BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Cairan
sangat diperlukan oleh tubuh. Sebagian besar penyusun tubuh adalah cairan.
Cairan ini digunakan untuk proses metabolisme sel. Proses metabolisme inilah
yang nantinya akan menghasilkan energy dan kemudian digunakan untuk
melangsungkan proses kehidupan. Anjuran untuk mengkonsumsi air minum sebanyak 8
gelas air atau sebanding dengan 2 liter setiap harinya, tentu menjadikan tanda
tanya dalam pikiran kita. Apa yang terjadi dalam tubuh kita dengan air sebanyak
itu. Dari sekian banyak air yang kita minum tentunya tidak semua air tersebut
diserap dan digunakan oleh tubuh.
Segala
bentuk cairan yang masuk dalam tubuh akan diserap di usus halus yang kemudian
masuk ke pembuluh darah dan akan disebarkan ke seluruh tubuh. Sebelum diedarkan ke seluruh tubuh tentunya
cairan ini akan melalui tahap filtrasi terlebih dahulu di ginjal tepatnya di
glomerolus. Setiap menit kira-kira 1
liter darah yang mengandung plasma mengalir melalui semua glomurolus dan
sekitar 10 persen dari jumlah plasma tersebut disaring keluar. Plasma yang
berisi semua garam, glukosa dan benda halus lainnya disaring. Sel dan protein
plasma terlalu besar untuk dapat menembusi pori saringan dan tetap tinggal pada
aliran darah. Zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh ini kemudian disebar ke
seluruh tubuh. Dan zat-zat yang tidak diperlukan tubuh ini dilanjutkan
perjalanannya ke tubulus dan akan dikeluarkan oleh tubuh melalui sistem
perkemihan.
Bisa
kita bayangkan apa yang terjadi apabila zat-zat yang tidak diperlukan oleh
tubuh yang bersifat toksik ini tidak dikeluarkan oleh tubuh. Maka pasti akan
terjadi gangguan atau kelainan pada sistem perkemihan kita.
Sebagai
perawat tentunya akan sering kita temui orang-orang yang mengalami gangguan
pada sistem perkemihan. Makalah ini disusun penulis agar penulis dan pembaca
memperoleh pengetahuan tentang gangguan serta pengobatan sistem perkemihan.
B. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan
Umum
Adapun penulis menyusun
makalah ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang implikasi proses
keperawatan dalam pemberian obat sistem perkemihan.
2. Tujuan
Khusus
a. Mengetahui
berbagai jenis obat yang digunakan dalam sistem perkemihan;
b. Mengetahui
jenis klasifikasi obat-obat sistem perkemihan;
c. Mengetahui
dosis yang benar dalam pemberian obat sistem perkemihan;
d. Mengetahui
efek samping pemberian obat sistem perkemihan;
e. Mengetahui
implementasi keperawatan dalam penggunaan obat pada sistem perkemihan.
BAB II
KONSEP OBAT FARMAKOLOGI
DALAM SISTEM PERKEMIHAN
A. Antiseptik
Saluran Kemih
Antiseptik
saluran kemih terbatas hanya untuk pengobatan infeksi saluran kemih. Obat
bekerja pada tubulus ginjal dan kandung kemih, sehingga efektif dalam
mengurangi pertumbuhan bakteri. Urinalis dan pembiakan serta tes sensitifitas
biasanya dilakukan sebelum dimulainya terapi obat. Kelompok
antiseptik saluran kemih adalah nitrofurantoin, metenamin, quinolon, dan
trimetoprim.
1.
Nitrofurantoin
Nitrofurantoin
(Furadantin, Macrodantin) pertama kali diresepkan untuk ISK pada tahun 1953.
Nitrofurantoin merupakan bakteriostatik atau bakterisidal, tergantung dari
dosis obat, dan efektif untuk melawan banyak organisme gram positif dan gram
negatif, terutama terhadap E. coli.
Obat ini dipakai untuk pengobatan ISK akut dan kronik. Pada fungsi ginjal yang
normal, obat akan cepat dieliminasi karena waktu paruhnya yang singkat yaitu 20
menit; tetapi obat ini dapat menumpuk pada serum jika terjadi gangguan saluran
kemih. Pseudomonas aeruginosa
resisten terhadap nitrofurantoin, tetapi pada populasi mutan resisten yang peka
terhadap nitrofurantoin jarang ada. Resistensi klinis muncul secara lambat.
Tidak ada restisten silang di antara nitrofurantoin dan obat antimikroba lain.
Mekanisme
kerja nitrofurantoin tidak diketahui, diduga obat ini mengahmabat sistem enzim
bakteria termasuk siklus asam trikarboksilat. Aktivitas nitrofurantoin sangat
diperkuat pada pH 5,5 atau kurang.
·
Farmakokinetik
Nitrofurantoin
diabsorbsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat dimetabolisme dan
diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri
sistemik. Di dalam ginjal, obat ini di ekskresikan ke dalam urin baik dengan
filtrasi glomerulus maupun dengan sekresi tubulus. Dengan dosis harian
rata-rata, konsentrasi
g/mL dicapai di dalam urin. Pada gagal
ginjal, kadar di dalam urin tidak cukup untuk kerja antibakteri, tetapi kadar
dalam darah yang tinggi dapat menyebabkan keracunan. Nitrofurantoin memberikan
warna coklat pada urin.
·
Indikasi
Klinik
Obat
ini adalah salah satu alternatif untuk pengobatan infeksi saluran kemih bawah
tanpa komplikasi dan pencegahan rekurens infeksi saluran kemih bawah.
·
Penggunaan
Klinik
Dosis
harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa ialah 100 mg per
oral 4 kali sehari yang dimakan bersama makanan atau susu. Nitrofurantoin tidak
boleh diberikan kepada pasien infusiensi ginjal yang berat. Nitrofurantoin
dapat diberikan berbulan-bulan untuk menekan infeksi kronis saluran kemih.
Lebih disukai untuk mempertahankan pH urin di bawah 5,5. Dosis tunggal harian
nitrofurantoin, 100 mg, dapat mencegah kekambuhan infeksi saluran kemih pada
wanita.
Nitrofuran
lain, furazolidon 400 mg/hari per oral (5-8 mg/kg/hari pada anak-anak dapat
mengurangi diare karena kolera dan mungkin memperpendek ekskresi vibrio. Obat
ini biasanya tidak berhasil untuk shigelosis.
·
Efek
Samping
a. Toksisitas
Langsung : Anoreksia, mual dan muntah merupakan efek samping utama (dan sering)
nitrofurantoin. Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan
defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Nitrofurantoin mengantagonis efek
asam nalidiksat.
b. Reaksi
Alergi : Berbagai rash pada kulit,
infiltrasi ke paru-paru, dan reaksi hipersensitif lain.
·
Interaksi
Obat
Nitrofurantoin
berinteraksi pada antasida terutama yang mengandung Mg trisilikat dapat
menurunkan absorbsi obat ini. Obat ini mengantagonis asam nalidiksat dan
oksolinat. Kadar serum fenitoin menurun bila diberikan bersamaan dengan obat
ini.
·
Sediaan
dan Dosis
Nitrofurantoin
tersedia dalam bentuk tablet dan kapsul 50 mg, 100 mg, serta suspensi.
Dosis dewasa : 3-4x
sehari 50 mg/hari.
Anak-anak : 5-7
mg/kg/BB/hari dibagi 4 dosis.
2.
Metenamin
Metenamin
(Mandelamine, Hiprex) menimbulkan efek bakterisidal jika pH urin kurang d 5,5.
Obat ini tersedia dalam bentuk garam mandelat (masa kerja singkat) dan sebagai
garam hipurant. Metenamin efektif dalam melawan organisme gram positif dan gram
negatif, terutama E Coli dan Pseudomonas aeruginosa. Obat ini dipakai
untuk infeksi saluran kemih kronik. Obat ini cepat diabsorpsi melalui saluran
gastrointestinal, dan sekitar 90% dari obat ini diekskresi tanpa mengalami
perubahan. Metenamin membentuk amonia dan formaldehida dalam urin yang asam;
oleh karena itu, urin perlu diasamkan untuk menghasilkan efek bakterisidal.
Sari buah cranberry (beberapa gelas ukuran delapan ounce perhari), asam
askorbat, dan amonium klorida dapat diapakai untuk menurunkan pH urin.
·
Farmakokinetik
Metenamin
dan garamnya diabsorbsi secara tepat disaluran cerna setelah pemberian secara
oral, dan 10-30% dari dosis yang diberikan dihidrolisis oleh asam lambung
sehingga obat ini sebaiknya diberikan dalam bentuk salut enterik.
Meskipun
obat ini didistribusikan ke seluruh cairan tubuh termasuk sel darah merah,
cairan serebrospinalis dan sinovial, serta pleura, tetapi obat ini tidak
menunjukkan aktivitas antibakteri karena formaldehid tidak terbentuk pada pH
fisiologis. Lebih dari 90% obat ini diekskresikan kedalam urin dan lebih dari
20% nya dihirdolisis menjadi formaldehid bebas.
·
Indikasi
Obat
ini digunakan untuk profilaksis infeksi saluran kemih rekurens. Obat ini sangat
bermanfaat pada prostatitis dan neurogenik bladder, dan terbentuk residu urine
karena waktunya cukup untuk membentuk formaldehid.
·
Efek
Samping
Metenamin
dan garamnya cukup aman serta relatif ditoleransi dengan baik. Efek samping
yang biasanya terjadi adalah gangguan saluran cerna yang meliputi mual, muntah,
dan diare terutama bila dosis obat diberikan lebih dari 4x500 mg/hari, meskipun
diberikan dalam bentuk salut enterik. Dengan dosis besar juga, mungkin dapat
menimbulkan iritasi saluran kemih yang ditandai dengan disuria dan hematuria.
Bila keluaran urin menurun, metenamin dapat menimbulkan kristaluria. Selain itu
juga terdapat beberapa reaksi alergi terhadap zat warna pada Hiprex.
·
Interaksi
Obat
Obat-obat
yang meningkatkan pH urin (seperti asetazolamid dan natrium bikarbonat)
mencegah hidrolisis metamin menjadi formaldehid. Metenamin tidak boleh
diberikan bersamaan dengan golongan sulfa karena akan meningkatkan terjadinya
kristaluria.
·
Sediaan
dan Dosis
Obat ini tersedia dalam
bentuk tablet 500 mg dan 1 g serta suspensi.
Metenamin
Mandelat
|
Metenamin
Hipurat
|
Dewasa : 4x1
gr/hari setelah makan
Anak 6-12
tahun : 4x500 mg/hari
Anak < 6
tahun : 18,3 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis
|
Dewasa dan
anak > 12 tahun : 2x1 gr/hari
Anak 6-12
tahun : 2x500 mg/hari atau 25-50mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis
|
3.
Quinolon
Quinolon
merupakan salah satu dan kelompok antiseptik saluran kemih terbaru dan efektif
dalam melawan ISK bagian bawah. Asam nalidiksat (NegGram) dikembangkan pada
tahun 1964, dan sinoksasin (Cinobac), norfloksasin (Noroxin), dan
siprofloksasin hidroklorida (Cipro) dipasarkan pada tahun 1980an. Quinolon
terbaru (sinoksasin, norfioksasin, dan siprofloksasin) efektif dalam melawan
banyak macam ISK. Dosis obat harus diturunkan jika terdapat disfungsi ginjal.
Waktu paruh dari obat-obat iniadalah 2-4 jam tetapi menjadi lebih lama jika
terdapat disfungsi ginjal.
·
Farmakokinetik
Sinoksasin
diabsorpsi dengan baik dan saluran gastrointestinal, dan 35% dari norfloksasin
diabsorpsi dari saluran gastrointestinal. Sinoksasin tinggi berikatan dengan
protein, tetapi norfloksasin hanya 10-15% yang berikatan dengan protein. Waktu
paruh dari ke dua obat ini adalah singkat; obat-obat ini biasanya diberikan dua
kali sehari. Baik sinoksasin maupun
norfloksasin diekskresi sebagai metabolit tanpa mengalami perubahan ke dalam
urin. Selain itu sebagian dari metabolit norfloksasin diekskresikan ke dalam
feses.
·
Farmakodinamik
Sinoksasin
dan norfloksasin menghambat sintesis DNA bakteri. Norfloksasin merupakan obat
antibakterial saluran kemih yang kuat dan efektif untuk melawan mikroorganisme
gram positif dan gram negatif, termasuk Pseudomonas
aeruginosa. Sinoksasin juga efektif dalam melawan banyak organisme yang
sama.
Mula
kerja dari kedua obat ini tidah diketahui. Waktu untuk mencapai konsentrasi
puncak dari kedua obat ini adalah sama, 1-2 jam. Lama kerja sinoksasin adalah
10-12 jam tetapi untuk norfloksasin tidak diketahui. Antasid mengurangi
absorpsi obat- obat ini. Probenesid memperpanjang kerja sinoksasin dan
norfloksasin. Obat-Obat ini mempengaruhi hasil dari beberapa pemeriksaan
Iaboratorium, mungkin menyebabkan peningkatan BUN, kreatinin serum, alkali
fosfatase serum, SGOT dan SGPT serum.
·
Efek
Samping
Pemakaian
asam nalidiksat dapat menimbulkan efek samping berikut: sakit kepala, pusing,
sinkope (pingsan), neuritis penifer, gangguan penglihatan, dan ruam kulit.
Mual, muntah, diare, sakit kepala, dan gangguan penglihatan dapat terjadi pada
pemakaian sinoksasin dan norfloksasin.
EFEK
SAMPING
(S&N) Mual, muntah,
kram, pusing, sakit kepala, fotofobia, ruam kulit
(S) Pruritus, diare
(N) Konstipasi
|
NORFLOKSASIN
(N)
(Noroxin)
|
SINOKSASIN
(S)
(Cinobac)
|
KONTRADIKSI
(S&N) Penyakit hati dan
ginjal yang berat, riwayat serangan kejang
|
INTERAKSI
(S&N) Probenesid,
antasid
(N) Teofilin
Pemeriksaan laboratorium :
(S&N) Peningkatan BUN, kreatinin, ALP, SGOT, SGPT serum |
REAKSI
YANG MERUGIKAN
(S) Serangan kejang
(N) Kristaluria
|
EFEK
TERAPEUTIK
(S) Mengobati ISK dan
mencegah kekambuhan ISK
(N) Mengobati ISK yang
berat akibat organisme gram negatif
|
FARMAKOKINETIK
Absorbsi :
PO;
(S) Diabsorbsi dengan buruk
(N) 35% diabsorbsi
Distribusi : PP;
(S) 60-80%
(N) 10-15%
Metabolisme : t½;
(S) 1,5-2 jam
(N) 3-4 jam
Eliminasi: (S&N)
Dieksresi ke dalam urin
tanpa mengalami perubahan
(N) Beberapa diekskresi di
feses
|
FARMAKODINAMIK
(S) PO: Mula : TD
P: 1-2 jam
L: 10-12 jam
(N) PO: Mula: TD
P:1-2 jam
L: TD
|
KET :
PO: per oral, PP: pengikatan pada protein, t½:
waktu paruh
P: waktu mencapai kadar puncak L: lama kerja
TD: tidak diketahui.
|
4.
Trimetoprim
Trimetoprim
(Proloprim, Trimpex) dapat dipakai tersendiri untuk pengobatan ISK atau dalam
kombinasi dengan sulfonamid, sulfametoksazol (preparat kombinasi mi secara
generik dikenal sebagai ko-trimoksazol), untuk mencegah terjadinya organisme
yang resisten terhadap trimetoprim. Obat ini menghasilkan efek bakterisidal
dengan masa kerja lambat untuk melawan hampir semua organisme gram positif dan
gram negatif. Trimetoprim dipakai untuk pengobatan dan pencegahan ISK akut dan
kronik. Jumlah trimetropim dalam cairan prostat adalah kira-kira dua sampai
tiga kali lebih besar dari jumlahnya dalam cairan vaskular. Dalam keadaan
normal waktu paruh dari trimetoprim adalah 9-11 jam; waktu paruhrya akan lebih
panjang jika terdapat disfungsi ginjal.
·
Farmakokinetik
Absorbsi
melalui saluran cerna cepat dan lengkap, kadar puncak plasma dicapai dalam
waktu 2 jam dan waktu paruh 11 jam. Distribusi cepat ke seluruh jaringan
termasuk SSP, saliva dan empedu yang kadarnya cukup tinggi.
·
Efek
Samping
Efek
sampingnya terutama gejala-gejala
gastrointestinal, yaitu mual dan muntah; dan masalah kulit, seperti ruam kulit
dan pruritus. Untuk menghindari resistensi lebih
lanjut yang semakin sering terjadi, sebaiknya jangan digunakan sebagai obat
pencegah. Resistensi dari kuman uropatogen terhadap trimetoprim sudah
meningkat.
·
Dosis
Dosis,
setiap malam 300 mg selama 3-7 hari atau 2 dd 200 mg. Untuk anak-anak 5-12
tahun: 2 dd 3 mg/kg BB.
OBAT
|
DOSIS
|
PEMAKAIAN DAN PERTIMBANGAN
|
Nitrofurantoin
(Furadantin, Macrodantin)
|
D: PO:
50-100 mg. q.i.d., p.c.
|
Untuk
ISK akut dan kronik. Klirens kreatinin yang normal menjamin efektifitas obat.
Neuropati perifer merupakan efek yang merugikan. Dapat menimbulkan iritasi
gastrointestinal. Dipakai bersama makanan dapat mengurangi rasa tidak enak
pada gastrointestinal.
|
Metenamin
(Mandelamine)
|
D: PO:
1 g, setiap 12 jam untuk garam hipurat, atau q.i.d. untuk garam mandelat.
|
Untuk
ISK kronik. pH urin harus asam (< 5,5). Tidak boleh dipakai bersama
sulfonamid. Dapat menyebabkan kristaluria, sehingga perlu banyak minum. Dapat
menimbulkan iritasi gastrointestinal, sehingga obat perlu dipakai bersama
makanan.
|
Trimetropim
(Protoprim,Trimpex)
|
D: PO:
100 mg, setiap 12 jam.
|
Untuk
pencegahan dan pengobatan ISK akut dan kronik baik pada pria maupun pada
wanita. Dosis tinggi dapat menimbulkan rasa tidak enak pada gastrointestinal.
Obat dapat dikombinasi dengan sulfametoksazol (Bactrim).
|
Quinolon
Asam
nalidiksat (NegGram)
|
D: PO:
1 g, q.i.d., selama 1-2 minggu, 1 g, b.i.d., untuk pemakaian jangka panjang.
A: PO:
55 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 4 selama 1-2 minggu; 33 mg/kg/hari untuk
pemakaian jangka panjang.
|
Untuk
ISK akut dan kronik. Resistensi obat dapat terjadi. Tinggi berikatan dengan
protein. Tidak didistribusikan ke dalam cairan prostat.
|
Sinoksasin
(Cinobac)
|
D: PO:
1 g/hari, dalam dosis terbagi 2-4 selama 1-2 minggu.
|
Untuk
ISK akut dan kronik. Lebih efektif daripada asam nalidiksat. Diabsorbsi ke
dalam jaringan prostat.
|
Norfloksasin
(Noroxin)
|
D: PO:
400 mg, b.i.d., selama 1-2 minggu.
|
Untuk
ISK akut dan kronik. Merupakan obat yang paling kuat dari kelompok quinolon.
Makanan dapat menghambat absorbsi obat.
|
Siprodoksasin
(Cipro)
|
D: PO:
250-500 mg, setiap 12 jam, infeksi berat; 500-750 mg, setiap 12 jam.
|
Mempunyai
efek antibakterial spektrum luas. Untuk ISK, infeksi kulit dan jaringan
lunak, serta infeksi tulang dan sendi. Antasid menghambat absorbsi obat.
|
Tabel 1
memuat daftar antiseptik saluran kemih, dosis, pemakaian, dan pertimbangan
pemakaiannya.
|
5.
Interaksi
Obat-Obat
Interaksi obat-obat
berikut ini dapat terjadi :
1. Asam
nalidiksat meningkatkan efek warfarin (Coumadin).
2. Antasid
mengurangi absorbsi nitrofurantoin.
3. Kebanyakan
dari antiseptiksaluran kemih menyebabkan hasil positif palsu pada pemeriksaan
Clinitest.
4. Natrium
bikarbonat menghambat kerja metenamin.
5. Metenamin
yang dipakai bersama sulfonamida meningkatkan risiko terbentuknya kristaluria.
B. Analgesik
Saluran Kemih
Fenazopiridin
hidroklorida (Pyridium), suatu analgesik zat warna azo, merupakan suatu
analgesik saluran kemih yang telah dipakai sejak 40 tahun yang lalu. Obat ini
dipakai untuk meredakan nveri, rasa terbakar, dan sering berkemih serta rasa
dorongan berkemih yang merupakan gejala dan ISK bagian bawah. Obat ini dapat
menimbulkan gangguan gastrointestinal, anemia hemolitik, nefrotoksisitas, dan
hepatotoksisitas. Urin akan berubah warna menjadi jingga kemerahan akibat zat
warna, tetapi hal ini tidak membahayakan. Fenazopiridin dapat mengubah
pemeriksaan glukosa urin (Clinitest), sehingga pemeriksaan darah perlu dilakukan
untuk memantau kadar gula.
·
Farmakokinetik
Fenazopiridin
diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Persentase pengikatan
pada protein dan waktu paruhnya tidak diketahui. Fenazopiridin dimetabolisme
oleh hati dan diekskresikan ke dalam urin, yang berwarna jingga kemerahan
akibat zat warna dalam obat yang tidak berbahaya.
·
Farmakodinamik
Fenazopiridin
telah tersedia sejak beberapa dasawarsa yang lalu untuk mengurangi nyeri dan
rasa tidak enak sewaktu berkemih. Obat ini mempunyai efek anestetik pada
selaput lendir saluran kemih; tetapi cara kerja pastinya tidak diketahui. Waktu
untuk mencapai konsentrasi dalam serum untuk obat ini adalah 5 jam, dan lama
kerjanya adalah 6-8 jam. Fenazopiridin biasanya diberikan beberapa kali dalam
sehari. Pada penyakit hati atau ginjal yang berat, hepatotoksisitas atau
nefrotoksisitas, berturut-turut, dapat terjadi.
·
Indikasi
Obat
ini digunakan untuk mengurangi nyeri, rasa terbakar, urigensi dan frekuensi
kencing yang berlebihan yang erat kaitannya dengan iritasi saluran kemih.
Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh infeksi (sistitis), trauma, pembedahan,
endoskpi serta kateterisasi. Obat ini sebaiknya dihentikan apabila nyeri sudah
terkontrol atau tidak boleh dilanjutkan setelah 48 jam pemakaian karena tidak
ada bukti bahwa kombinasi obat ini dengan antibiotika lebih bermanfaat dibandingkan
dengan pemberian obat ini secara tunggal.
·
Efek
Samping
Efek
samping yang paling sering adalah gangguan saluran cerna dan pusing. Obat ini
membentuk warna urin menjadi oranye atau merah. Dan ada pada beberapa kasus
anemia hemoitik, gangguan ginjal dan hati yang timbul, terutama pada pemberian
dosis takar lajak.
Skema
2 menjelaskan perilaku farmakologik dari fenazopiridin.
FENAZOPIRIDIN
(Pyridim)
|
KONTRADIKSI
Penyakit hati dan ginjal
yang berat
|
INTERAKSI
Tidak diketahui
|
FARMAKOKINETIK
Absorbsi : PO; diabsorbsi
dengan baik
Distribusi : PP; TD
(Metabolisme : t½; TD
Eliminasi: ke dalam urin
|
FARMAKODINAMIK
PO: Mula : TD
P: 5 jam
L: 6-8 jam
|
EFEK
TERAPEUTIK
Meredakan iritasi saluran
kemih akibat infeksi
|
EFEK
SAMPING
Anoreksia, mual, muntah,
diare, sakit ulu hati, ruam kulit, urin berwarna jingga-merah
|
REAKSI
YANG MERUGIKAN
Hepatotoksisitas,
nefrotoksisitas, trombositopenia, agranulositopenia, lekopenia, anemia
hemolitik
|
KET : PO: per oral, PP: pengikatan pada
protein, t½: waktu paruh, P: waktu mencapai kadar puncak, L: lama kerja, TD:
tidak diketahui.
C. Perangsang
Saluran Kemih
Jika
fungsi kandung kemih menurun atau hilang akibat kandung kemih neurogenik (suatu
disfungsi akibat lesi pada sistem saraf) akibat cedera medula spinalis
(paraplegia, hemiplegia) atau cedera kepala yang berat, maka dapat dipakai
parasimpatomimetik untuk merangsang miksi (berkemih). Obat pilihannya, yaitu
betanekol klorida (Urecholine), merupakan suatu perangsang saluran kemih, juga
dikenal sebagai parasimpatomimetik yang bekerja langsung (kolinomimetik), dan
obat ini bekerja dengan meningkatkan tonus kandung kemih.
D. Antispasmodik
Saluran Kemih
Spasme
saluran kemih akibat infeksi atau cedera dapat diredakan dengan antispasmodik
yang bekerja langsung pada otot polos dari saluran kemih. Kelompok obat-obat
ini (dimetil sulfoksida juga dikenal dengan DMSOI, oksibutinin, dan flavoksat)
merupakan kontraindikasi jika terdapat obstruksi saluran kemih atau
gastrointestinal, atau jika orang tersebut menderita glaukoma. Antispasmodik
mempunyai efek yang sama dengan antimuskarinik, parasimpatolitik, dan
antikolinergik. Efek sampingnya meliputi mulut kering, peningkatan denyut
jantung, pusing, distensi usus halus, dan konstipasi.
Tabel 2 memuat
obat-obat yang tergolong dalam analgesik, perangsang, dan antispasmodik saluran
kemih.
OBAT
|
DOSIS
|
PEMAKAIAN DAN
PERTIMBANGAN
|
Analgesik
Saluran Kemih
Fenazopiridin
(Pyridium)
|
D: PO: 100-200
mg, t.i.d., p.c.
A: PO: 12
mg/kg/hari dalam dosis terbagi 3
|
Untuk sistisis
kronik untuk meredakan nyeri dan rasa terbakar sewaktu berkemih. Urin akan
berwarna jingga kemerahan. Dapat dipakai bersama-sama dengan antibiotik.
|
Perangsang
Saluran Kemih
Betanekol
(Urecholine)
|
D: PO: 10-50
mg, b.i.d., t.i.d., q.i.d.
|
Untuk kandung
kemih yang hipotonik atau atonik. Tidak boleh dipakai jika terdapat tukak
peptik, dapat menimbulkan rasa tidak enak pada ulu hati, kram abdomen, mual,
muntah, diare, dan kembung.
|
Antispasmodik
Saluran Kemih
Flavoksat
(Urispas)
Oksibutinin
(Ditropan)
Dimetil
sulfoksida (Demasorb)
|
D: PO: 100-200
mg, t.i.d., atau q.i.d.
D: PO: 5 mg,
b.i.d., atau t.i.d.
A (< 5
tahun): PO: 5 mg, b.i.d.
Diteteskan
pada kandung kemih: 50 mL
|
Untuk spasme
saluran kemih. Harus dihindari oleh penderita glaukoma. Hati-hati
pemakaiannya pada orang lanjut usia.
Untuk spasme
saluran kemih. Merupakan kontraindikasi pada orang yang mengalami masalah
pada jantung, ginjal, hati, dan prostat.
Untuk
sistitis. Dimasukkan ke dalam kandung
kemih untuk didiamkan selama 15 menit. Efek tambahannya adalah
peradangan, anastetik, dan bakteriostatik.
|
KET : D: dewasa,
A: anak-anak, PO: sesudah makan, >: lebih dari
E. Diuretik
Diuretika
adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan
natrium klorida. Secara normal, rearbsorbsi garam dan air dikendalikan
masing-masing oleh aldosteron dan vasopresin (hormon antidiuretik, ADH).
Sebagian besar diuretik bekerja dengan menurunkan rearbsobsi oleh tubulus
(atas). Ekskresi elektrolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi
air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Diuretik digunakan
untuk mengurangi edema pada gagal jantung kongestif, beberapa penyakit ginjal,
dan sirosis hepatis. Beberapa diuretik, terutama tizaid secara luas digunakan
pada terapi hipertensi, namun kerja hipotensif jangka panjangnya tidak hanya
berhubungan dengan sifat diuretiknya.
Tizaid
dan senyawa yang berkaitan bersifat aman, aktif secara oral, namun merupakan
diuretik yang relatif lemah. Obat yang lebih efektif adalah high celling atau
diuretik loop. Obat ini mempunyai awitan yang sangat cepat dan durasi kerja
yang cukup pendek. Obat ini sangat kuat dan bisa menyebabkan
ketidakseimbanangan elektrolit serta dehidrasi yang seruis. Metolazon merupakan
obat yang berkaitan dengan tizaid dan aktivitasnya berada diantara diuretik
loop dan tizaid. Metolazon mempunyai efek sinergis yang kuat dengan furosemid
dan kombinasi tersebut bisa efektif pada edema yang resisten dan pada pasien
dengan gagal ginjal yang seruis. Tizaid dan diuretik loop meningkatkan ekskresi
kalium, dan mungkin dibutuhkan suplemen kalium untuk mecegah hipokalemia.
Beberapa
diuretik bersifat ‘hemat kalium’. Duiretik ini lemah bila digunakan tersendiri,
namum menyebabkan retensi kalium dan sering diberikan bersama tizaid atau
diuretik loop untuk mencegah hipokalemia.
1.
Tizaid
Tizaid
terbentuk dari inhibitor karbonat anhidrase. Akan tetapi aktivitas diuretik obat
ini tidak berhubungan dengan efeknya pada obat tersebut. Tizaid digunakan
secara luas pada terapi gagal jantung ringan dan hipertensi, dimana telah
terbukti bahwa obat tersebut menurukan insidensi stroke. Terdapar banyak macam
tizaid, namun satu-satunya perbedaan utama adalah durasi kerjanya. Yang paling
banyak digunakan adalah bendroflumetiazid.
·
Mekanisme
Kerja
Tizaid
bekerja terutama pada segmen awal tubulus distal, dimana tizaid menghambat
rearbsorbsi NaCl dengan terikat pada sinporter yang berperan untuk kontraspor
Na+/Cl- elektronetral. Terjadi peningkatan eksresi Cl-,
Na+ dan disertai H2O. Beban Na yang meningkat dalam
tubulus distal menstimulasi pertukaran Na+ dengan K+ dan
H+, meningkatkan sekresinya dan hipokalemia dan alkalosis metabolik.
·
Efek
Simpang
Efek
simpang termasuk kelemahan, impotensi dan kadang-kadang ruam kulit. Reaksi
alergi yang serius (misalnya trombositopenia) jarang terjadi. Yang lebih sering
terjadi adalah efek metabolik seperti berikut :
-
Hipokalemia bisa
mempresitipasi aritmia jantung, terutama pada pasien yang mendapat digitalis.
Hal ini dapat dicegah dengan pemberian suplemen kalium bila dibutuhkan, atau
terapi kombinasi dengan diuretik hemat kalium.
-
Hiperurisemia. Kadar
asam urat dalam darah sering kali meningkat karena tizaid disekresi oleh sistem
sekresi asam organik dalam tubulus dan
berkompetisi untuk sekresi asam urat. Keadaan in dapar mempresitipasi gout.
-
Toleransi glukosa bisa
terhanggu dan tizaid adalah kontraindikasi pada pasien diabetes tidak
tergantung insulin.
-
Lipid. Tizaid
meningkatkan kadar kolesterol plasma paling tidak selama 6 bulan pertama
pemberian obat, tetapi signifikansinya tidak jelas.
2.
Diuretik
Loop
Diuretik
loop (biasanya furosemid) diberikan secara oral dan digunakan untuk mengurangi
edema perifer dan edema paru pada gagal jantung sedang sampai berat. Obat ini
diberikan secara intravena pada pasien dengan edema paru akibat gagal ventrikel
akut. Tidak seperti tizaid, diuretik loop efektif pada pasien dengan penurunan
fungsi ginjal.
·
Mekanisme
Kerja
Obat
yang bekerja di loop menghambat rearbsorbsi NaCl dalam ansa Henle asendens
segmen tebal. Segmen ini mempunyai kapasitas yang besar untuk merearbsorsi NaCl
sehingga obat yang bekerja pada tempat ini menyebabkan diuresis yang lebih
hebat daripada duiretik lain. Diuretik loop bekerja pada membran lumen dengan
cara menghambat kontraspor Na+/K+/2Cl-. (Na+
secara aktif ditranspor keluar sel ke dalam intertisium oleh pompa yang
tergantung pada Na+/K+ -ATPase di membran basolateral).
Spesifisitas diuretik loop disebabkan oleh konsentrasi lokalnya yang tinggi
dalam tubulus ginjal. Akan tetapi, pada dosis tinggi obat ini bisa menginduksi
perubahan komposisi elektrolik dalam endolimfe dan menyebabkan ketulian.
·
Efek
Simpang
Obat
ini bekerja di loop dan dapat menyebabkan hiponatremia, hipotensi, hipovolemia,
dan hipokalemia. Kehilangan kaliun seperti dengan pemberian tizaid, secara
klinis seringkali tidak penting kecuali bila terdapat faktor resiko tambahan
untuk aritmia (misalnya terapi dengan digoksin). Ekskresi kalium dan magnesium
meningkat dan dapat terjadi hipomagnesemia. Penggunaan diuretik loop yang
berlebihan (dosis tinggi, pemberian secara intravena) bisa menyebabkan ketulian
yang tidak dapat pulih kembali.
3.
Diuretik
Hemat Kalium
Diuterik
ini bekerja pada segmen yang berespon terhadap aldosteron pada nefron distal,
dimana homeostatis K+ dikendalikan. Aldosteron menstimulasi
rearbsorbsi Na+ dengan mengantagonis aldosteron (spironolakton) atau
memblok kanal Na+ (amilorid, triamteren). Hal ini menyebabkan
potensial listrik epitel tubulus menurun, sehingga gaya untuk sekresi K+
berkurang. Obat ini dapat menyebabkan hiperkalemia berat, terutama pada pasien
dengan gangguan ginjal. Hiperkalemia juga mungkin terjadi bila pasien
mengkonsumsi inhibitor ACE (misalnya kaptopril), karena obat ini menurunkan
sekresi aldosteron (dan selanjutnya ekskresi K+).
Sprinolakton
secara kompetitif memblok ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma sehingga
meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan
menurunkan sekresi K+ yang ‘diperkuat oleh listrik’. Sprinolakton
merupakan diuretik lemah, karena hanya 2% dari rearbsorbsi Na+ total
yang berada dibawah kendali aldosteron. Sprinolakton digunakan terutama pada
penyakit hati dengan asites, sindrom Conn, (hiperaldosteronisme primer) dan
gagal jantung berat.
Amilorid
dan triamteren menurunkan preamibilitas membran lumen terhadap Na+
pada distal nefron dengan mengisi kanal Na+ dan menghambatnya dengan
perbandingan 1:1. Hal ini meningkatkan ekskresi Na+ (Cl-
dan H2O) dan menurunkan ekskresi K+.
BAB III
IMPLIKASI PEMBERIAN OBAT
PADA SISTEM PERKEMIHAN DALAM PROSES KEPERAWATAN
A. Implikasi
Keperawatan : Antiseptik Saluran Kemih
Pengkajian
·
Kaji pasien untuk
adanya tanda dan gejala infeksi saluran kemih (frekuensi, urgensi, nyeri dan
rasa terbakar saat berurinasi; demam; urin keruh atau berbau busuk) sebelum dan
secara periodik selama terapi.
·
Dapatkan spesimen untuk
kultur dan sensitivitas sebelum dan selama pemberian obat.
·
Pantau perbandingan
asupan dan haluaran. Beritahu dokter adanya selisih total yang signifikan.
·
Pertimbangan Tes Lab:
HSD harus dipantau secara rutin pada pasien yang menjalani terapi jangka
panjang.
·
Dapat menyebabkan
peningkatan glukosa serum, alkaline fosfatase, BUN dan kreatinin.
·
Dapat menyebabkan hasil
positif palsu pada tes glukosa urin dengan tembaga sulfat (Clinitest ). Gunakan
metode tes enzimatik glukosa (Ketodiastix atau Tes-tape) untuk memeriksa
glukosa urin.
Diagnosa
Keperawatan Potensial
·
Resiko tinggi infeksi
(indikasi).
·
Nyeri (indikasi).
·
Kurang pengetahuan
sehubungan dengan program pengobatan
(penyuluhan pasien/keluarga).
Perencanaan
·
Tanda-Tanda dan
gejala-gejala infeksi saluran kemih pada klien akan hilang dalam 10 hari.
Implementasi
·
PO: Berikan bersama
makanan atau susu untuk meminimalkan iritasi GI, untuk memperlambat dan
meningkatkan absorbsi, untuk meningkatkan konsentrasi puncak, dan untuk memperpanjang durasi konsentrasi terapeutik dalam urin.
·
Jangan menggerus
tablet atau membuka kapsul.
·
Berikan preparat cair
denga alat ukur yang sudah dikalibrasi. Kocok dengan baik sebelum diberikan.
Suspensi oral dapat dibantu dengan air, susu, jus buah atau formula bayi. Kumur
dengan air setelah pemberian suspensi oral untuk mencegah perubahan warna gigi.
Penyuluhan Kepada Klien/Keluarga
Nitrofurantoin :
·
Instruksikan pasien
untuk mengkonsumsi obat dalam 24 jam sesuai anjuran. Jika ada satu dosis yang
terlewat, segera konsumsi dan buat jarak sekitar 2-4 jam dengan dosis
berikutnya. Jangan melewati atau
menggandakan dosis yang terlupa.
·
Dapat menyebabkan pusing
atau mengantuk. Peringatkan pasien untuk tidak mengendarai kendaraan atau
melakukan aktifitas lain yang memerlukan kewaspadaan sampai respons terhadap
obat diketahui.
·
Beritahu pasien bahwa
obat ini dapat menyebabkan urin berwarna kuning-karat sampai cokelat, yang
tidak berarti apa-apa.
·
Anjurkan pasien untuk
memberitahu dokter jika terjadi demam, menggigil, nyeri dada, dispnea, ruam
kulit, kebas atau kesemutan pada jari tangan dan kaki, atau ketidaknyamanan GI
yang tidak dapat ditoleransi. Laporkan juga tanda-tanda superinfeksi (urin
keruh atau berbau busuk; iritasi
perineum; disuria).
·
Instruksikan pasien
untuk berkonsultasi dengan dokter jika tidak ada perbaikan yang terlihat dalam
beberapa hari setelah terapi dimulai.
Metenamin :
·
Nasehatkan klien untuk meminum
sari buah cranberry atau meminum vitamin C atas persetujuan dokter untuk
menjaga agar urin tetap asam. Makanan yang bersifat basa, seperti susu dan
beberapa macam sayur-sayuran, dapat rneningkatkan pH urin. pH urin harus kurang
dan 5,5 agar antiseptik dapat efektif.
Quinolon :
·
Nasehatkan klien untuk
menghindari menjalankan mesin yang berbahaya atau mengemudikan mobil sewaktu
memakai obat, terutama jika timbul rasa pusing.
·
Nasehatkan klien bahwa
fotosensitivitas merupakan efek samping dan hampir Semua obat dalam kelompok
ini. Klien harus menggunakan sunblock dan baju pelindun jika terkena sinar
matahari.
·
Beritahu klien untuk
minum sedikitnya enam sampai delapan gelas (gelas ukuran 8 ounce) cairan setiap
harinya untuk mencegah pembentukan kristaluria.
Fenazopiridin :
·
Nasehatkan klien bahwa
urin akan berubah warna menjadi jingga kemerahan yang tidak berbahaya.
Betanekol :
·
Beritahu klien untuk
melaporkan jika mengalami rasa tidak enak pada abdomen, diare, mual, muntah,
bertambahnya air liur, rasa dorongan berkemih, kulit wajah kemerahan, atau
berkeringat.
Evaluasi
Efektifitas terapi
ditunjukkan dengan:
·
Hilangnya tanda dan
gejala infeksi. Terapi harus dilanjutkan selama minimal 7 hari dan selama
sedikitnya 3 hari setelah urin menjadi steril.
·
Berkurangnya frekuensi
infeksi pada terapi supersif kronik.
B. Implikasi
Keperawatan : Diuretik
Pengkajian
·
Informasi
umum: Kaji status cairan selama terapi.
Pantau berat badan harian, perbandingan asupan dan haluaran, jumlah dan lokasi edema, bunyi paru, turgor
kulit dan membran mukosa.
·
Kaji pasien untuk
adanya anoreksia, kelemahan otot, kebas, kesemutan, parestesia, konfusi dan
rasa haus yang berlebihan. Segera beritahu dokter bila terjadi tanda-tanda
ketidakseimbangan elektrolit.
·
Peningkatan tekanan
intracranial: Pantau status neurologik dan tekanan intracranial pada
pasien-pasien yang menerima diuretic osmotik untuk menurunkan edema serebri.
·
Peningkatan tekanan
intraokuler: Pantau nyeri mata yang menetap atau bertambah atau penurunan tajam
penglihatan.
·
Pertimbangan
tes lab: Pantau elektrolit (khususnya kalium)
glukosa, darah, BUN dan kadar asam urat serum sebelum dan secara periodik
selama terapi.
·
Diuretik tiazid dapat
menyebabkan peningkatan kadar kolesterol, lipoprotein densitas-rendah (LDL) dan
trigliserida serum.
Diagnosis Keperawatan Potensial
·
Kelebihan volume cairan
(indikasi)
·
Kurang pengetahuan
sehubungan dengan program pengobatan (penyuluhan pasien/keluarga)
Implementasi
·
Berikan diuretic oral
di pagi hari untuk menghindari terganggunya siklus tidur.
·
Banyak diuretic
tersedia dalam kombinasi dengan antihipertensi atau diuretic hemat kalium.
Penyuluhan Pasien/Keluarga
·
Informasi
umum: Peringatkan pasien untuk melakukan
perubahan posisi secara perlahan guna meminimalkan hipotensi ortostatik.
Peringatkan pasien bahwa penggunaan alcohol , latihan dalam cuaca panas, atau
berdiri untuk waktu lama selama terapi dapat memperkuat hipotensi ortostatik.
·
Instruksikan pasien
untuk berkonsultasi dengan dokter mengenai pedoman kalium diet.
·
Instruksikan pasien
untuk memantau berat badan setiap minggu dan memberi tahu dokter bila terdapat
perubahan yang bermakna. Intruksikan pasien yang menderita hipertensi mengenai
teknik yang benar memantau tekanan darah setiap minggu.
·
Peringatkan pasien
untuk menggunakan tabir surya dan pakaian pelindung guna mencegah reaksi
fotosensitivitas.
·
Anjurkan pasien untuk
berkonsultasi dahulu dengan dokter atau apoteker sebelum menggunakan obat bebas
bersama obat ini.
·
Instruksikan pasien
untuk memberi tahu dokter atau dokter gigi mengenai program pengobatan ini
sebelum dilakukan tindakan atau pembedahan.
·
Anjurkan pasien untuk
segera menghubungi dokter bila terjadi kelemahan otot, kram, mual, pusing,
kebas atau kesemutan pada ekstremitas.
·
Tekankan pentingnya
pemeriksaan tindak lanjut yang rutin.
·
Hipertensi:
Tekankan pentingnya melanjutkan terapi tambahan untuk hipertensi (pengurangan
berat badan, latihan teratur, pembatasan asupan natrium, pengurangan stress,
pengurangan konsumsi alcohol, dan berhenti merokok)
Evaluasi
Efektivitas
terapi ditunjukkan dengan:
·
Menurunnya tekanan
darah
·
Meningkatnya haluaran
urin
·
Berkurangnya edema
·
penurunan tekanan
intracranial
·
tidak terjadinya hipokalemia
pada pasien-pasien yang mendapat diuretic
·
pengobatan
hiperaldosteronemia
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penggunaan obat tidak
bisa dilakukan sembarangan. Harus ada serangkaian pemeriksaan sebelum
memutuskan memberikan obat kepada pasien. Juga harus ada pengecekan berulang
kali sebelum memberikan obat kepada pasien sehingga dapat meminimalisir
kemungkinan terburuk yang akan terjadi apabila ceroboh dalam pemberian obat.
Kepatuhan dalam
pemberian obat terjadi apabila aturan pakai obat diresepkan serta pemberiannya
di rumah sakit diikuti dengan benar. Sehingga sangat bijaksana jika perawat mau
mengecek obat yang akan diberikan demi kesembuhan pasien.
Cara pemberian obat pada klien yang
menderita gangguan pada sistem perkemihan pun harus diperhatikan para perawat
sebagaimana kita ketahui bahwa peran dari saluran perkemihan sangat penting
dalam proses pengeluaran zat-at yang tidak digunakan oleh tubuh dan zat-zat
yang mengandung toxic.
B. Saran
Adapun
saran dalam makalah yang telah kami susun ini ialah :
1.
Sebaiknya tidak
sembarangan atau mengira-ngira dalam memberikan dosis obat kepada pasien.
- Kaji
penyakit pasien sebelum memberikan obat, dan berikan obat sesuai dengan
tujuan pemberian.
- Jangan
memberikan obat yang efek samping yang tinggi yang tidak sesuai dengan
kemampuan tubuh pasien dalam mencerna, hal itu dapat menimbulkan
terjadinya hal yang fatal bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Tessy A, Ardaya, Suwanto.
Infeksi Saluran Kemih. In: Suyono HS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 3rd edition. Jakarta,
FKUI. 2001.
Purnomo BB: Dasar-Dasar
Urologi 2nd Edition . Jakarta, Sagung Seto. 2003
Hooton TM, Scholes D, Hughes
JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A, Stamm WE. A
Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract Infection in
Young Women. N Engl J Med 1996; 335: 468-474.
Burke JP. Infection Control-
A Problem for Patient Safety. N Engl J Med2008; 348: 651-656.
Kennedy
ES. Pregnancy,Urinary Tract infections. http://www.eMedicine.com. last updated 8 August 2007. accesed 22 February
2008.
Stamm WE. An Epidemic of
Urinary Tract Infections? N Engl J Med 2001; 345: 1055-1057.
Jawetz E. Sulfonamid dan
trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan
klinik. Jakarta, EGC.2002.
Hanno PM et al. Clinical
manual of Urology 3rd edition. New york, Mcgraw-hill.2001.
Trevor AJ, Katzung BG,
Mastri SB. Katzung and Trevor’s Pharmacology Examination and Board Review
7th Edition. Newyork, Mcgrtaw-hill.2005.
Katzung BG (Ed). Lange
Medical Book. Basic and Clinical Pharmacology 9thEdition,
Newyork, Mcgraw-hill.2001.
Carruthers SG et al. Melmon
and Morrelli’s Clinical Pharmacology 4th edition,
Newyork, Mcgraw-hill.2000.
Urinary Tract
Infection. http://www.wikipedia.com. last
updated on February 19 2008. accesed on February 22 2008.
Fihn SD. Acute Uncomplicated
Urinary Tract Infection in Women. N Engl J Med 2003; 349:
259-26
Winotopradjoko M et al.
Antifektikum kombinasi in: ISO Indonesia Informasi Spesialite Obat
Indonesia Vol.40Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2005 ;01.06