A. Pengertian
Dispepsia adalah rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian
ulu hati Pendapat lain menyebutkan bahwa dispepsia adalah kelainan di dalam
tubuh akibat reaksi tubuh terhadap keadaan sekeliling yang menimbulkan gangguan
ketidakseimbangan metabolisme yakni makanan di dalam saluran pencernaan,
terutama menyerang usia produktif 30 - 50 tahun Sedangkan menurut Mansjoer,
Triyanti, Savitri, Wardhani dan Setiowulan, (1999:488) dispepsia merupakan
kumpulan keluhan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit di
perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Ahli lain berpendapat
bahwa dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari kelainan
saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas, perih, mual,
yang kadang¬kadang disertai rasa panas di dada dan perut, lekas kenyang,
anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (Hadi,
1995:153).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dispepsia merupakan kumpulan
keluhan yang meliputi rasa nyeri pada ulu hati, perih, mual, rasa panas di dada
, anoreksia, lekas kenyang, kembung, dan regurgitasi akibat gangguan sistem
pencernaan.
B. Penyebab
Menurut Hadi (1995), penyebab dispepsia dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional.
1. Dispepsia organik (dispepsia yang penyebabnya sudah pasti)
Jarang ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Penyebabnya
antara lain sebagai berikut.
a. Dispepsia tukak (ulcus like dyspepsia)
Gejala yang ditemukan biasanya nyeri ulu hati pada waktu tidak
makan (night pain)
b. Dispepsia tidak tukak.
Gejalanya sama dengan dispepsia tukak, bisa pada klien
gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan tanda-tanda
tukak.
c. Refluks gastroesofagus
Gejala berupa rasa panas di dada dan regurgitasi terutama
setelah makan.
d. Penyakit saluran empedu
Keluhan berupa nyeri mulai dari perut kanan atas atau ulu
hati yang menjalar ke bahu kanan dan punggung.
e. Karsinoma
1) Kanker esofagus
Keluhan berupa disfagia, tidak bisa makan, perasaan penuh di perut,
penurunan berat badan, anoreksia, adenopati servikal, dan cegukan setelah
makan.
2) Kanker lambung
Yang paling umum adalah adenokarsinoma yaitu tumor epitel.
Keluhan berupa rasa tidak nyaman pada epigastrik, tidak bisa makan„ dan
perasaan kembung setelah makan.
3) Kanker pankreas
Gejala yang paling umum antara lain penurunan berat badan,
ikterik, dan nyeri daerah punggung atau epigastrik.
4) Kanker hepar
Gejala berupa nyeri hebat pada abdomen dan mungkin menyebar
ke skapula kanan, penurunan berat badan, epigastrik terasa penuh, dan
anoreksia.
f. Obat-obatan
Golongan Non Steroid Inflammatory Drugs (NSID) dengan keluhan
berupa rasa. sakit atau tidak enak di daerah ulu hati, disertai mual dan
muntah.
g. Pankreatitis
Keluhan berupa mendadak yang menjalar ke punggung, perut
terasa makin tegang dan kencang.
h. Sindrom malabsorpsi
Keluhan berupa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus
dan perut kembung.
i. Gangguan metabolism.
Sebagai contoh diabetes dengan neuropati sering timbul
komplikasi pengosongan lambung yang lambat sehingga menimbulkan nausea,
vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroid menimbulkan rasa nyeri di perut,
vomitus, nausea, dan anoreksia.
2. Dispepsia fungsional (dispepsia yang tidak ada kelainan
organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran cerna)
Penyebabnya antara lain
a. Faktor asam lambung klien
Klien biasanya sensitif terhadap kenaikan produksi asam
lambung dan hal tersebut menimbulkan nyeri.
b. Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan
Stres dan faktor lingkungan diduga berperan pada kelainan
fungsional saluran cerna, menimbulkan gangguan sirkulasi, motilitas, clan
vaskularisasi.
c. Gangguan motilitas
Mekanisme timbulnya gejala dispepsia mungkin dipengaruhi oleh
susunan saraf pusat, gangguan motilitas di antaranya : pengosongan lambung
lambat, abnormalitas kontraktif, refluks gastroduodenal.
Penyebab lain dispepsia antara lain sebagai berikut :
1. Menurut Corwin, E.J. (2000).
a. Adanya kuman H. pylori.
b. Gangguan motilitas atau gerak mukosa lambung
c. Makanan yang berlemak
d. Kopi, alkohol, rokok
2. Perubahan pola makan dan pengaruh obat-obatan yang dimakan
secara berlebihan dan dalam waktu lama
C. Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang
tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan
stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara
dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan
produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake
tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
Peningkatan asam lambung tersebut akan mencerna sistem barier
mukosa epitel (autodigesti) sehingga menyebabkan tukak lambung lalu timbul
gejala dyspepsia
D. Manifestasi klinis
1. Adanya gas di perut, rasa penuh setelah makan, perut
menonjol, cepat kenyang, mual, tidak nafsu makan, dan perut terasa panas
2. Rasa penuh, cepat kenyang, kembung setelah makan, mual,
muntah, sering bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri ulu hati dan dada atau
regurgitasi asam lambung ke mulut
3. Keluhan,dirasakan terutama berhubungan dengan adanya
stress.
4. Berlangsung lama dan sering kambuh
5. Sering di,sertai ansietas dan depresi
E. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada dispepsia, diambil dari
ulkus peptikum, yaitu perdarahan gastrointestinal, stenosis pilorus, dan
perforasi
F. Pemeriksaan K1inis
Untuk mengetahui adanya kuman H. pylori dapat dilakukan
pemeriksaan melalui beberapa cara.
1. Pemeriksaan non invasif
Pemeriksaan ini dilakukan melalui pemeriksaan serologi
(pemeriksaan serum darah; positif atau tidak). Hasil positif menunjukkan adanya
infeksi oleh H. Pylori.
2. Pemeriksaan invasif
Berupa pemeriksaan histologi atau patologi anatomi serta
pemeriksaan CLO (Campylobacter Like Organism). Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cara pencampuran hasil biopsi jaringan pencernaan dengan zat khusus. Selang 24
jam campuran tersebut akan menunjukkan hasil negatif dalam warna kuning dan
hasil positif jika berwarna merah. Hasil positif menunjukan adanya kuman H.
pylori.
3. Pemeriksaan dengan sistem PCR (Polymerase Chain Reaction)
Dilakukan dengan cara penyedotan cairan perut melalui selang yang dimasukkan
lewat lubang hidung. Kemudian cairan tersebut diperiksa menggunakan mikroskop.
Jika penderita terinfeksi H. pylori maka pada mikroskop akan tampak kuman
tersebut.
4. Entero test
Menggunakan kapsul bertali nilon yang ditelan dengan bantuan
air, tepi ujung tali tetap ditahan di luar mulut. Tali nilon tersebut akan
menyerap cairan dari perut. Setengah jam kemudian pasien dapat menarik tali
nilon secara perlahan keluar dari mulut. Cairan yang menempel pada tali dites
di laboratorium. Hasil positif terinfeksi akan ditunjukkan oleh adanya kumpulan
kuman H. pylori pada sampel cairan perut.
5. Endoskopi
Untuk mengetahui ada tidaknya luka di orofaring,warna mukosa
menentukan ada tidaknya refluks esofagitis.
6. USG (Ultra Sonografi)
Bila diduga ada kelainan di pankreas, kelainan tiroid, dan
tumor.
G. Terapi atau Pengobatan
Menurut Manan (2001) pengobatan yang diberikan pada penderita
dispepsia adalah
1. Suportif
Ditujukan terhadap perubahan pola kebiasaan terutama mengenai
jenis makanan yang berpengaruh.
2. Medikamentosa
Pemakaian antasid dalam jangka pendek dapat mengurangi
keluhan pasien. Obat-obat golongan anti asam yang bekerja sebagai penghambat
pompa proton dengan dosis optimal pada saat awal terapi dan dilanjutkan
setengah dosis pada tahap berikutnya. Metode pengobatan terbaru menurut Genval
(1999 : 18) yang dituliskan oleh Manan (2001) dalam artikelnya yang berjudul
penyakit Refluks Gastroesofageal - Esofagitis Refluks Pengobatan Masa Kini
yaitu pengobatan satu obat dengan cara step down, yang dianjurkan adalah
pemakaian PPI (proton pump inhibitor), dengan cara dosis awal dua kali,
dilanjutkan dengan empat minggu setengah dosis awal. PPI generasi pertama yaitu
golongan omeprarol, hansoprazol, dan pantopra-r.ol, sedangkan PPI generasi
kedua yaitu esomeprazol.
H. Pencegahan
1. Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang
seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, tidak mengkonsumsi
makanan yang berkadar asam tinggi, cabe, alkohol., dan pantang rokok, gunakan
obat: secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung
2. Hindari makan bakmi berlebihan, khususnya dalam keadaan
perut kosong karena air abu yang menguningkan bakmi sangat tajam bagi lambung
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian meliputi wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
1. Wawancara
Meliputi :
a. Penyakit atau kondisi yang menyertai
1) Karsinoma
2) Penyakit kardiovaskuler (hipertensi)
3) Alkoholisme
4) Gangguan endokrin
5) Luka bakar berat
6) Masalah psikologis
7) Penyalahgunaan obat
8) Kondisi neurologis
9) Epistaksis
b. Penyakit atau pembedahan sebelumnya
1) Penyakit inflamasi usus
2) Karsinoma
3) Pembedahan gastrointestinal
4) Hepatitis
5) Sirosis
6) Pankreatitis
7) Diabetes melitus
c. Riwayat k:eluarga
1) Karsinoma
2) Penyakit yang berhubungan dengan gastrointestinal
3) Diabetes melitus
d. Riwayat Sosial
1) Alkollolik, penggunaan tembakau
2) Kebiasaan makan, menggunakan makanan adat
3) Tipe kepribadian : ketegangan, stress
4) Pandangan terhadap tugas kehidupan
e. Riwayat Pengobatan
1) Antasida
2) Laksatif, katartif
3) Antikolinergik
4) Steroid
5) Antidiare
6) Antiemetik
7) Tranquilizer
8) Sedatif
9) Antihipertensif
10) Barbiturat
11) Antibiotik
12) Asarn asetil salisilat
13) Antagonis reseptor hydrogen
2. Observasi
Hal-hal yang perlu diobservasi meliputi
a. Nyeri midsternal atau substernal, dapat menyebar ke
pungung, leher, dan lengan
b. Ketidaknyamanan setelah makan
c. Sakit tenggorokan
d. Regurgitasi
e. Penurunan berat badan
f. Disfagia
g. Hematemesis
h. Mual
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : didapatkan kesadaran composmentis
b. Palpasi :adanya nyeri tekan epigastrik
c. Perkusi :perut kembung
d. Auskultasi :bising usus tidak normal
1) Meningkat : jika terdapat diare karena adanya peningkatan
peristaltik usus
2) Menurun : jika. terdapat konstipasi
4. Pemeriksaan penunjang
Untuk mendeteksi adanya kuman H. pylori
a. Pemeriksaan non invasive
Dilakukan melalui pemeriksaan serologi. Hasil positif
menunjukkan adanya infeksi H. pylori.
b. Pemeriksaan invasif
Dilakukan melalui pemeriksaan histologi atau patologi anatomi
serta pemeriksaan CLO (Compylobacter Like Organism). Pemeriksaan ini dilakukan
dengan cara pencampuran hasil biopsi jaringan pencernaan dengan zat khusus.
Hasil positif ditunjukkan dalam warna merah yang menandakan adanya infeksi H.
pylori.
c. Pemeriksaan dengan sistem PCR (Polymerase Chain Reaction)
Dilakukan dengan cara penyedotan cairan perut melalui selang yang dimasukkan
lewat lubang hidung. Cairan tersebut diperiksa di laboratorium, jika mengandung
kuman H..pylori maka dapat disimpulkan bahwa dispepsia tersebut disebabkan
kuman H. pylori.
d. Entero test
Menggunakan kapsul bertali nilon yang ditelan dengan bantuan
air, tapi ujung tali tetap ditahan di luar mulut. Tali nilon akan menyerap
cairan dari perut.Setengah jam kemudian tali nilon ditarik secara perlahan ke
luar dari mulut. Cairan yang menempel pada tali ditest di laboratorium, jika
ditemukan adanya kuman H. pylori maka dapat disimpulkan bahwa dispepsia
tersebut disebabkan kuman H. pylori.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul antara lain:
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan mukosa lambung
dan sekresi gastrik.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan masukan makanan.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan melalui rute normal yang berlebih : diare.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, dan status
nutrisi berhubungan dengan kurangnya informasi.
5. Kurang pen;getahuan tentang kebutuhan cairan tubuh
berhubungan dengan kurangnya informasi.
6. Risiko infe;ksi pada rektum berhubungan dengan diare yang
berkepanjangan.
C. Intervensi
Penyusunan fokus intervensi mengacu pada beberapa sumber
yaitu, Doenges (2000), dan NANDA (2001).
1. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan mukosa lambung
dan sekresi gastric
a. Tujuan : setelah tindakan keperawatan nyeri berkurang atau
hilang
b. Kriteria hasil :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
2) Klien mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi
3) Raut,wajah rileks
4) Skala nyeri berkurang
c. Intervensi :
1) Kaji skala, letak, tipe, frekuensi, dan durasi nyeri
Rasional : nyeri hebat mendadak dapat menandakan perforasi
lambung
2) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : untuk mengurangi konstraksi otot
3) Berikan aktivitas yang menghibur
Rasional : untuk mengalihkan perhatian terhadap nyeri
4) Berikan posisi yang nyaman
Rasional : nyeri akan bertambah bila posisi tidak nyaman
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional : mengurangi ketegangan emosi klien
6) Kolaborasi medis pemberian analgetik dan antasid
Rasional : antasid akan menetralkan pH lambung sehingga nyeri
berkurang
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan masukan makanan
a. Tujuan dan kriteria hasil :
1) Klien dapat mentolerir diet tanpa rasa tidak nyaman
2) Posisi makan habis
b. Intervensi :
1) Kaji status nutrisi, diet, pola makan, makanan yang dapat
mencetuskan nyeri.
Rasional : untuk menentukan intervensi selanjutnya yang
optimal dan terfokus
2) Awasi pemasukan diet
Rasional : untuk mengetahui keberhasilan tindakan
3) Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
Rasional : dapat meningkatkan jumlah asupan
4) Sajikan makanan dalam kondisi hangat
Rasional : mengurangi rasa sebah
5) Anjurkan makan dalam posisi tegak
Rasional : posisi tegak akan melonggarkan kerongkongan dan
lambung
6) Berikan makanan berkalori tinggi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan kalori klien yang kurang
dari kebutuhan tubuh.
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan melalui rute normal yang lebih : diare
a. Tujuan :
1) Fungsi usus normal, bising usus normal
2) Tidak ada mual dan muntah
3) Frekuensi buang air besar satu sampai dua kali sehari,
konsistensi feses padat
b. Intervensi :
1) Awasi karakteristik, warna, konsistensi, frekuensi, dan
jumlah feses.
Rasional : untuk mengetahui tingkat kehilangan cairan
2) Auskultasi bunyi usus
Rasional : untuk mengetahui jumlah bising usus per menit
3) Awasi masukan dan keluaran cairan
Rasional : untuk mengetahui tingkat kehilangan cairan
4) Anjurkan masukan cairan 2500 - 3000 ml per hari
Rasional : untuk mengurangi atau mengganti cairan yang hilang
5) Hindarkan makanan yang merangsang lambung
Rasional : untuk mengurangi resiko nyeri pada lambung
6) Kolaborasi medis terapi anti diare dan ahli gizi untuk
diet tinggi kalori.
Rasional : untuk mempercepat proses penyembuhan
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan, dan status
nutrisi berhubungan dengan kurangnya informasi
a. Tujuan :
1) Klien dapat mengekspresikan pemahaman tentang hubungan
penyebab antara makanan tertentu dan rasa tidak nyaman
2) Adanya pemahaman diet
b. Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
Rasional : berguna untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Diskusikan tentang agen penyebati dan penyakitnya
Rasional : diharapkan klien mengetahui proses penyakitnya
sehingga klien dapat berpartisipasi dengan baik dalam tindakan keperawatan dan
pengobatan
3) Jelaskan tanda dan gejala perforasi
Rasional : agar klien dapat mendeteksi secara dini keluhan
yang dirasakannya dan diharapkan dapat segera memeriksa diri jika gejala timbul
sehingga komplikasi lainnya dapat dicegah
4) Jelaskan mengenai kebutuhan nutrisi dan diet
Rasional : agar klien mengerti tentang kebutuhan tubuh akan
gizi dan program diet dapat berjalan dengan baik
5) Libatkan keluarga dalam perawatan
Rasional : kedekatan klien dengan keluarga membuat klien
lebih percaya
5. Kurang pengetahuan tentang kebutuhan cairan tubuh
berhubungan dengan kurangnya informasi.
a. Tujuan
1) Pasien dapat mengekspresikan pemahaman tentang pentingnya
cairan bagi tubuh.
2) Pasien mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan cairan.
b. Intervensi :
1) Kaji pengetahuan pasien tentang kebutuhan cairan tubuh
Rasional : berguna untuk menentukan intervensi selanjutnya
2) Jelask:an mengenai jumlah cairan yang dibutuhkan tubuh
setiap harinya
Rasional : diharapkan pasien mengetahui kebutuhan cairannya
sehingga pasien pasien dapat mencegah terjadinya kekurangan cairan.
3) Jelaskan tanda dan gejala kekurangan cairan
Rasional : agar pasien dapat mendeteksi secara dini keluhan
yang dirasakannya.
4) Jelaskan mengenai jenis-jenis makanan yang dapat menjadi
sumber cairan.
6. Risiko infeksi pada rektum berhubungan dengan adanya diare
yang berkepanjangan
a. Tujuan : infeksi pada rektum tidak terjadi
b. Kriteria hasil :
1) Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
2) Tidak ada peningkatan kadar leukosit dalam darah
3) Tanda-tanda vital normal
c. Intervensi :
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : untuk mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda
infeksi
2) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : untuk mendeteksi tanda-tanda infeksi
3) Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan daerah anus
Rasional : untuk menurunkan risiko infeksi
4) Jelaskan mengenai tanda dan gejala infeksi
Rasional : agar pasien dapat mendeteksi secara dini tanda dan
gejala infeksi dan diharapkan dapat segera melaporkan pada perawat jika
terdapat tanda dan gejala infeksi
5) Pertahankan masukan kalori clan protein dalam diet
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan energi dan mempertahankan
ketahanan tubuh
6) Kolaborasi medis pemberian obat anti diare
Rasional : untuk menghentikan diare sehingga infeksi pada
rektum dapat dicegah
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2000). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi
8. Volume 2. Jakarta :EGC
Corwin, E.J. (2000). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., dan Geissler, A.C. (1999).
Rencana asuhan keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan asien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Gale, D. dan Charette, J. (1999). Rencana asuhan keperawatan
onkologi. Jakarta : EGC
Hadi, S. (1995). Gastroenterolog i. Edisi 4. Bandung : Alumni
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan
Setiowulan, W. (1999). Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta:
Media Aesculapius
NANDA. (2001). Diagnosa keperawatan NANDA : Defmisi dan
klasifikasi 2001/2002. Alih bahasa mahasiswa PSIK BFK UGM angkatan 2002.
Yogyakarta
Soeparman dan Waspadji. (1990). Ilmu penyakit dalam. Jilid 2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Tucker, S.M., Canobbio, M.M., Paquette, E.V., dan Wells, M.F.
(1998). Standar perawatan Qasien : Proses keperawatan , diagnosis, dan
evaluasi. Volume 2. Alih bahasa Yasmin.Asih. Jakarta: EG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar