylori maka dapat disimpulkan bahwa dispepsia tersebut disebabkan kuman H. pylori.
d. Entero test
Menggunakan kapsul bertali nilon yang ditelan dengan bantuan air, tapi ujung tali tetap ditahan di luar mulut. Tali nilon akan menyerap cairan dari perut.Setengah jam kemudian tali nilon ditarik secara perlahan ke luar dari mulut. Cairan yang menempel pada tali ditest di laboratorium, jika ditemukan adanya kuman H. pylori maka dapat disimpulkan bahwa dispepsia tersebut disebabkan kuman H. pylori.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan mukosa lambung dan sekresi gastrik.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan makanan.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan melalui rute normal yang berlebih : diare.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, dan status nutrisi berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Kurang pen;getahuan tentang kebutuhan cairan tubuh berhubungan dengan kurangnya informasi.
6. Risiko infe;ksi pada rektum berhubungan dengan diare yang berkepanjangan.
C. Intervensi
Penyusunan fokus intervensi mengacu pada beberapa sumber yaitu, Doenges (2000), dan NANDA (2001).
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan mukosa lambung dan sekresi gastric
a. Tujuan : setelah tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
2) Klien mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi
3) Raut,wajah rileks
4) Skala nyeri berkurang
c. Intervensi :
1) Kaji skala, letak, tipe, frekuensi, dan durasi nyeri
Rasional : nyeri hebat mendadak dapat menandakan perforasi lambung
2) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : untuk mengurangi konstraksi otot
3) Berikan aktivitas yang menghibur
Rasional : untuk mengalihkan perhatian terhadap nyeri
4) Berikan posisi yang nyaman
Rasional : nyeri akan bertambah bila posisi tidak nyaman
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional : mengurangi ketegangan emosi klien
6) Kolaborasi medis pemberian analgetik dan antasid
Rasional : antasid akan menetralkan pH lambung sehingga nyeri berkurang
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan masukan makanan
a. Tujuan dan kriteria hasil :
1) Klien dapat mentolerir diet tanpa rasa tidak nyaman
2) Posisi makan habis
b. Intervensi :
1) Kaji status nutrisi, diet, pola makan, makanan yang dapat mencetuskan nyeri.
Rasional : untuk menentukan intervensi selanjutnya yang optimal dan terfokus
2) Awasi pemasukan diet
Rasional : untuk mengetahui keberhasilan tindakan
3) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : dapat meningkatkan jumlah asupan
4) Sajikan makanan dalam kondisi hangat
Rasional : mengurangi rasa sebah
5) Anjurkan makan dalam posisi tegak
Rasional : posisi tegak akan melonggarkan kerongkongan dan lambung
6) Berikan makanan berkalori tinggi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan kalori klien yang kurang dari kebutuhan tubuh.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan melalui rute normal yang lebih : diare
a. Tujuan :
1) Fungsi usus normal, bising usus normal
2) Tidak ada mual dan muntah
3) Frekuensi buang air besar satu sampai dua kali sehari, konsistensi feses padat
b. Intervensi :
1) Awasi karakteristik, warna, konsistensi, frekuensi, dan jumlah feses.
Rasional : untuk mengetahui tingkat kehilangan cairan
2) Auskultasi bunyi usus
Rasional : untuk mengetahui jumlah bising usus per menit
3) Awasi masukan dan keluaran cairan
Rasional : untuk mengetahui tingkat kehilangan cairan
4) Anjurkan masukan cairan 2500 - 3000 ml per hari
Rasional : untuk mengurangi atau mengganti cairan yang hilang
5) Hindarkan makanan yang merangsang lambung
Rasional : untuk mengurangi resiko nyeri pada lambung
6) Kolaborasi medis terapi anti diare dan ahli gizi untuk diet tinggi kalori.
Rasional : untuk mempercepat proses penyembuhan
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, dan status nutrisi berhubungan dengan kurangnya informasi
a. Tujuan :
1) Klien dapat mengekspresikan pemahaman tentang hubungan penyebab antara makanan tertentu dan rasa tidak nyaman
2) Adanya pemahaman diet
b. Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
Rasional : berguna untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Diskusikan tentang agen penyebati dan penyakitnya
Rasional : diharapkan klien mengetahui proses penyakitnya sehingga klien dapat berpartisipasi dengan baik dalam tindakan keperawatan dan pengobatan
3) Jelaskan tanda dan gejala perforasi
Rasional : agar klien dapat mendeteksi secara dini keluhan yang dirasakannya dan diharapkan dapat segera memeriksa diri jika gejala timbul sehingga komplikasi lainnya dapat dicegah
4) Jelaskan mengenai kebutuhan nutrisi dan diet
Rasional : agar klien mengerti tentang kebutuhan tubuh akan gizi dan program diet dapat berjalan dengan baik
5) Libatkan keluarga dalam perawatan
Rasional : kedekatan klien dengan keluarga membuat klien lebih percaya
5. Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan tubuh berhubungan dengan kurangnya informasi.
a. Tujuan
1) Pasien dapat mengekspresikan pemahaman tentang pentingnya cairan bagi tubuh.
2) Pasien mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan cairan.
b. Intervensi :
1) Kaji pengetahuan pasien tentang kebutuhan cairan tubuh
Rasional : berguna untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Jelask:an mengenai jumlah cairan yang dibutuhkan tubuh setiap harinya
Rasional : diharapkan pasien mengetahui kebutuhan cairannya sehingga pasien pasien dapat mencegah terjadinya kekurangan cairan.
3) Jelaskan tanda dan gejala kekurangan cairan
Rasional : agar pasien dapat mendeteksi secara dini keluhan yang dirasakannya.
4) Jelaskan mengenai jenis-jenis makanan yang dapat menjadi sumber cairan.
6. Risiko infeksi pada rektum berhubungan dengan adanya diare yang berkepanjangan
a. Tujuan : infeksi pada rektum tidak terjadi
b. Kriteria hasil :
1) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
2) Tidak ada peningkatan kadar leukosit dalam darah
3) Tanda-tanda vital normal
c. Intervensi :
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : untuk mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda infeksi
2) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi
3) Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan daerah anus
Rasional : untuk menurunkan risiko infeksi
4) Jelaskan mengenai tanda dan gejala infeksi
Rasional : agar pasien dapat mendeteksi secara dini tanda dan gejala infeksi dan diharapkan dapat segera melaporkan pada perawat jika terdapat tanda dan gejala infeksi
5) Pertahankan masukan kalori clan protein dalam diet
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan energi dan mempertahankan ketahanan tubuh
6) Kolaborasi medis pemberian obat anti diare
Rasional : untuk menghentikan diare sehingga infeksi pada rektum dapat dicegah
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2000). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 8. Volume 2. Jakarta :EGC
Corwin, E.J. (2000). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., dan Geissler, A.C. (1999). Rencana asuhan keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan asien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Gale, D. dan Charette, J. (1999). Rencana asuhan keperawatan onkologi. Jakarta : EGC
Hadi, S. (1995). Gastroenterolog i. Edisi 4. Bandung : Alumni
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W. (1999). Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius
NANDA. (2001). Diagnosa keperawatan NANDA : Defmisi dan klasifikasi 2001/2002. Alih bahasa mahasiswa PSIK BFK UGM angkatan 2002. Yogyakarta
Soeparman dan Waspadji. (1990). Ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Tucker, S.M., Canobbio, M.M., Paquette, E.V., dan Wells, M.F. (1998). Standar perawatan Qasien : Proses keperawatan , diagnosis, dan evaluasi. Volume 2. Alih bahasa Yasmin.Asih. Jakarta: EG