A. DEFINISI
Cidera
kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan
garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi)
yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada
percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan
pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah suatu
gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.
Cedera
kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik
secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan menurut Satya
(1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan
kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya
mengalami cidera baik yang trauma tumpul maupun trauma tembus.
B. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat
dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma
yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan saat olahraga,
kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena
tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
Cedera kepala berdasarkan
beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala Coma (GCS) dibagi
menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
Ø GCS 13 - 15
Ø Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Ø Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio
serebral dan hematoma
b. Cedera kepala sedang
Ø GCS 9 - 12
Ø Saturasi oksigen > 90 %
Ø Tekanan darah systole > 100 mmHg
Ø Lama kejadian < 8 jam
Ø Kehilangan kesedaran dan atau amnesia >
30 menit tetapi < 24 jam
Ø Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
Ø GCS 3 – 8
Ø Kehilangan kesadaran dan atau amnesia
>24 jam
Ø Meliputi hematoma serebral, kontusio
serebral
Pada penderita yang tidak
dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal
diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat
di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”,
sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka
reaksi verbal diberi nilai “T”.
3. Berdasarkan Morfologi
a. Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai
kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi pintu masuk infeksi
intrakranial.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur
yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara anatomis ada
perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis
caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah
basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis lebih
melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur
daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai dengan bloody
otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batle’s sign, lesi
nervus cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan, 2000).
Sedangkan penanganan
dari fraktur basis cranii meliputi :
1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial
yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan
sembelit.
2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan
lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada
bloody otorrhea/otoliquorrhea.
3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody
otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala
miring keposisi yang sehat (Kasan : 2000).
c. Cedera Otak
1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Commotio Cerebri
(Gegar Otak) adalah cidera otak ringan karena terkenanya benda tumpul berat ke
kepala dimana terjadi pingsan < 10 menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul
dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing. Pada
waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia
antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum dan
sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad).
Menurut
dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak
terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam,
dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan
jaringan otak yang berkepanjangan.
2) Contusio Cerebri (Memar Otak)
Merupakan
perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini
terjadi bersama-sama dengan rusaknya jaringan saraf/otak di daerah sekitarnya. Di
antara yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan N. Facialis atau N.
Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera
kepala.
Contusio
pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon
dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan
tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai
dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah,
keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan
(decebracio rigiditas).
3) Perdarahan Intrakranial
a) Epiduralis haematoma
adalah terjadinya perdarahan
antara tengkorak dan durameter akibat robeknya arteri meningen media atau
cabang-cabangnya. Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain,
seperti pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.
b) Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah
kejadian haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil
vena pecah atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan
jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi
rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda
meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
c) ÿÿ0Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan
pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater.
Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan
pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran
pembuluh darah). Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
d) Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda
tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang
besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter bagian bawah
melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.
4. Berdasarkan Patofisiologi
a. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme
dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder
akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema
otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang
lain.
C. ETIOLOGI
1.
Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera
kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
a. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan deselerasi)
b. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2.
Trauma akibat persalinan
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor
atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat olahraga.
4.
Jatuh
5. Cedera akibat kekerasan.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit
atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing
7. Nyeri kepala hebat
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran
serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila
fraktur tulang temporal.
E. PATOFISIOLOGI
Otak dapat
berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat
otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat adanya
perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan
vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
Menurut
Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala, tulang
kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu
berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma
langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa
seketika/menyusul rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera
akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari obyek yang bergerak dan
menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi, kikisan/konstusio pada lobus
oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat terjadi. Sedangkan cidera
deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak dengan
deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.
Pengaruh
umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah edema otak,
deficit sensorik dan motorik. Peningkatan
TIK terjadi dalam rongga
tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi,
pergeseran otot.
Cedera
primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan
otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi
atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan
volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi
arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli
dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai
kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih
khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio
serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak
menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam
empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia,
pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis
cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi
karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
Sedangkan patofisiologi
menurut Markum (1999). trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya
bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar
getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan
diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh
perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan
menyebabkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan
tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga
suplay oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema
cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya, 1998).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi
luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72
jam setelah injuri.
2. MRI
Digunakan
sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan
anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi
edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi
perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema),
fragmen tulang.
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas
metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Pungsi
Dapat
dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk
mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs
Mendeteksi
keberadaan ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10. Kadar Elektrolit
Untuk
mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial
11. Screen Toxicologi
Untuk
mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
G. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien
dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1.
Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara
dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan
infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya
kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
3. Berikan terapi intravena bila ada
indikasi.
4. Pada anak diistirahatkan atau tirah
baring.
5.
Terapi
obat-obatan.
a. Dexamethason/kalmethason
sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya
trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma
kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pengobatan anti edema dengan
larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung
barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidasol.
e. Pada trauma berat. karena
hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung
terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak
terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua
dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
6.
Pembedahan bila ada indikasi.
H. KOMPLIKASI
1.
Hemorrhagie
2.
Infeksi
3.
Edema serebral dan herniasi
I. ASUHAN KEPERAWATAN
- PENGKAJIAN
a.
Identitas
klien
Nama, umur,
jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama,
suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur,
jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir, pekerjaan,
alamat.
c. Riwayat kesehatan :
Tingkat
kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada
saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat
penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat
penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat
kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
d. Pengkajian persistem
1). Keadaan umum
2). Tingkat kesedaran : composmetis, apatis,
somnolen, sopor, koma
3). TTV
4). Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.
5). Sistem Kardiovaskuler
Apabila
terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi
kemudian takikardi.
6). Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
7). Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami
gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan selera
8).
SistemMuskuloskeletal
Kelemahan
otot, deformasi
9).
Sistem
Persarafan
Gejala :
kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan
kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan
pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
a. Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman
N.II : pada trauma
frontalis terjadi penurunan
penglihatan
N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks
cahaya menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
N.V : gangguan mengunyah
N.VII, N.XII :lemahnya penutupan
kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3 anterior lidah
N.VIII : penurunan
pendengaran dan keseimbangan tubuh
N.IX , N.X , N.XI jarang
ditemukan
b. Skala Koma glasgow (GCS)
NO
|
KOMPONEN
|
NILAI
|
HASIL
|
1
|
VERBAL
|
1
|
Tidak berespon
|
2
|
Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
|
||
3
|
Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
nyambung dengan pertanyaan
|
||
4
|
Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat
|
||
5
|
Orientasi baik
|
||
2
|
MOTORIK
|
1
|
Tidak berespon
|
2
|
Ekstensi abnormal
|
||
3
|
Fleksi abnormal
|
||
4
|
Menarik area nyeri
|
||
5
|
Melokalisasi nyeri
|
||
6
|
Dengan perintah
|
||
3
|
Reaksi membuka
mata (EYE)
|
1
|
Tidak berespon
|
2
|
Rangsang nyeri
|
||
3
|
Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)
|
||
4
|
Spontan
|
c. Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang digunakan secara internasional :
RESPON
|
SKALA
|
Kekuatan normal
|
5
|
Kelemahan sedang
|
4
|
Kelemahan berat (antigravity)
|
3
|
Kelemahan berat (not antigravity)
|
2
|
Gerakan trace
|
1
|
Tak ada gerakan
|
0
|
- KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d
akumulasi cairan
b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan
pusat pernapasan di medula oblongata
c. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d
hiposksia
d. Perubahan persepsi sensori b.d defisit
neorologis.
e. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan
TIK.
f. Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.
g. Resti injury b.d kejang.
h. Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak
i.
Resti
gangguan intregritas fisik b.d imobilitas
j.
Resti
kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.
- RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO.
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
a.
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien dapat mempertahanakan
patensi napas dengan kriteria hasil :
a. Bunyi napas vesikuler
b. Tidak ada spuntum
c. Masukan cairan adekuat.
|
1. Kaji kepatenen jalan
napas
2. Beri posisi semifowler.
3. Lakukan penghisapan
lendir dengan hati-hati selama 10-15 menit. Catat sifat-sifat, warna dan bau sekret. Lakukan bila tidak ada retak
pada tulang basal dan robekan dural.
4. Berikan posisi semi
pronelateral/miring atau terlentang setiap dua jam.
5. Pertahankan masukan
cairan sesuai kemampuan klien.
6. Berikan bronkodilator
IV dan aerosol sesuai indikasi.
|
- Ronki, mengi menunjukan
aktivitas sekret yang dapat menimbulkan penggunaan otot-otot asesoris dan
meningkatkan kerja pernapasan.
- Membantu memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.
- Pengisapan dan
membersihkan jalan napas dan akumulasi dari sekret. Dilakukan dengan
hati-hati untuk menghindari terjadinya iritasi saluran dan reflek vagal.
- Posisi semi prone dapat
membantu keluarnya sekret dan mencegah aspirasi. Mengubah posisi untuk
merangsang mobilisi sekret dari saluran pernapasan.
- Membantu mengencerkan
sekret, meningkatkan pengeluaran sekret.
- Meningkatkan ventilasi
dan membuang sekret serta relaksasi otot halus/spsponsne bronkus.
|
b.
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien mempunyai pola
pernapasan yang efektif dengan kriteria hasil:
a. Pola napas nomal (irama
teratur, RR = 16-24 x/menit).
b. Tidak ada pernapasan cuping hidung.
c. Pergerakan dada simetris.
d. Nilai GDA normal.
PH darah = 7,35-7,45.
PaO2 = 80-100 mmHg.
PaCO2 = 35-45 mmHg.
HCO3- = 22-26 m.Eq/L
|
1. Pantau frekuensi, irama
dan kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
2. Catat kompetensi reflek
GAG dan kemampuan untuk melindungi jalan napas sendiri.
3. Tinggikan kepala tempat
tidur sesuai indikasi.
4. Anjurkan kllien untuk
bernapas dalam dan batuk efektif.
5. Beri terapi O2
tambahan.
6. Pantau analisa gas
darah, tekanan oksimetri.
|
- Perubahan dapat
menandakan awitan komplikasi pulmo atau menandakan luasnya keterlibatan otak.
Pernapasan lambat, periode aprea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
- Kemampuan mobilisasi
penting untuk pemeliharaaan jalan napas. Kehilangan reflek batuk menandakan
perlunya jalan napas buatan/intubasi.
- Untuk memudahkan
ekspansi paru dan menurunkan adanya kemugkinan lidah jatuh menutupi jalan
napas.
- Mencegah atau
menurunkan atelektasis.
- Memaksimalkan O2 pada
darah arteri dan membantu dalam mencegah hipoksia.
- Menentukan kecukupan
pernapasan, keseimbangan asam basa.
|
c.
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien mempunyai perfusi
jaringan adekuat dengan kriteria hasil:
a. Tingkat kesadaran
normal (composmetis).
b. TTV Normal.
(TD: 120/80
mmHg, suhu: 36,5-37,50C, Nadi: 80-100 x/menit, RR: 16-24 x/m)
|
1. Kaji status neurologis
yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, terutama CGS.
2. Monitor TTV; TD, denyut
nadi, suhu, minimal setiap jam sampai klien stabil.
3. Tingggikan posisi
kepala dengan sudut 15-45o tanpa bantal dan posisi netral.
4. Monitor suhu dan atur
suhu lingkungan sesuai indikasi. Batasi
pemakaian selimut dan kompres bila de mam.
5. Monitor asupan dan
keluaran setiap delapan jam sekali.
6. Berikan O2
tambahan sesuai indikasi.
7. Berikan obat-obatan
antiedema seperti manito, gliserol dan losix sesuai indikasi.
|
- Hasil dari pengkajian
dapat diketahui secara dini adanya tanda-tanda peningkatan TIK sehingga dapat
menentukn arah tindakan selanjutnya
serta manfaat untuk menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan
keruskan SSP.
- Dapat mendeteksi secara
dini tanda-anda peningkatan TIK, misalnya hilangnya autoregulasidapat
mengikuti kerusakan vaskularisasi selenral lokal. Napas yang tidak teratur
dapat menunjukkan lokasi adanya gangguan serebral.
- Posisi kepala dengan
sudut 15-45o dari kaki akan
meningkatkan dan memperlancar aliran balik vena kepala sehingga mengurangi
kongesti cerebrum, dan mencegah penekanan pada saraf medula spinalis yang
menambah TIK.
- Deman menandakan adanya
gangguan hipotalamus: peningkatan kebutuhan metabolik akan meningkatkan TIK.
- Mencegah kelibahan
cairan yang dapat menambah edema serebri sehingga terjadi peningkatan TIK.
- Mengurangi hipokremia
yang dapat meningkatkan vasoditoksi cerebri, volume darah dan TIK.
- Manitol/gliserol
merupakan cairan hipertonis yang
berguna untuk menarik cairan dari intreseluler dan ekstraseluler. Lasix untuk
meningkatkan ekskresi natrium dan air yang berguna untuk mengurangi edema
otak.
|
d.
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien mengalami perubahan
persepsi sensori dengan kriteria hasil:
a. Tingkat kesadaran normal.
E4 M6V5.
b. Fungsi alat-alat indera
baik.
c. Klien kooperatif
kembali dan dapat berorientasi pada orang, waktu dan tempat.
|
1. Kaji respon sensori
terhadap panas atau dingin, raba atau sentuhan. Catat perubahan-perubahan
yang terjadi.
2. Kaji persepsi klien,
baik respon balik dan koneksi kemampuan klien beroerientasi terhadap orang,
tempat dan waktu.
3. Berikan stimulus yang
berarti saat penurunan kesadaran.
4. Berikan keamanan klien
dengan pengamanan sisi tempat tidur, bantu latihan jalan dan lindungi dari
cidera.
5. Rujuk pada ahli
fisioterapi , terapi deuposi, wicara, terapi kognitif.
|
- Informasi yang penting
untuk keamanan kllien , semua sistem sensori dapat terpengaruh dengan adanya
perubahan yang melibatkan kemampuan untuk menerima dan berespon sesuai
stimulus.
- Hasil pengkajian dapat
menginformasikan susunan fungsi otak yang terkena dan membantu intervensi
sempurna.
- Merangsang kembali
kemampuan persepsi-sensori.
- Gangguan persepsi
sensori dan buruknya keseimbangan dapat meningkatkan resiko terjadinya
injury.
- Pendekatan antar
disiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan terintregasi yang berfokus
pada peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif dan ketrampilan
perseptual.
|
e.
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3X24 jam, nyeri berkurang atau terkendali dengan
kriteria hasil:
a. Pelaporan nyeri
terkontrol.
b. Pasien tenang, tidak
gelisah.
c. Pasien dapat cukup
istirahat.
|
1. Tentukan riwayat nyeri,
lokasi, intensitas, keluhan dan durasi.
2. Monitor TTV.
3. Buat posisi kepala
lebih tinggi (15-45o).
4. Ajarkan latihan teknik
relaksasi seperti latihan napas dalam.
5. Kurangi stimulus yang
tidak menyenangkan dari luas dan berikan tindakan yang menyenangkan seperti
masase.
|
- Informasi akan
memberikan data dasar untuk membantu dalam menentukan pilihan/keeferktifan
intervensi.
- Perubahan TTV merupakan
indikator nyeri.
- Meningkatkan dan
melancarkan aliran balik darah vena dari kepala sehingga dapat mengurangi
edema dan TIK.
- Latihan napas dapat
membantu pemasukan O2 kebih banyak , terutama untuk oksigenasi otot.
- Respon yang tidak menyenangkan menambah ketegagngan saraf dan
mamase akan mengalihkan rengsang
terhadap nyeri.
|
f..
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien mampu melakukan
aktifitas fisik dan ADL dengan
kriteria hasil:
a. Klien mampu pulih
kembali pasca akut dalam mempertahankan fungsi gerak.
b. Tidak terjadi
komplikasi , seperti dekubitus, bronkopnemonia tromboplebitis dan kontraktur
sendi.
c. Mampu mempertahankan
keseimbangan fungsi tubuh.
|
1. Periksa kembali
kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi
2. Kaji tingkat kemampuan
mobilitas dengan skala 0-4
0: Klien
tidak bergantung orang lain.
1: Klien butuh sedikit bantuan.
2: Klien
butuh bantuan sederhana.
3: Klien butuh bantuan atau peralatan yang banyak.
4: Klien butuh sangat bergantung pada orang lain.
3. Atur posisi klien dan
ubah posisi secara teratur tiap dua
jam sekali bila tidak ada kejang atau setelah empat jam pertama.
4. Bantu klien melakukan
gerakan sendi secara teratur.
5. Pertahankan linen tetap
bersih dan bebas kerutan
6. Bantu untuk melalukan
latihan rentang gerak aktif/pasif
7. Anjurkan klien untuk
tetap ikut serta dalam pemenuhan kebutuhan ADL sesuai kemampuan
|
- Mengidentifikasi
kemungkinan kerusakan yang terjadi secara fungsional dan mempengaruhi pilihan
intervensi yang akan dilakukan
- Seseorang dalam setiap
kategori mempunyai resiko kecelakaan, namun dengan kategori nilai 2-4
menpunyai resiko yang terbesar untuk terjadinya bahaya.
- Dapat meningkatkan
sirkulasi seluruh tubuh dan mencegah adanya tekanan pada organ yang menonjol.
- Mempertahankan fungsi
sendi dan mencegah resiko
tromboplebitis.
- Meningkatkan sirkulasi
dan meningkatkan elastisitas kulit dan menurunkan resiko terjadinya
ekskariasi kilit
- Mempertahankan
mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunkan
terjadinya vena statis
- Meningkatkan kesembuhan
dan membentuk kekuatan otot
|
g
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien tidak mengalami
cedera dengan kriteria hasil:
a. Pernyataan pemahaman
faktor yang trlibat dalam kemungkinan cedera.
b. Menunjukkan perilaku ,
gaya hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi dari cedera
c. Mengubah lingkungan
sesuai indikasi untuk meningkatkatkan keamanan
|
1. Observasi tanda-tanda
kejang, waktu
|
- Mengetahui saat
terjadinya kejang untuk antisipasi
|
2. Pertahankan penghalang
tempat tidur terpasang
|
- Menurunkan terjadinya
trauma
|
||
3. Jauhkan benda-benda
yang dapat melukai klien
|
- Menurunkan terjadinya
trauma
|
||
4. Pertahankan agar lidah
tidak tergigit
|
- Menurunkan terjadinya
trauma
|
||
5. Berikan obat sesuai
dengan indikasi, misal antikonvulsan
|
- Mengendalikan kejang
|
||
h
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien tidak mengalami
infeksi dengan kriteria hasil:
a. Tidak ada tanda-tanda
infeksi, rubor, kalor, dolor.
b. Suhu tubuh 36,5-37,5 oC
c. Mencapai penyembuhan
tepat waktu
d. Berpartisipasi dalam
intervensi dalam pencegahan infeksi
|
1. Pertahankan teknik
aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat bagi pasien, pengunjung maupun
staf.
|
- Menurunkan resiko
terjadinya infeksi dan kontaminasi silang
|
2. Pantau suhu secara
teratur
|
- Peningkatan suhu
merupakan salah satu indikator terjadinya infeksi
|
||
3. Ubah posisi klien
dengan sering. Pertahankan linen tetap kering dan bebas dari kerutan.
|
- Mencegah kerusakan
kulit
|
||
4. Batasi/hindari prosedur
invansif
|
- Menurunkan resiko kontaminasi
|
||
5. Beri antibiotik sesuai
indikasi
|
- Mengidentifikasi
infeksi
|
||
i..
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien tidak mengalami
infeksi dengan kriteria hasil:
a. Mengidentifikasi faktor
resiko individual.
b. Mengungkapkan pemahaman
tentang kebutuhan tindakan
c. Berpartisipasi pada
tingkat kemampuan untuk mencegah kerusakan kulit.
|
1. Inspeksi seluruh area
kulit. Catat adanya kemerahan
|
- Kulit biasanya
cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer, tekanan
|
2. Lakukan perubahan posisi
sesering mungkin
|
- Meningkatkan sirkulasi
pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah tulang yang menonjol
|
||
3. Pertahankan linen tetap
kering, bersih dan bebas kerutan
|
- mengurangi/mencegah
adanya iritasi kulit
|
||
4. Tinggikan ekstremitas
bawah secara periodik
|
- Meningkatkan arus balik
vena, mencegah/mengurangi pembentukan edema
|
||
5. Masase penonjolan
tulang dengan lembut menggunakan krim/lotion
|
- Meningkatkan sirkulasi
ke jaringan, meningkatkan tonus vaskuler dan mengurangi edema jaringan
|
||
j.
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3X24 jam, diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
a. TTV dalam batas normal
TD 120/80 mmHg, nadi
60-100x/menit, suhu 36,5-37,5 oC, RR 16-24x/menit
b. Nadi perifer teraba
kuat
c. Haluaran urin adekuat
|
1. Ukur haluaran dan BJ urin. Catat ketidakseimbangan
input dan output.
|
- Penurunan haluaran urin
dan BJ akan menyebabkan hipovolemia.
|
2. Dorong masukan cairan
peroral sesuai toleransi
|
- Memperbaiki kebutuhan
cairan
|
||
3. Pantau tekanan darah
dan denyut jantung
|
- Pengurangan dalam sirkulasi
volume cairan dapat mengurangi tekanan darah, mekanisme kompensasi awal
takikardi untuk meningkatkan curah jantung dan tekanan darah sistemik
|
||
4. Palpasi denyut perifer
|
- Denyut yang lemah,
mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemi
|
||
5. Kaji membran mukosa,
turgor kulit, dan rasa haus
|
- Merupakan indikator
dari kekurangan volume cairan dan sebagai pedoman untuk penatalaksaan
rehidrasi
|
||
6. Berikan tambahan cairan
parenteral sesuai indikasi
|
- Memperbaiki kebutuhan
cairan
|
Pathway
|
||||
CEDERA KEPALA
CEDERA KEPALA
|
|
|
|
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.
1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd ed.
Philadelpia : F.A. Davis Company.
Long; B and
Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach. St. Louis : Cv. Mosby Company.
Asikin, Z. 1991.
Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu
Napas. Jakarta.
Harsono.
1993. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University
Press
Saanin, S
dalam Neurosurgeon. mailto:%20saanin@padang.wasantara.net.id
Cecily, L
& Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Hudak &
Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta:
EGC.
Iskandar.
2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Suriadi
& Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.
Jakarta: CV Sagung Seto
Suzanne CS
& Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC
Bajamal, A.
1999. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. Surabaya.
Umar, K. 1998.
Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Surabaya : Airlangga
Univ. Press.
Umar, K. 2000.
Penanganan Cidera Kepala Simposium. Tretes : IKABI.
Vincent, J. 1996.
Pharmacology of Oxygen and Effect of Hypoxi. Germany
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An H
DENGAN CEDERA KEPALA RINGAN
Di RUANG BEDAH SARAF RSUP Dr. KARYADI
SEMARANG
I. PENGKAJIAN
- IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama : An H
Umur : 7 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Semarang, 16 Desember 1999
Golongan Darah : O
Pendidikan terakhir : TK
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan : Pelajar
TB/BB : 100 cm/36 Kg
Alamat : Jl. Simongan RT 03/RW VII Manyaran Semarang
barat
Tanggal masuk RS : 2 Desember 2007
Tanggal pengkajian : 3 Desember 2007 jam 08.00
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Ny. E
Umur : 32 Tahun
Jenis
Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dengan klien : Ibu
Pendidikan
Terakhir :
Sarjana
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jl. Simongan RT 03/RW VII Manyaran
Semarang barat Telepon : 08152238509
B. RIWAYAT KELUARGA (GENOGRAM)
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
- - - -
- : Tinggal serumah
C. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP
Tipe
tempat tinggal : Permanen
Jumlah kamar : Lima
Kondisi
tempat tinggal :
Nyaman, bersih
Jumlah orang
yang tinggal di rumah : Laki-laki : 2
orang, perempuan : 4 orang
D. STATUS KESEHATAN
1. Status Kesehatan saat ini
a. Alasan masuk RS
Klien terjatuh saat bersepeda di
komplek rumahnya dengan posisi miring ke kiri dan kepala membentur aspal.k Klien
sempat pingsan dan kemudian dibawa keluarga ke rumah sakit Banyumanik dan
akhirnya di rujuk ke RSUP Dr. Karyadi. Pada saat pengkajian, kondisi klien
masih lemah dan mengeluh pusing dan sakit si tangan kirinya.
b. Faktor pencetus : Jatuh
c. Keluhan Utama : Pusing
d. Faktor yang memperberat : Terbentur aspal
e. Diagnosa medis : Cereda kepala grade 1 tanggal 2 Desember 2007
2. Status kesehatan masa lalu
a. Penyakit yang pernah dialami : Flu, batuk, demam
b. Sebelumnya tidak pernah mengalami
kecelakaan
c. Klien belum pernah di rawat rumah sakit
dan belum pernah menjalani operasi
d. Klien tidak memiliki alergi obat, makanan
maupun lingkungan.
e. Klien tidak mempunyai riwayat penyakit
asma, hepatitis, DM dan penyakit keturunan lainnya.
f. Klien terakhir imunisasi umur 6 tahun,
yaitu imunisasi TT
3. Status kesehatan keluarga
Keluarga tidak mempunyai
riwayat penyalit asma, DM, hipertensi, hepatitis.
E. TINJAUAN SISTEM
Keadaan Umum : Lemah
Tingkat Kesadaran : Composmetis
Skala Koma Glasgo : E4V5M6
TTV : TD 110/70 mmHg RR 24 x/mnt
Nadi 104 x/mnt Suhu 39, 2 0C
1. Sistem Pernapasan
Ø Gejala (Subyektif)
a. Tidak Dispnea
b. Tidak mempunyai riwayat penyakit system
pernapasan, seperti bronkithis, asma, TBC, Emfisema, Pneumonia
c. Tidak menggunakan alat bantu pernapasan
Ø Tanda (obyektif)
a. Pernapasan : Frekuensi 24x/mnt, cepat,
dangkal
b. Tidak menggunakan otot bantu napas
c. Traktil fremitus teraba sama kanan kiri
d. Bunyi napas vesikuler
e. Tidak sianosis
f. Klien tampak gelisah dan bicara kacau
2. Sistem Kardiovaskuler
Ø Gejala (Subyektif)
a. Tidak mempunyai riwayat hipertensi/masalah
jantung
b. Tidak ada riwayat edema kaki, batuk darah maupun penyembuhan lambat
c. Tidak ada nyeri dada
Ø Tanda (obyektif)
a. TD :
TD 110/70 mmHg
b. Nadi/pulsasi
1) Karotis :
teraba
2) Temporalis :
teraba
3) Juguralis :
teraba
4) Radialis :
teraba
5) Femoralis :
teraba
6) Popliteal :
teraba
7) Posyibial :
teraba
8) Dorsal pedis : teraba
c. Bunyi jantung : S1 dan 2 murni, frekuensi 22x/menit, ireguler, dangkal
d. Ekstremitas : Warna coklat, pengisisan kapiler < 2 detik, tidak ada
varises maupun phlebitis
e. Warna :
Membrane mukosa lembab, konjungtiva tidak anemis, bibir lembab, sklera putih
3. Sistem Integumen
Ø Gejala (Subyektif)
a. Tidak ada riwayat gangguan kulit
b. Tidak ada keluhan
Ø Tanda (obyektif)
Tidak ada lesi, kuku dan
rambut normal.
4. Sistem Perkemihan
Ø Gejala (Subyektif)
a. Tidak mempunyai riwayat penyakit
ginjal/kandung kemih
b. Tidak ada riwayat penggunaan deuretik
c. Tidak ada rasa nyeri/rasa terbakar saat
BAK
d. Tidak ada kesulitan BAK
Ø Tanda (obyektif)
a. Pola BAK :
6-7x/hari, spontan, tidak ada retensi
b. Tidak ada distensi kandung kemih
c. Karakteristik urin : warna kuning, jumlah ±
2.000 ml/hari, bau khas
5. Sistem Gastrointestinal
Ø Gejala (Subyektif)
a. Makan 3x/hari dengan komposisi nasi,
sayur, lauk, buah, susu dan klien sering ngemil. Minum 6-8 gelas/hari.
b. Tidak ada ganguan nafsu makan, tidak mual muntah,
tidak ada nyeri ulu hati, tidak ada alergi makanan, tidak ada masalah
mengunyah/menelan
Ø Tanda (obyektif)
a. TB/BB :
100cm/36 cm
b. Turgor kulit : baik
c. Tidak ada asites
d. Kondisi mulut : gigi bersih, mukosa mulut lembab, lidah putih
e. Inspeksi :
Datar
f. Auskultasi :
Bising usus 15 x/ menit
g. Perkusi : Timpani
h. Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan
6. Sistem Eliminasi
Ø Gejala (Subyektif)
a. Klien mengatakan belum BAB selama 2 hari
b. Tidak ada kesulutan BAB
c. Tidak penggunaan laksantif
d. Tidak ada riwayat perdarahan maupun inkontenensia
alvi
Ø Tanda (obyektif)
a. Pola BAB :
dorongan spontan, frekuensi 2x/hari, tidak ada retensi
b. Karakteristik feses : warna kuning kecoklatan, bau khas
7. Sistem Endokrin
Ø Gejala (Subyektif)
Tidak ada
keluhan
Ø Tanda (obyektif)
Tidak ada
perbesaran kelenjar tiroid, kelenjar limfe
8. SistemMuskuloskeletal
Ø Gejala (Subyektif)
Klien mengeluhan tangan kiri sakit
jika digerakkan
Ø Tanda (obyektif)
a. Kekuatan otot : 5
3
5
5
b. Kemampuan aktifitas : Aktivitas dibantu keluarga
c. Tidak terjadi deformitas
9. Sistem Reproduksi
Ø Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Ø Tanda (obyektif)
Klien
berjenis kelamin perempuan
10. Sistem Persarafan
Ø Gejala (Subyektif)
Klien mengeluh nyeri kepala
Ø Tanda (obyektif)
a. GCS E4V5M6 = 15
b. Nervus cranial
N.I (olfaktorius)
Tidak ada masalah penciuman
N.II (optikus)
Tidak ada gangguan penglihatan
N.III
(okulomotorius)
Bola mata
dapat digerakkan ke atas-bawah
N.IV
(troklearis)
Bola mata
dapat digerakkan ke kanan-kiri
N.V (Trigeminus)
Tidak ada gangguan mengunyah
N.VI (abdusen)
Bola mata dapat menyudut
N.VII
(fasialis)
Klien dapat tersenyum,
cemberut, dapat membedakan rasa manis, asam, asin
N.VIII (auditoriusvestibularis)
Tidak ada masalah pendengaran,
ketika bejalan klien mau jatuh, tidak ada gangguan bicara
N.IX (glasovaringeal)
Klien membedakan rasa pahit
N.X (vagus)
Tidak ada gangguan menelan
N.XI
(asesori)
Bahu kanan
dapat diangkat dan bahu kiri tidak dapat diangkat
N.XII (hipoglasus)
Klien dapat
menggerakkan lidah
11. Sistem Penglihatan
Ø Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Ø Tanda (obyektif)
a. Visus : mata kanan dan kiri 6/6
b. Lapang pandang : dapat melihat kesegala
arah
c. Konjungtiva : anemis
d. Pupil : peka terhadap cahaya
e. Sclera : putih
f. Penampilan bola mata : baik
g. Klien tampak mengangtuk, mata merah,
terdapat kantung mata, klien sering menguap
12. Sistem Pendengaran
Ø Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Ø Tanda (Obyektif)
a. Daun telinga : warna coklat, simetris,
tidak ada tanda peradangan
b. Liang telinga : tidak ada serumen dan kotoran
c. Membrane timpani : abu-abu
d. Fungsi pendengaran : baik
13. Sistem Pengecapan
Ø Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Ø Tanda (obyektif)
a. Klien dapat membedakan rasa manis, asam,
asin, pahit
b. Warna lidah putih
14. Sistem Penciuman
Ø Gejala (Subyektif)
Tidak ada keluhan
Ø Tanda (obyektif)
Membedakan bau minyak kayu
putih dan parfum
F. DATA TAMBAHAN
1. Pengkajian nyeri
P : Nyeri Kepala dalam keadaaan
apapun, nyeri tangan kiri jika tersentuh atau digerakkan.
Q : Nyeri seperti
tertusuk-tusuk.
R : Nyeri di
bagian kepala dan tangan kiri
S : Skala nyeri 8
T : Nyeri
berlangsung terus-menerus
2. Pola Aktivitas
a. Sebelum di RS
Klien dapat melakukan
aktivitas sendiri
b. Selama di RS
Aktivitas dibantu keluarga
3. Pola tidur dan istirahat
a. Sebelum di RS
Waktu :
21.00-05.30
Lama tidur : 8,5 jam
Kebiasaan
pengantar tidur : nonton TV
Kesulitan
tidur : tidak ada
b. Selama di RS
Waktu :
20.00-06.00
Lama
tidur :
tiap 5-10 menit terbangun karena pusing dan takut mendengar teriakan pasien
lain
Kebiasaan pengantar tidur : tidak ada
Kesulitan tidur :
sulit tidur dikarenakan pusing dan takut mendengar teriakan pasien lain
G. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium tanggal 2 Desember 2007
Hematologi
Hemoglobin 11,4 gr% 13,00 – 16,00
Hematokrit 34,3 % 40,00
– 54,00
Eritrosit 4,26 juta/ mmk 4,50
– 6,50
MCH 26,80 pg 27,00
– 32,00
MCV 80,60 fL 76,00
– 96,00
MCHC 33,20 g/dL 9,00 –
36,00
Leukosit 18,50 ribu/mmk 4,00
– 11,00
Trombosit 426 ribu/mmk 150,0
– 400,0
Kimia klinik
Glukosa sewaktu 131 mg/dl 80 – 110
Ureum 13 mg/dl 15
– 39
Creatinin 0,61 mg/dl 0,60
– 1,30
Elektrolit
Natrium 140 mmol/L 136
- 145
Kalium 3,5 mmol/L 3,5
– 5,1
Chlorida 111 mmol/L 98
– 107
Kalsium 2,37 mmol/L 2,12-2,52
2. CT Scan tanggal 2 Desember 2007
Tidak
ada perdarahan
3. X- Foto Thorax tanggal 3 Desember 2007
COR & Pulmo dalam batas
normal ; tak tampak fraktur kosta / klavikula
4. Terapi tanggal 3 Desember 2007
a. Infus RL 20 tetes/menit
b. Parasetamol sirup 3xsendok takar
c. Injeksi Cefotaxime 3x500 mg i.v
d. Injeksi Asam mefenamat 3x250 mg i.v
e. Diet biasa
H. ANALISA DATA
No.
|
DATA FOKUS
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
TTD
|
|
1.
|
DS:
|
Trauma Jaringan
|
Gangguan rasa nyaman :
nyeri
|
|
|
- Klien mengatakan pusing
dan nyeri pada tangan kiri dengan skala nyeri 8
|
|||||
DO:
|
|||||
P: Nyeri Kepala dalam keadaaan apapun, nyeri tangan kiri jika
tersentuh atau digerakkan.
|
|||||
Q: Nyeri
seperti tertusuk-tusuk.
|
|||||
R: Nyeri di
bagian kepala dan tangan kiri
|
|||||
T: Nyeri
berlangsung terus-menerus.
|
|||||
- Klien tampak mringis
menahan sakit.
- Klien tampak hati- hati
dalam melakukan setiap gerakan.
|
|||||
TTV:
|
TD: 110/70 mmHg
|
||||
RR: 24 x/menit
|
|||||
Nadi: 104 x/menit
|
|||||
Suhu 39,2oC
|
|||||
2.
|
DS:
|
Proses Infeksi
|
Hipertermia
|
|
|
- Keluarga mengatakan dua
hari ini klien panas tinggi.
|
|||||
DO:
|
|||||
- Suhu : 39,2oC,
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 104 x/menit, RR : 24x/menit
|
|||||
- Leukosit : 18,5
ribu/mmk
- Klien berbicara kacau
- Klien tampak gelisah
|
|||||
3.
|
DS:
|
- Nyeri
- Situasi lingkungan
|
Perubahan pola tidur
|
|
|
- Klien mengatakan tidak
bisa tidur karena nyeri kepala.
- Klien mengatakan sering
terbangun dari tidur karena mendengar
teriakan pasien lainnya.
|
ÿÿ1033ÿÿgnp1ÿÿÿÿinÿÿsiÿÿ91ÿÿ28ÿÿharrsid8340306 ÿÿÿÿnd20ÿÿs22ÿÿÿs
DO:
|
- Klien tampak mengantuk
- Mata merah
- Terdapat kantung mata
- Sering menguap
|
||||
4
|
DS:
|
Penurunan kekuatan otot.
|
Gangguan mobilitas fisik.
|
|
- Klien mengatakan
seluruh badannya masih terasa sakit
dan lemas.
|
||||
DO
|
||||
- Kekuatan otot
-
Nyeri pada tangan kiri
-
ADL dibantu keluarga.
|
II. Diagnosa KEPERAWATAN
- Gangguan
rasa nyaman : nyeri b.d trauma jaringan
- Hipertermia
b.d proses infeksi
- Perubahan
pola tidur b.d nyeri, pengaruh situasi lingkungan.
- Gangguan
mobilisasi fisik b.d penurunan kekuatan otot.
III. Intervensi Keperawatan
No. DP
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
TTD.
|
1.
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama tiga hari, nyeri hilang atau terkontrol.
KH:
1. Klien melaporkan nyeri
hilang atau terkontrol.
2. Klien menunjukkan
postur rileks dan mampu tidur.
|
1. Teliti keluhan nyeri.
Catat intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk
dan meredakan.
|
-
Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus
dijelaskan oleh individu. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan
merupkan satu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan
untuk mengevaluasi keefektifan sari terapi yang diberikan.
|
|
2. Observasi adanya
tanda-tanda nyeri non-verbal, seperti gelisah, ekspresi wajah,
menangis, mringis, perubahan frekuensi jantung atau pernapasan dan tekanan
darah.
|
-
Merupakan indikator atau derajat nyeri yang tidak
langsung.
|
|||
3. Berikan lingkungan
yang tenang untuk istirahat.
|
-
Menurunkan stimulasi berlebihan yang dapat mengurangi
rasa nyeri.
|
|||
4. Berikan kompres dingin
pada kepala.
|
-
Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan vasodilatasi.
|
|||
5. Gunakan teknik
relaksasi, seperti napas-napas panjang dan visualisasi.
|
-
Memberikan pasien sejumlah pengendali nyeri dan atau
dapat menubah mekanisme sensasi nyeri dan mengubah persepsi nyeri.
|
|||
6. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pernyataan positif , seperti ”saya akan sembuh.”
|
-
Pemikiran negatif dapat meningkatkan ketegangan yang
meningkatkan nyeri dan sakit kepala.
|
|||
7. Berikan analgesik,
seperti asam mefenamat sesuai indikasi.
|
-
Menurunkan nyeri.
|
|||
2.
|
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan selama tiga hari, klien tidak mengalami hipertemi.
KH:
1. Suhu tubuh 36,5-37,5oC.
2. Tidak menggigil.
|
8. Pantau suhu pasien.
Perhatikan menggigil /diaforesisi.
|
-
Suhu 38,9-41,1 oC menunjukkan proses
inferksi akut.
|
|
9. Pantau suhu
lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
|
-
Suhu ruangan atau jumlah selimut diubah untuk
mempertahankan suhu mendekati normal.
|
|||
10.
Berikan kompres.
|
-
Menurunkan demam.
|
|||
11.
Berikan antipiretik.
|
-
Mengurangi demam.
|
|||
3.
|
Setalah dilakukan asuhan
keperawatan selama tiga hari, klien dapat tidur nyenyak.
KH:
1. Melaporkan perbaikan
dalam pola istirahat.
2. Mengungkapkan
peningkatan rasa sejahtera dan sopan.
|
1. Tentukan kebiasaan
tidur biasanya dan perubahan yang terjadi.
|
-
Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang
tepat.
|
|
2. Berikan atau letakkan
beberapa barang milik pribadi, misal bantal, guling, boneka dsb.
|
-
Meningkatkan kenyaman tidur dan dukungan fisiologis.
|
|||
3. Tingkatkan regimen
kenyaman sebelum tidur, misalnya masase, susu hangat.
|
-
Meningkatkan efek relaksasi.
|
|||
4. Instruksikan tindakan
relaksasi.
|
-
Membantu menginduksi tidur.
|
|||
5. Kurangi kebisingan dan
lampu.
|
-
Memberikan situasi kondusif untuk tidur.
|
|||
6. Hindari mengganggu
bila mungkin (misal: untuk obat atau terapi.
|
-
Tidur tidak terganggu lebih menimbulkan rasa segar dan
klien mungkin tidak bisa kembali tidur setelah terbangun.
|
|||
4.
|
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama tiga hari, klien tidak mengalami gangguan mobilitasi
fisik.
KH:
1. Kekuatan otot
meningkat.
2. Klien dapat membedakan
APL sesuai toleransi.
3. Melakukan kembali atau
mempertahankan posisi fungsi optimal.
4. Mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh pada bagian yang sakit.
|
1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional
pada kerusakan yang terjadi.
|
-
Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara
fungsional dan memperngaruhi pilih intervensi yang akan dilakukan.
|
|
2. Kaji ulang derajat
mobilitasi oasien menggunakan skala ketergantungan (0-4)
|
-
Skala 0.
Pasien mampu mandiri.
-
Skala 1
Klien
memerlukanbantuan atau peralatan mobilisasi yang minimal.
-
Skala 2
Memerlukan bantuan
sedang atau diajarkan.
-
Skala 3
Memerlukan bantuan
atau peralatan secara terus-menerus dan alat khusus.
-
Skala 4
Tergantung secara
total pada permberi asuhan.
Seseorang dalam skala 2
- 4 mempunyai resiko yang besar bahaya sehubungan dengan imobilisasi.
|
|||
3. Berikan atau bantu
melakukan latihan tentang gerak.
|
-
Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi atau posisi
normal ekstremik dan menurunkan terjadinya vena statis
|
|||
4. Pertahankan linen
tetap bersih, kering dan bebas dari kerutan.
|
-
Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit serta
menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit.
|
|||
5. Anjurkan klien untuk
melatih tangan kiri.
|
- Stimulus vena return dan mencegah trombus vena.
|
|||
6. Berikan tindakan
pengamanan atau pasang pengaman tempat tidur.
|
-
Mencegah pasien cidera atau jatuh.
|
|||
7. Anjurkan klien untuk
tetap ikut serta dalam ADL sesuai dengan kemampuan.
|
-
Menngkatkan kesembuhan dan membentuk kekuatan otot.
|
IV.CATATAN KEPERAWATAN.
No. DP
|
HARI/TGL/JAM
|
IMPLEMENTASI
|
RESPON HASIL
|
TTD
|
SENIN, 3 DESEMBER 2007
|
||||
2,4
|
07:30
|
1. Merapikan dan membersihkan
linen atau tempat tidur klien
|
-
Linen bersih dan bebas kerutan.
-
Klien merasa lebih nyaman.
|
|
4
|
07:35
|
2. Memasang pengaman tempat tidur.
|
- Klien merasa terlindungi.
|
|
1
|
09:00
|
3. Mengkaji ulang
riwayat nyeri.
|
-
Klien mengatakan kepala sakit sekali, pusing
terus-menerus.
-
Skala nyeri 8.
-
Tangan kiri sakit bila digerakkan.
-
Klien tampak merintih menahan sakit.
|
|
1
|
09:30
|
4. Mengajarkan klien
teknik relaksasi napas dalam.
|
-
Klien mengatakan kepala masih sakit, pusing.
-
Klien masih tampak tegang menahan sakit.
|
|
1
|
09.45
|
5. Menganjurkan klien
untuk menumbuhkan semangat sembuh dalam hati.
|
-
Klien setuju
|
|
1
|
10:00
|
6. Memberikan injeksi
asam mefenamat 250 mg, injeksi cefotaxime 500 mg
|
- Obat asam mefenamat 250 mg dan cefotaxime 500 mg
masuk lewat selang infus/iv
|
|
2
|
11:00
|
7. Mengukur TTV
|
-
TD: 110/70 mmHg, suhu: 39oC,
nadi: 88 x/menit, RR: 22 x/menit.
|
|
2
|
11:10
|
8. Memberikan parasetamol
2 sendok takar
|
-
Obat masuk.
|
|
2
|
11:15
|
9. Meminta keluarga untuk
memberikan kompres dan air minum yang banyak.
|
- Keluarga setuju.
- Klien dikompres dengan air biasa di leher dan
ketiak.
- Klien minum dua gelas air.
|
|
4
|
11:20
|
10. Mengkaji ulang
kemampuan fungsional tangan kiri klien.
|
-
Tangan kiri sakit bila diangkat.
|
|
4
|
11:30
|
11. Mengkaji ulang derajat
imobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan.
|
-
Klien termasuk dalam kategori 2, yaitu memerlukan
bantuan sedang.
|
|
4
|
11:45
|
12. Membantu klien
melakukan latihan rom ROM aktif, yaitu meminta klien untuk melakukan fleksi,
ekstensi.
|
-
Tangan kanan dan kedua kaki mampu fleksi dan ekstensi,
tangan kiri tidak mampu melakukan fleksi dan ekstensi.
|
|
4
|
12:00
|
13. Meminta klien untuk
melatih tangan kiri dengan cara mengangkat tangan kiri.
|
-
Klien hanya sedikit mampu mengangkat tangan kiri
-
Kien menolak untuk melakukan lagi karen sakit.
|
|
3
|
12:05
|
14. Menganjurkan klien
untuk istirahat.
|
-
Klien mengatakan tidak bisa tidur karena pusing dan
suasana lingkungan ramai.
-
Mata merah, ada kantung mata, sering menguap
|
|
3
|
12:10
|
15. Menannyakan kebiasaan
tidur klien
|
-
Klien mengatakan menonton tv dulu sebelum tidur.
|
|
3
|
12:15
|
16. Meletakkan bantal
kesayangan klien didekatnya.
|
-
Klien merasa nyaman.
|
|
4
|
12:20
|
17. Menganjurkan klien dan
keluarga untuk terus melatik tangan kiri klien
|
-
Kien dan keluarga setuju.
|
|
SELASA, 4 DESEMBER 2007
|
||||
2,4
|
07:30
|
1. Merapikan dan
membersihkan linen tempat tidur klien.
|
-
Linen bersih dan bebas kerutan.
|
|
4
|
07:40
|
2. Memasang pengaman
tempat tidur.
|
-
klien terlindungi.
|
|
3
|
07:45
|
3. Menanyakan klien
kualitas tidur semalam.
|
-
Klien sudah bisa tidur karena kemarin sore dibawakan
tv kecil oleh keluarga hingga bisa tidur seperti kebiasaan klien di rumah.
-
Klien tampak senang.
|
|
1
|
08:00
|
4. Menanyakan klien
tantang sakit kepala dan pusingnya.
|
-
Klien mengatakan masih pusing tetap sudah berkurang
karena senang akan hiburan menonton tv sebelum tidur.
-
Klien mengatakan pasti sembuh.
|
|
4
|
08:15
|
5. Meminta klien utuk
mengangkat tangan kiri.
|
-
Klien dapat mengangkat tangan kiri lebih tinggi dari
hari kemarin.
-
Klien tampak merintih.
-
Keluarga mengatakan tiap waktu keluarga meminta klien
untuk latihan, klien bersedia melakukan latihan.
-
Klien mengatakan tangan kirinya masih sakit.
|
|
1,3
|
10:00
|
6. Mlelakukan injeksi asam
mefenamat 250 mg dan cefotaxime 500 mg
|
- Obat asam mefenamat 250 mg dan cefotaxime masuk
lewat selang infus.
|
|
2
|
11:30
|
7. Mengukur TTV
|
-
TD: 110/70 mmHg, suhu: 37,7oC,
nadi: 80 x/menit, RR: 22 x/menit.
|
|
4
|
12:00
|
8. Mengkaji ulang derajat
imobilitas klien dengan menggunakan skala derajat ketergantungan.
|
-
Klien termasuk dalam kategori skala 1, memerlukan
bantuan minimal.
-
Klien tampak mau makan sendiri.
|
|
3
|
12:15
|
9. Memberikan klien susu
hangat
|
-
Klien tampak senang minum susu.
|
|
3
|
12:30
|
10. Menganjurkan klien
untuk tidur
|
-
Klien sudah tampak letih.
-
Klien tidur.
|
|
3
|
12.35
|
11. Menganjurkan klien untuk banyak minum, minimal enam
gelas air/hari.
|
- Klien setuju.
|
|
V. CATATAN PERKEMBANGAN
NO. DP
|
HARI/TGL/JAM
|
EVALUASI
|
TTD
|
|
SENIN, 3 DESEMBER 2007
Jam 13.00
|
||||
1
|
|
S:
|
- Klien mengatakan sakit
kepala dan pusing terus-menerus
- Klien mengatakan tangan
kiri sakit bila digerakkan
|
|
O:
|
- Diberikan injeksi asam
mefenamat 250 mg i.v
- Wajah merintih.
- TD: 110/170 mmHG,
Nadi: 88 x/menit
RR: 22 x/menit.
Suhu: 39oC
- Skala Nyeri 8
|
|||
A:
|
- Masalah belum teratasi.
|
|||
P:
|
- Lanjutkan intervensi
1-7.
|
|||
2
|
|
S:
|
- Keluarga mengatakan
klien masih demam.
|
|
O:
|
- Klien dikompres air
biasa di leher dan ketiak.
- Klien diberi
parasetaamol sirup 2 sendok takar.
- Suhu klien 39oC
|
|||
A:
|
- Masalah belum teratasi.
|
|||
P:
|
- Lanjutkan intervensi
1-4
|
|||
3
|
|
S:
|
- Klien mengatakan tidak
bisa tidur karena ramai dan pusing.
|
|
O:
|
- Mata merah
- Sering menguap
- Ada kantung mata
|
|||
A:
|
- Masalah belum teratasi.
|
|||
P:
|
- Lanjutkan intervensi
1-6.
|
|||
4
|
|
S:
|
- Klien mengatakan tangan
kiri dakit bila diangkat.
|
|
O:
|
- Klien dapat mengangkat
tangan kiri sedikit.
- Klien tampak kesakitan
sewaktu mengangkat tangan kirinya.
- Skala ketergantungan
klien 2.
- ADL dibantu keluarga.
|
|||
A:
|
- Masalah belum teratasi.
|
|||
P:
|
- Lanjutkan intervensi
1-7.
|
|||
SELASA, 4 DESEMBER 2007
Jam 13.00
|
||||
1
|
|
S:
|
- Klien mengatakan sakit
kepala berkurang tetapi tangan kiri masih sakit bila digerakkan.
|
|
O:
|
- Skala nyeri 6
- Nyeri dibagian kepala.berkurang,
sedangkan nyeri dibagian tangan kiri masih dan bertambah bila digerakkan.
- Klien tampak rileks.
|
|||
A:
|
- Masalah teratasi
sebagian
|
|||
P:
|
- Observasi adanya
tanda-tanda nyeri
- Beri analgesik
|
|||
2
|
|
S:
|
- Keluarga mengatakan
panas sudah turun.
|
|
O:
|
- Suhu: 37.7oC
- Klien tidak menggigil.
|
|||
A:
|
- Masalah teratasi.
|
|||
P:
|
Pertahankan dan atau tingkatkan kondisi klien.
|
|||
3
|
|
S:
|
- Klien mengatakan
semalam dapat tidur nyenyak karena menonoton tv dahulu sebelum tidur.
|
|
O:
|
- Wajah klien tampak
segar.
- Mata klien tidak merah.
- Tidak mengantuk.
- Tidak ada kantuung
mata.
|
|||
A:
|
- Masalah teratasi.
|
|||
P:
|
- Pertahankan dan atau
tingkatkan kondisi klien
|
|||
4
|
|
S:
|
- Keluarga mengatakan
klien sering melatih tangan kirinya.
|
|
O:
|
- Tangan kiri klien dapat
diangkat lebih tnggi dari sebelumnya.
- Klien mau makan
sendiri.
- Kekuatan otot
|
|||
A:
|
- Masalah belum teratasi.
|
|||
P:
|
- Kaji ulang derajat
imobilisasi klien.
- Bantu latihan rentang
gerak.
- Anjurkan klien untuk
melatih tangan kiri
- Anjurkan klien untuk
tetap ikut serta dalam pemenuhan ADL sesuai toleransi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar