BAB
I
A.
Latar Belakang
Agama Samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para
pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan agama
Ibrahim ada 3, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam. Ketiga agama ini
mempunyai beberapa kesamaan dan perbedaan yang beberapa di antaranya sangat
mendasar. Yahudi adalah agama tribal/kesukuan yang hanya bisa dianut oleh
bangsa Yahudi.Agama ini tidak
bisa disebarkan ke luar dari suku Yahudi. Oleh karena itu jumlahnya tidak
berkembang. Hanya sekitar 14 juta pemeluknya di seluruh dunia. Sementara agama
Nasrani dan Islam karena disebarkan ke seluruh manusia dipeluk oleh milyaran
pengikutnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Penjelasan Kerangka Dasar
Ajaran Islam ?
2. Apa Tujuan Dinul Islam ?
3. Apa Unsur-unsur Ajaran Islam?
4. Bagaimana Fungsi dan Kedudukan
Ajaran/Aqidah Islam ?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan Definisi Dasar
Ajaran Islam
2. Menjelaskan Definisi dan
Tujuan Dasaar Dinul Islam
2. Menjelaskan Unsur-unsur Ajaran
Islam
3. Mengetahui Fungsi dan Kedudukan
Ajaran/Aqidah Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 KERANGKA
DASAR
AJARAN ISLAM
Islam pada hakikatnya adalah aturan atau undang –
undang Allah yang terdapat dalam kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya yang meliputi
perintah dan larangan serta petunjuk supaya menjadi pedoman hidup dan kehidupan
umat manusia guna kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
Secara umum aturan itu dibagi menjadi 3 hal pokok,
yaitu Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq.
1.
Aqidah
Aqidah adalah sistem keyakinan yang mendasari seluruh aktivitas muslim. Ajaran
Islam berisikan tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini, dan diimani
oleh setiap muslim. Karena agama Islam bersumber kepada kepercayaan dan
keimanan kepada Allah swt, maka aqidah merupakan sistem kepercayaaan yang
mengikat manusia kepada Islam. Seorang manusia disebut muslim jika dengan penuh
kesadaran dan ketulusan bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam. Karena
itu, aqidah merupakan ikatan dan simpul dasar dalam Islam yang pertama dan
utama.
Aqidah dibangun atas 6 dasar keimanan yang lazim
disebut Rukun Iman. Rukun iman meliputi : iman kepada Allah swt,
para malaikat, kitab – kitab, para Rasul, hari akhir, dan Qodlo dan Qodar.
Allah berfirman dalam QS.An-Nisa’,
ayat 136 yang artinya “ Wahai orang yang beriman, tetaplah
beriman kepaada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang diturunkan kepada
rasul-Nya serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada
Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, hari Kemudian, maka sesungguhnya
orang itu telah sesat sejauh- jauhnya”.
Berdasarkan 6 fondasi tersebut, maka keterikatan setiap muslim yang semestinya
ada pada jiwa setiap muslim adalah :
Meyakini bahwa Islam adalah agama yang terakhir,
mengandung syariat yang menyempurnakan syariat – syariat yang diturunkan Allah
sebelumnya.
Meyakini bahwa Islam adalah satu- satunya agama yang
benar di sisi Allah. Islam dating dengan membawa kebenarana yang bersifat
absolute guna menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia selaras dengan
fitrahnya.
Meyakini bahwa Islam adalah agama yang universal
serta berlaku untuk semua manusia dalam segala lapisan masyarakat dan sesuai
dengasn tuntutan budaya manusia.
2.
Syari’ah
Komponen Islam yang kedua adalah syari’ah yang berisi peraturan dan perundang-
undangan yang mengatur aktifitas yang seharusnya dikerjakan manusia. Syari’at
adalah sistem nilai yang merupakan inti ajaran Islam. Syari’ah aatau sistem
nilai Islam yang diciptakan oleh Allah sendiri. Dalam kaitan ini, Allah disebut
Syaari atau pencipta hukum.
Sistem nilai Islam secara umum meliputi 2 bidang :
Syari’at yang mengatur hubungan manusia secara
vertikal dengan Allah (ibadah mahdah / khusus). Disebut ibadah mahdah karena
sifatnya yang khas dan sudah ditentukan secara pasti oleh Allah dan dicontohkan
secara rinci oleh Allah. Dalam konteks ini, syari’at berisikan ketentuan
tentang tata cara peribadatan manusia kepada Allah, seperti kewajiban shalat,
puasa, zakat, haji.
Syari’at yang mengatur hubungan manusia secara
horizontal dengan sesama dan makhluk lainnya ( mu’amalah ). Mu’amalah meliputi
ketentuan perundang- undangan yang mengatur segala aktivitas hidup manusia
dalam pergaulan dengan sesamanya dan alam sekitarnya.
Adanya sistem mu’amalah ini membuktikan bahwa Islam
tidak meninggalkan urusan dunia, bahkan tidak pula melakukan pemisahan terhadap
persoalan dunia maupuu akhirat. Bagi Islam, ibadah yang diwajibkan Allah atas
hambanya bukan sekedar bersifat formal belaka, melainkan disuruhnya agar semua
aktivitas hidup dijalankan manusia hendaknya bernilai ibadah. Ajaran ini sesuai
dengan ajaran Islam tentang tujuan diciptakannya manusia supaya beribadah.
Allah berfirman dalam QS. Az-Zarariyat, ayat 56
“ Dan tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia
kecuali supaya beribadah kepada- Ku “
Hubungan horizontal ini disebut pula dengan ibadah
gairu mahdah / umum karena sifatnya umum, di mana Allah atau Rasul-Nya tidak
memerinci macam dan jenis perilakunya, tetapi hanya memberikan prinsip dasarnya
saja.
3.
Akhlaq
Akhlaq merupakan komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi ajaran tentang
perilaku atau sopan santun. Akhlaq maupun syari’ah pada dasarnya membahas
perilaku manusia, tetapi yang berbeda di antaranya adalah obyek materia.
Syari’ah melihat perbuatan manusia darin segi hukum yaitu : wajib, sunah,
mubah, makruh, dan haram. Sedangkan aklaq melihat perbuatan manusia dari segi
nilai / etika, yaitu perbuatan baik ataupun buruk.
Akhlaq merupakan sistematika Islam, sebagai sistem, akhlaq memiliki spektrum
yang luas, mulai sikap terhadap dirinya, orang lain, dan makhluk lain, serta
terhadap Allah SWT.
4.
Keterkaitan antara Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq
Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
Islam. ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.
Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen – elemen dasar
keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara
syari’ah sebagai sistem nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama.
Sdangkan akhlaq sebagai sistem etika menggambarkan arah dan tujuan yuang hendak
dicapai agama. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut seyogyanya
terintegrasi dalam diri seorang muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut
dalam ajaran Islam ibarat sebuah pohon. Akarnya adalah aqidah, sementar batang,
dahan, dan daunnya adalah syari’ah, sedangkan buahnya adalah aqidah. Muslim
yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan kuat yang
mendorongnya untuk melaksanakan syari’ah yang hanya ditujukan kepada Allah
sehingga tergambar akhlaq yang terpuji.
Atas
dasar hubungan itu, maka :
· Seseorang
yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah , maka
orang itu termasuk dalam kategori kafir.
· Seseorang
yang mengaku beraqidah, tetapi tidak mau melaksanakan syari’ah, maka orang itu
disebut fasik.
· Seseorang
yang mengaku beraqidah dan melaksanakan syari’ah, tetapi dengan landasan aqidah
yang tidak lurus, maka orang itu disebut munafik.
Seseorang yang
melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka perbuatannya
hanya dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah perbuatan
yang sesuai dengan nilai- nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu dipandang benar
menurut Allah.
Perbuatan baik
yang didorong oleh keimanan terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan syari’ah
disebut sebagai amal sholeh. Oleh karena itu, dala Al-Qur’an kata amal sholeh
selalu diawali dengan kata iman, antar lain dalam QS. An-Nur, ayat 55
2.2.
Definisi dan Tujuan Dasar Dinul Islam
Dinul
Islam menurut istilah agama Islam berarti sikap tunduk dan patuh kepada
tata aturan yang berasal dari Allah Swt yang diperuntukan untuk segenap manusia
yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw untuk memperoleh kesejahteraan dan
keselamatan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Firman Allah dalam surat
Al-An’am ayat 153.
“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini)
adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa
TUJUAN DINUL ISLAM
• Mengatur
hubungan antara manusia dengan Allah
• Mengatur
hubungan antara manusia dengan manusia
• Mengatur
hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya / makhluk lain
KARAKTERISTIK DINUL ISLAM
• Islam
sebagai agama fitrah
• Islam
penyempurna agama lain
• Islam
sebagai pedoman hidup
• Islam
sebagai pendorong kemajuan
RUANG LINGKUP DINUL ISLAM
• IMAN
(ada 6 Rukun Iman), kajian tentang akidah/prinsip keimanan ini melahirkan
disiplin ilmu Tauhid, ilmu akidah, Ilmu Ushuluddin dan Ilmu Kalam.
• ISLAM
(ada 5 Rukun Islam), kajian tentang keislaman ini, melahirkan disiplin ilmu
syari’ah atau ilmu feqih.
• IHSAN
(akhlak/etika), kajian tentang ihsan ini melahirkan disiplin ilmu tasawuf.
2.3. Unsur-unsur Ajaran
Islam
Islam adalah agama
yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama Islam dapat dijelaskan sesuai
hadist riwayat Muslim dibawah ini :
Dari Umar ra. juga
dia berkata : “Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah s.a.w suatu hari
tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih
dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan
tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk
dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada lututnya
(Rasulullah s.a.w) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang
Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah s.a.w, “Islam adalah engkau bersaksi
bahwa tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa
Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata, “anda benar“.
Kami semua heran,
dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi,
“Beritahukan aku tentang Iman?“ Lalu beliau bersabda, “Engkau beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir
dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian dia
berkata, “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi, “Beritahukan aku tentang
ihsan ?“. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat
engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan
kejadiannya)”. Beliau bersabda, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya “. Dia berkata, “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau
bersabda, “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat
seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)
berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku
berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah s.a.w) bertanya, “Tahukah engkau
siapa yang bertanya ?”. aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui“. Beliau
bersabda, “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan
agama kalian“. (HR.
Muslim).
Hadits ini
menerangkan pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan serta
memperhatikan isi Al Qur’an secara keseluruhan maka dapat dikembangkan bahwa
pada dasarnya sistematika dan pengelompokkan ajaran Islam secara garis besar adalah
aqidah, syariah dan akhlak.
Ditinjau dari
ajarannya, Islam mengatur berbagai aspek kehidupan pada manusia yang meliputi :
1.
Hubungan manusia dengan Allah (Hablum Minallah).
Sesuai firman yang
berbunyi :
”Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”. (QS.51: 56)
2.
Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablum minan-Naas).
Sesuai firman yang
berbunyi :
”Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (QS.5:2).
3.
Hubungan manusia dengan makhluk lainnya/ lingkungan.
Sesuai firman yang
berbunyi :
”Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmuran”. (QS.11:61)
Vera Micheles Dean
dalam bukunya ”The Nature of The Non Western World”, sebagaimana
dikutip Humaidi Tata Pangarsa; bahwa Islam meliputi empat unsur yaitu :
1. Islam
is religion.
2. Islam
is political system.
3. Islam is
way of live.
4. Islam is
interpretation of history
Dilihat secara parsial maka Dinul Islam dapat
dibedakan kepada :
1. Iqlimiyah Al-Islam
Adanya ajaran – ajaran Islam yang berbeda dalam satu
iklam (wilayah) dengan wilayah lainnya sebagai akibat perbedaan situasi dan
kondisi.
2. Alqawa’id Al-Hikmah
Ajaran Islam yang
memiliki kontek keberlakuan akidah secara mendunia sepanjang masa.
2.4.
KEDUDUKAN AQIDAH DALAM ISLAM
1. Pengertian
Aqidah
Aqidah secara bahasa berasal dari kata ( عقد)
yang berarti ikatan. Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Kata
‘aqidah’ tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan
dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah
aqidah Islam, aqidah nasrani; ada aqidah yang benar atau lurus dan ada aqidah
yang sesat atau menyimpang.
Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah
al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang
disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk. Hal
ini didasarkan kepada Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Shahabat Umar bin Khathab r.a. yang dikenal dengan ‘Hadits Jibril’.
1. Kedudukan
Aqidah dalam Islam
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang
sangat penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan
ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun
di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat
rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau
menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur
berantakan.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas)
bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Allah swt berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ
رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ
أَحَدًا.
Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan
perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan
tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S.
al-Kahfi: 110)
Allah swt juga berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى
الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ
مِّنَ الْخَاسِرِينَ.
Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan
kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika engkau betul-betul
melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu benar-benar
akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka
para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah,
sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam
pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan,
dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas
tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di
Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian
terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau
landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan
pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam
rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal
ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya
aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.
SUMBER, METODE DAN CARA PENGAMBILAN AQIDAH
ISLAM
1. Sumber-sumber
Aqidah Islam
A Pengertian Aqidah
Aqidah secara bahasa berasal dari kata ( عقد)
yang berarti ikatan. Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Kata
‘aqidah’ tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan
dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah
aqidah Islam, aqidah nasrani; ada aqidah yang benar atau lurus dan ada aqidah
yang sesat atau menyimpang.
Dalam ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah
al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas sesuatu yang terdapat dalam apa yang
disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir baik dan buruk. Hal
ini didasarkan kepada Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Shahabat Umar bin Khathab r.a. yang dikenal dengan ‘Hadits Jibril’.
Kedudukan Aqidah dalam Islam
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang
sangat penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan
ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun
di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat
rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau
menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur
berantakan.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas)
bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Allah swt berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ
رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ
أَحَدًا.
Artinya: “Maka barangsiapa mengharapkan
perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan
tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (Q.S.
al-Kahfi: 110)
Allah swt juga berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى
الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ
مِّنَ الْخَاسِرِينَ.
Artinya: “Dan sungguh telah diwahyukan
kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika engkau betul-betul
melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu benar-benar
akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar: 65)
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka
para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah,
sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam
pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan,
dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas
tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah
mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti
menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan
yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran
dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu
yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi
pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau
keimanan dalam ajaran Islam.
Sumber-sumber
Aqidah Islam
Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi,
artinya suatu ajaran yang hanya dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah
dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran aqidah Islam adalah terbatas pada al-Quran
dan Sunnah saja. Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah
itu sendiri, dan tidak ada yang lebih tahu tentang Allah, setelah Allah
sendiri, kecuali Rasulullah saw.
Metode Memahami Aqidah Islam dari Sumber-sumbernya
Menurut Para Shahabat
Generasi para shahabat adalah generasi yang
dinyatakan oleh Rasululah sebagai generasi terbaik kaum muslimin. Kebaikan
mereka terletak pada pemahaman dan sekaligus pengamalannya atas ajaran-ajaran
Islam secara benar dan kaffah. Hal ini tidak mengherankan, karena mereka adalah
generasi awal yang menyaksikan langsung turunnya wahyu, dan mereka mendapat
pengajaran dan pendidikan langsung dari Rasulullah saw. Setelah generasi
shahabat, kualifikasi atau derajat kebaikan itu diikuti secara berurutan oleh
generasi berikutnya dari kalangan tabi’in, dan selanjutnya diikuti oleh
generasi tabi’ut tabi’in. Tiga generasi inilah yang secara umum disebut sebagai
generasi salaf. Rasulullah bersabda tentang mereka,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ
الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ…
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah
generasi pada masaku, lalu generasi berikutnya, lalu generasi berikutnya…” (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Generasi salaf yang shalih (al-salaf al-shalih)
mengambil pemahaman aqidah dari al-Quran dan sunnah dengan metode mengimani atau
meyakini semua yang diinformasikan (ditunjukkan) oleh kedua sumber tersebut.
Dan apa saja yang tidak terdapat dapat dalam kedua sumber itu, mereka
meniadakan dan menolaknya. Mereka mencukupkan diri dengan kedua sumber tersebut
dalam menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang menjadi dasar aqidah atau
keyakinan.
Dengan metode di atas, maka para shahabat, dan
generasi berikutnya yang mengikuti mereka dangan baik (ihsan), mereka beraqidah
dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka tidak terjadi perselisihan dalam
masalah aqidah. Kalau pun ada perbedaan, maka perbedaan di kalangan mereka
hanyalah dalam masalah hukum yang bersifat cabang (furu’iyyah) saja,
bukan dalam masalah-masalah yang pokok (ushuliyyah). Seperti ini pula
keadaan yang terjadi di kalangan para imam madzhab yang empat, yaitu Imam Abu
Hanifah (th. 699-767 M), Imam Malik (tahun 712-797), Imam Syafi’i (tahun
767-820), dan Imam Ahmad (tahun 780-855 M).
Karena itulah, maka mereka dipersaksikan oleh
Rasulullah saw sebagai golongan yang selamat, sebagaimana sabda beliau,
قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ
وَأَصْحَابِى
Artinya: “Mereka (golongan yang selamat)
adalah orang-orang yang berada di atas suatu prinsip seperti halnya saya dan
para shahabat saya telah berjalan di atasnya.” (H.R. Tirmidzi)
BAB.
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
A. RANGKA
AJARAN ISLAM
Aqidah
Syariah
Akhlaq
B. UNSUR-UNSUR
AJARAN ISLAM
Hubungan manusia
dengan Allah (Hablum Minallah).
Hubungan Manusia
dengan Manusia (Hablum minan-Naas).
Hubungan manusia
dengan makhluk lainnya/ lingkungan.
C. KEDUDUKAN
AQIDAH DALAM ISLAM
Merupakan keyakinan atas sesuatu yang
terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada
Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir
baik dan buruk.
3.2.
KRITIK DAN SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi
yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak
berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah
di kesempatan - kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar